21. Alasan

160 19 0
                                    

"Kenapa kalian ikut?" Tanya Aqila pada Radi dan Bhumi.

"Kita mau main! Lo nggak suka?" Radi masuk ke dalam apartemen Dareen lebih dulu.

"Hoammm... Gue ngantuk!" Bhumi berjalan menuju sofa dan menjatuhkan dirinya disana.

Aqila memutar bola matanya malas, dia hanya ingin membahas tentang Bisma dan orang-orangnya tapi Bhumi dan Radi benar-benar mengganggunya. Aqila hanya ingin segera mengambil cutinya tapi hal itu pasti sangat lama.

"Mau makan?" Tanya Dareen memeluk Aqila dari belakang.

"Hmm... Bisa masak?" Tanya Aqila.

"Bisa. Kita bahas nanti malam, mereka akan tetap disini sampai sore. Masih banyak waktu untuk kita berdua." Dareen menyentuh leher Aqila pelan dan bergerak pergi untuk membuat sesuatu.

Aqila mengusap lehernya dan menatap nyalang Dareen. Sepertinya dia mendapatkan partner yang tidak tahu tempat. Dia mulai kesal dengan apa yang Dareen lakukan. Lalu apa yang dilakukan Dareen tadi? Apa tujuannya?

"Kalian ngapain ke apartemen pacar gue? Gue mau berduaan sama dia!" Aqila tersenyum pada dua anak yang sibuk bermain game.

"Ini udah biasa! Kalau lo terganggu kenapa nggak lo yang pergi aja?" Radi menatap Aqila penuh permusuhan.

"Pfttt... Ternyata kalian memang anak-anak yang suka ganggu." Aqila menjatuhkan dirinya di dekat Bhumi.

Selama setahun ini dia tidak tahu apapun tentang informasi Keluarga Gunawan. Memang Aqila tidak mau tahu karena urusan mereka telah selesai dulu. Melihat Bhumi yang tumbuh dengan baik, dia yakin keluarga itu baik-baik saja.

"Ngapain lo lihatin gue?" Tanya Bhumi masih sibuk bermain game.

"Lo ganteng! Udah punya pacar?" Tanya Aqila menatap Bhumi dari atas ke bawah.

Ternyata Bhumi juga bertambah tinggi, dia jadi merindukan Galih. Mungkin anak itu sudah berusia dua tahun sekarang.

"Heh... Lo suka sama gue?" Tanya Bhumi melirik Aqila.

Jujur saja Aqila tidak buruk walau riasan tebalnya yang bermasalah.

"Nggak! Cuma tanya, soalnya pantes aja kalian disini! Kalian nggak punya pacar sih jadi ganggu pacar temen. Kenapa belum punya? Lo Radi? Gue pikir-pikir lo ganteng apalagi rambut panjang lo ini." Aqila menyentuh rambut Radi dan memainkannya.

Ternyata lebih panjang dari tahun lalu. Aqila tersenyum dan memainkan sesuka hatinya.

"Ck... Lepas! Lo nggak bisa pegang rambut gue!" Radi bergerak maju.

"Pelit! Padahal lembut gitu pakai apa sih? Gue juga mau!" Aqila memperhatikan rambutnya yang menjadi rusak karena terus dibuat aneh-aneh untuk menjalani perannya yang beragam.

"Mau ke salon?" Tawar Dareen memeluk bahu Aqila dari belakang.

"Malas pergi! Tanya aja sama Radi, apa rahasianya?" Tanya Aqila mendongak melihat Dareen.

"Aku tahu kok!" Dareen mengusap lembut pipi Aqila.

"Apa coba?"

"Nanti aku beliin. Ayo, makan! Makanan udah siap!" Dareen tersenyum dan menarik tangan Aqila.

Aqila hanya menurut saja, dia memang lapar setelah hari ini mengelilingi sekolah yang besar itu. Dia sudah hapal tiap letak bangunan sekolah dan tempat-tempat yang menurutnya begitu aneh. Besok dia akan memeriksanya bersama Dareen. Mungkin mereka memiliki bukti bahwa sekolah itu memiliki sindikat narkoba. Jika kepala tikusnya maka tikus-tikus lain juga akan tertangkap dengan mudah.

Agent House ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang