- chap 28 -

43 5 0
                                    

"Jadi kemana abela akan pergi?" Tanya blaze sambil duduk di kepala Abela.

Abela tersenyum manis. "kak Aleca mengajak abela untuk minum teh belcama di lumah kaca." Ucap Arabella. Saat bermain dengan para spirit tiba-tiba annie, pengasuhnya Alesya mengatakan bahwa alesya mengundangnya untuk minum teh bersama di rumah kaca.

Aerial berdengus kesal. "Apa!? Wanita jahat yang selalu memukul Abela yang manis. Tidak usah menghadiri undangannya." Ujarnya dengan emosi. Mengingat semua perlakuan Alesya ke Arabella, itu memang terlalu tidak manusiawi.

Mud mengangguk cepat. "Aku curiga dia akan berbuat jahat pada mu lagi. Tidak usah pedulikan dia abela."

Drippi yang dri tdi diam hanya duduk di bahu Arabella akhirnya membuka suara. "Mari kita tenggelamkan dia. Aku akan membuat tempat duduk nya basah." Ujarnya sambil membuat gelembung air di udara.

Arabella tertawa kecil. "Kenapa kalian cepelti itu. Kak Aleca baik, dia mengajalkan abela tata klama. Itulah kenapa dia memukul abela kalena salah."

Para spirit menggeleng bersamaan. "Abela kita memang sangat naif."

"Agh. Kepala abela cakit. Saat pala spilit belbicala, cepelti ada cecuatu yang melengking di telinga." Lenguh Arabella saat merasakan sakit di kepalanya.

Para spirit saling menatap. "Sepertinya energi abela terkuras cukup banyak karena memanggil kami." Ujar aerial.

"Kami akan pergi abela. Jaga dirimu baik-baik. Kami akan mencari cara agar kita  tidak menguras energi abela." Ujar mud dan diangguki spirit lain lalu mereka menghilang.

Seketika kepala Arabella menjadi jernih. "Padahal abela cenang kalena punya teman belmain." Gumamnya sedih. Selama ini, jangankan bermain. Dia hanya duduk sendirian dikamar tanpa melakukan apa-apa karna tidak di perbolehkan keluar untuk menghindari duke yang tidak menyukai kehadirannya.

"Ah abela hampil melupakan kak aleca." Dia bergegas keluar kamar dan berjalan dengan baju lusuh ke rumah kaca. Di sepanjang perjalanan, para pekerja menatap jijik dan remeh kepada Arabella. Dia tak terlalu sedih, lagipula umurnya baru tiga tahun. Dia tak terlalu mengerti emosi yang ditunjukan orang lain.

"Arabella. Akhirnya kau tiba, duduklah di sebelah sini." Ujar Alesya dengan ramah, tidak seperti biasanya.

Arabella bergegas duduk walau sedikit kesusahan karna kursi yang cukup tinggi. Para pelayan hanya melihat, tak ada yang membantu Arabella yang kecil untuk naik ke kursi tinggi itu.

Ya, walaupun begitu. Arabella tetap tersenyum dengan lebar. Ini pertama kalinya dia minum teh bersama saudara perempuan nya.

"Cobalah Arabella, itu kukis terbaik yang dibuat koki keluarga kita."

"Timakacih." Arabella segera menggigit makanan manis itu. Tapi rasanya aneh, seperti rasa pasir. Arabella melihat kearah Alesya yang memakan dan menikmati kukis tersebut.

"Apakah rasanya enak?" Tanya alesya sambil tersenyum licik. Tentu saja, dia yang menyuruh para pelayan untuk memberi makanan aneh itu pada Arabella.

Arabella mengangguk cepat. "Iya, ini cangat enak." Dia tak mencurigai Alesya sedikit pun. Mungkin rasa kukis memang seperti ini, wajar saja dia tidak suka. Dia tidak pernah memakannya, jadi lidahnya mungkin tak terbiasa..

"Sepertinya Arabella tidak terlalu menyukainya. Ambilkan yang baru, tinggalkan aku dan arabella berdua. Pergilah." Perintah nya tanpa melihat pelayan itu.

Alesya tersenyum dengan elegan, bagi Arabella kakaknya adalah orang yang baik. Saat semua orang memarahinya, hanya dia yang selalu menolong arabella.

"Arabella, kemarilah."

Arabella berjalan kearah alesya. "Ada apa kak?"

Alesya mengeluarkan pisau kecil dari bajunya. "Peganglah, tolong aku Arabella." Pintanya dengan wajah memelas.

"Abela akan membantu kak aleca. Apa yang halus abela lakukan?"

Alesya, lagi-lagi tersenyum dengan manis. "Tolong, hilanglah dari dunia ini."

Jleb Alesya menusuk perut nya sendiri dengan pisau kecil itu kemudian memberikan pisau itu pada Arabella yang tampak panik.

"Ahk, tolong... sakit, sakit sekali. Kumohon." Teriakan Alesya membuat pelayan berhamburan berlari kerumah kaca.

"Astaga, nona berdarah." Teriak Annie kemudian menggendong Alesya.

"Syalan, jalang kecil itu ingin membunuh nona."

Arabella gemetar. Dia tak pernah melakukan semua itu, kenapa alesya melakukan itu.

Duke reston yang baru pulang dan mendengar keributan, segera berlari ke arah Alesya."

"Anakku. Alesya ada apa, nak. Siapa?"

Reston menatap arabella yang terpaku dengan darah di tangannya dan pisau di dekatnya. "Syalan. Tak cukup mengambil istriku. Kau juga ingin membunuh anakku?"

Reston segera berlari ke dalam kastil membawa Alesya. Wajahnya tampak sangat khawatir, takut kehilangan lagi.

Arabella yang tertinggal sendirian dirumah kaca terdiam bingung, sedih, kesepian. "Abela tidak melakukan apa-apa. Tapi ayah cangat membenci abela dan memarahi abela. Hiks." Arabella menangis tanpa suara, menangis dan menahan suara agar tidak keluar ternyata lebih menyakitkan saat di pukuli pelayan.

Tiba-tiba dua pengawal datang dan menarik arabella dengan kasar. "Beraninya kau melukai nona." Ucap seorang diantara mereka sambil mencengkram tangan Arabella kuat-kuat. Dia hanya anak berumur tiga tahun, tanpa di cengkeram sekuat itu pun dia tidak akan bisa kabur.

"Cakit, abela akan jalan cendili." Ronta Arabella karna tangan kecilnya terasa seperti akan patah.

Para pengawal itu terus menarik Arabella ke ruang bawah tanah. Setelah mengikat tangan arabella dengan rantai, mereka meninggalkannya sendirian di ruang bawah tanah gelap itu.

"Cangat gelap, abela takut. Dlippi, mud, aelial, blaze. Dimana kalian. Hiks." Gumam nya. "Cemoga kak aleca baik-baik caja. Dewi Eileithia, tolong cembuhkan kak aleca." Ucap Arabella yang naif.

.
.

Dikamar Alesya, dokter sedang memeriksa keadaanya.

"Syukurlah pisaunya tak terlalu dalam. Bisa dikatakan ini hanya luka gores karna hanya melukai kulit luar." Ucap dokter itu sambil menatap duk reston yang tampak pucat.

"Sedikit tergores? Anakku berdarah sangat banyak. Apa maksud mu itu hanya tergores." Bentak nya sambil mencengkram kerah dokter malang itu.

"Ma-maaf kan saya tuan duke. Saya akan memberikan obat yang paling bagus untuk kesembuhan nona."

Reston melepas kerah dokter itu dengan kasar dan duduk di samping putrinya yang tertidur lelap karna pengasuh obat. "Dimana jalang kecil itu."

"Maaf tuan, sesuai perintah anda. Itu telah kami bawa ke ruang bawah tanah."

Reston segera ke tempat dimanaa anak keduanya berada.

Ctasz...

"Aduh. Cakit, ayah hentikan. Hiks, itu cangat cakit. Abela kecakitan." Rintih arabella memohon ampun atas cambukan ayahnya yang seperti tanpa ampun.

Setelah tiba di ruang pengap itu, cambuk adalah hal pertama yang dia ambil. Masih dibiarkan hidup saja sudah bagus untuknya, siapa dia malah berani-beraninya melukai putri nya.

"Jangan panggil aku ayah dengan mulut kotormu. Berani nya, kau melukai anakku."

"Abela ti-dak melukai kakak. Kak aleca menucuk pe-lutnya cendili." Ujar Arabella terbata-bata karena menahan sakit di sekujur tubuhnya.

Reston melempar cambuk nya. Mencengkram wajah kecil Arabella dengan kasar. "Berani nya kau berbohong."

PLAK..

tamparan keras berhasil membuat lebam dan bibir Arabella sedikit robek.

Arabella hari itu terus menerus di pukuli oleh duke sampai dia merasa puas.

"Ck, bersyukurlah Karna aku lelah. Tanganku sakit memukuli mu, dasar jalang." Duke Reston berjalan keluar dari ruang gelap itu. Meninggalkan Arabella sendirian.

Tbc.

Time Won't Fly : The Place We Can't Be Found [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang