35. Hal Lain

122 20 0
                                    

Brrr...

Aqila berhenti di depan sebuah rumah besar. Kata Rendra, rumah Gunawan memiliki pagar tinggi berwarna putih. Mungkin ini. Aqila membuka helm dan berjalan menuju penjaga gerbang.

"Permisi, apakah ini benar rumahnya Bhumi? Saya temannya, Lily!" Aqila sedikit menunduk.

"Temannya Den Bhumi? Sebentar ya neng!"

"Iya pak!"

Aqila menunggu gerbang di buka, dia hanya akan mengantarkan motor ini dan pergi. Dia harus membantu Rendra mengurus dokumen yang ada.

"Masuk neng!"

"Bhuminya ada pak?" Tanya Aqila.

"Ada!"

"Kalau orantuanya?"

"Ada juga! Hari ini kan tanggal merah neng! Semuanya pasti libur! Silahkan masuk, nanti saya panggilkan!"

Aqila mengangguk dan mendorong motor besar Bhumi ke dalam. Jadi dia akan bertemu keluarga lengkap dari Bhumi. Aqila tersenyum dan masuk ke dalam rumah dengan hati-hati. Rumahnya jauh lebih besar dari rumah yang lama. Tapi Aqila sangat menyukai rumah lama keluarga ini dulu. Terutama bagian taman belakang.

"Permisi!"

"Hah... Hah... Ngapain kesini?" Bhumi berlari cepat dan menatap Aqila yang datang kerumahnya.

Tapi apa-apaan penampilan Aqila sekarang. Dia mirip dengan preman jalanan. Apalagi rambut bergelombang bawahnya. Bhumi memalingkan wajahnya yang memerah, kenapa pesona Aqila yang sekarang membuat hatinya berdebar-debar?

"Saya mau kembalikan motor kamu! Ini kuncinya!" Aqila menyerahkan kunci pada Bhumi.

"Ini motor lo!"

"Bukan! Ini motor papa kamu! Saya rasa ini bukan benar-benar motor kamu! Kalau kamu sudah memiliki uang untuk beli motor, baru saya akan terima. Saya kesini cuma mau kembalikan ini saja. Saya pulang, permisi!" Aqila menunduk dan berniat akan pergi.

"Ehhh... Ada temannya Bhumi! Kok udah mau pulang? Bhumi suruh teman kamu disini, mama baru aja buat kue."

Aqila berbalik dan menemukan Kemala dengan senyuman hangatnya. Dia menjadi merindukan sosok wanita ini lagi. Aqila tersenyum melihat betapa Kemala tetap hangat seperti dulu.

"Hallo, Tante!"

"Cantiknya! Kamu pacarnya Bhumi?"

"Bu..."

"Iya!" Bhumi menggenggam tangan Aqila dan menariknya pergi.

Dia tidak ingin mamanya tahu jika Aqila adalah Suyem. Dia tidak mau sampai mamanya tahu atau papanya.

"Bhumi!"

"Kenapa lo harus kesini? Lo mau semua orang tahu? Hah? Bukannya lo yang nggak mau. Terus kenapa lo malah kesini!"

"Saya mau antar motor kamu."

"Lo harusnya nggak kesini! Kalau lo cuma mau antar motor kenapa nggak suruh orang lain aja? Gue nggak butuh!" Teriak Bhumi.

Aqila menarik napas dalam-dalam untuk tidak menghajar Bhumi. Dia tersenyum dan menepuk kedua pundak Bhumi. Dia datang dengan baik-baik tapi dia malah seperti penjahat yang datang ke rumah ini.

"Kalau kamu nggak suka saya datang, saya nggak akan datang! Maaf buat kamu ke ganggu. Saya cuma mau kembalikan motor kamu, lain kali jangan buat taruhan! Kurangi balapan liar kamu juga! Saya harus pergi ada banyak hal yang harus saya urus! Permisi!" Aqila memang harus pergi sekarang.

"Sialan!" Bhumi menjambak rambutnya.

Kenapa dia marah saat Aqila datang ke rumahnya? Kenapa dia marah? Bukankah bagus Aqila bertemu lagi orang tuanya. Lagipula berkat Aqila keluarga tetap utuh sampai saat ini. Bhumi memukul kepalanya dan berlari untuk mengejar Aqila. Dia ingin meminta maaf.

"Ma, teman Bhumi kemana?" Bhumi melihat mamanya di depan gerbang.

"Udah pulang! Dia buru-buru tadi dijemput sama mobil! Dia bukan pacar kamu ya? Yang jemput kayaknya cowoknya! Mama kira dia pacar kamu ternyata bukan!"

Bhumi menggigit bibirnya, apakah itu Dareen? Harusnya dia tidak mengatakan itu sampai Aqila berpikir bahwa dia tidak senang Aqila datang. Bhumi melihat motor merahnya lagi. Harusnya dia berterima kasih Aqila mengembalikan motor kesayangan ini bukannya marah. Kenapa dia sangat bodoh?

🔎🔎🔎

"Kayaknya Bhumi benci sama saya!"

"Kenapa?" Tanya Dareen.

"Tadi saya datang kembaliin motornya tapi dia malah marah saya datang ke rumah. Katanya untuk apa saya datang kesana. Hah... Padahal saya mau lihat Galih lagi tapi kayaknya udah nggak mungkin. Itu terakhir saya datang kesana." Aqila melihat jalanan yang begitu ramai.

Dia tidak akan datang lagi ke rumah Gunawan. Mungkin keberadaannya akan mengganggu ketenangan mereka yang sudah lama mereka rasakan. Aqila tidak mau merusak kebahagiaan keluarga kecil itu. Dia cukup senang tahu keadaan Kemala yang baik-baik saja. Selebihnya dia akan memantau mereka dari jauh sampai mereka tidak tahu keberadaannya lagi.

"Mungkin dia syok waktu lo datang kesana. Nggak usah dipikirin, kalau lo mau lihat Galih lagi. Mungkin kita hanya butuh waktu untuk punya anak! Ide bagus, laki-laki atau perempuan? Gue harap anak perempuan! Soalnya pasti lucu kayak lo!"

"Itu mau anda!"

"Tawaran gue masih berlaku untuk nikah bulan depan. Soal Rendra gampang! Gimana? Nanti gue siapkan semuanya! Tapi kita nggak bisa nikah besar-besaran. Mungkin cuma beberapa orang. Karena nggak mungkin kita bisa nikah dengan kerjaan kita sekarang."

"Pftttt... Kenapa anda mau nikah dengan saya? Mbak Lika pasti kaget waktu keluar dari penjara lihat saya udah punya anak sama anda."

"Itu kejutan plus hadiah! Gue rasa dia bakalan bahagia punya keponakan kayak anak kita nanti! Mau nggak? Cicil juga boleh!"

"Dareen!"

"Excel!"

"Excel, jangan macam-macam! Rendra pasti akan hukum anda sangat berat jika anda sentuh saya!"

"Tapi cium boleh! Gue tahu aturan, gue nggak akan lebih dari itu sebelum nikah. Tapi gue nggak bisa janji kalau lo lama jawabnya."

Aqila melihat Dareen yang fokus menyetir. Sebenarnya apa yang Dareen lihat darinya? Kenapa laki-laki disampingnya saat ingin menikahinya? Kenapa?

"Jawaban? Sejak kapan anda lamar saya?" Aqila menatap ke depan.

"Coba lihat di dashboard!"

"Ada apa?"

"Buka aja!"

Aqila membuka dashboard dan tidak menemukan apapun disana. Walaupun dia sudah mengambil semuanya barang di dalam tapi tidak ada sesuatu yang menarik.

"Anda bohong!"

"Hahaha... Lo pikirin apa?"

"Excel!"

"Jangan-jangan lo mikir gue kasih cincin. Iyakan? Hahaha... Lo lucu, Aqila."

Aqila mengepalkan tangannya kesal. Memangnya apa yang dia coba cari? Aqila menutup wajahnya yang memerah, dia benar-benar berpikir Dareen melamarnya.

"Mana tangan lo!" Pinta Dareen.

"Buat apa?"

"Coba mana!"

"Ckk..." Aqila mengulurkan tangannya pada Dareen.

"Segini. Nanti gue cari cincinnya dulu. Gue belum siapin karena gue nggak tahu ukuran jari lo. Nggak usah marah, gue bakal lamar lo beneran kalau misi ini udah selesai!" Dareen mencium tangan Aqila dan menggenggamnya erat.

"Masa?"

"Tunggu aja! Tapi kayaknya lo kebelet nikah sama gue. Kenapa? Mau anak kayak Galih ya. Nanti ya, soalnya kita nggak bisa cicil."

"Excel!"

"Hahaha..."

🔎🔎🔎

Salam ThunderCalp!🤗

Jangan lupa like, komen, dan share!

See you...

Agent House ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang