10. Teror

178 21 1
                                    

"Den Bhumi nggak bisa soal ini?" Tanya Aqila menatap Bhumi yang sedang menjambak rambutnya.

Niat awalnya ingin bersih-bersih kamar Bhumi. Dia sudah meluapkan apa yang terjadi kepadanya dan Bhumi. Anggap saja hal itu tidak pernah terjadi. Aqila juga tidak mau berlarut-larut memikirkannya. Dia ingin fokus menolong keluarga ini dan melindungi mereka. Terutama Kemala dan Galih. Mereka tidak tahu apa yang terjadi siang ini. Semua orang tutup mulut untuk keselamatan mereka bersama.

"Hah?"

"Ini kan cuma soal matematika. Kenapa Den Bhumi sampai jambak rambut?"

"Emang lo bisa? Ini soal anak SMA bukan anak SMP!"

"Hmm... Dulu saya pernah jadi guru matematika di desa. Kalau ini aja saya tahu den. Kan cuma perlu belajar bukunya aja nanti juga tahu caranya. Saya lihat dulu!" Aqila mengambil buku Bhumi dan membacanya sekilas.

Dia mengangguk dan mengerjakan soal yang Bhumi kerjakan. Bhumi hanya bisa mengamati Aqila yang sangat serius mengerjakan soalnya. Apakah lulusan SMP seperti Aqila bisa mengerjakan soal anak SMA ini? Bhumi tidak percaya.

"Sudah den! Ini caranya cuma gini aja." Tunjuk Aqila pada soal yang telah di selesaikan dengan mudah.

"Ohhh... Kok bisa?" Bhumi menatap kertas yang penuh coretan dari Aqila.

"Bisa dong. Asalkan tahu caranya itu mudah. Den Bhumi cuma perlu paham aja sama soalnya. Den Bhumi nggak pernah belajar ya?"

"Apa lo bilang? Gue belajar kok!"

"Coba sekarang soal lain! Tuh kan masih banyak!" Tunjuk Aqila pada soal lainnya.

"Kalau lo bisa kenapa nggak lo aja! Nih coba! Gue masih nggak percaya!" Bhumi menyerahkan soalnya.

Bhumi ingin tahu seberapa hebat Aqila menyelesaikan soal-soalnya. Apakah sebenarnya Aqila itu anak jenius? Bhumi ingin tahu akan hal itu juga karena dia tidak mau mengerjakannya. Aqila mengangguk senang dan mengerjakan soal Bhumi. Dia sangat suka belajar!

Aqila mengambil tempat duduk dan meletakkannya di samping milik Bhumi. Dia mengerjakannya dengan hati-hati untuk hasil terbaik. Bhumi hanya diam mengamati Aqila yang begitu fokus. Matanya melihat wajah Aqila yang dekat dengannya. Alis tebal dan rapi, mata yang tajam, hidung mancung, bibir yang bulat sempurna, Bhumi meneguk ludahnya sendiri. Apa yang dia pikirkan tadi? Cukup untuk membuat Aqila marah satu kali tidak untuk kedua kalinya. Bhumi turun lagi dan melihat leher jenjang Aqila. Cepat-cepat Bhumi menggelengkan kepalanya lagi. Berdekatan dengan Aqila memang menguji iman dan takwanya. Bhumi melirik Aqila dan melihat sesuatu di bagian lehernya.

"Ini bekas apa?" Tanya Bhumi menyentuh luka di belakang telinga sampai leher Aqila.

"Hmm?" Aqila mundur dan menutupi lukanya.

"Lo pernah jatuh?" Tanya Bhumi.

"Iya!! Dulu pernah kecelakaan sih den. Pernah ketabrak motor jadi saya lumayan takut kalau lihat motor cepat-cepat gitu."

"Gue minta maaf lagi! Gue nggak tahu kalau lo takut sama motor."

"Saya nggak takut sama motor den. Cuma rada ngeri aja kalau ingat. Tapi saya udah nggak apa-apa kok. Lagian saya harus berani! Masa takut terus. Ini udah, coba Den Bhumi kerjain yang lain! Masa saya terus." Aqila menyerahkan buku pada Bhumi.

"Hah... Kenapa nggak sekalian aja?"

"Makanya Den Bhumi harus belajar! Cepat, saya yang pantau Den Bhumi."

"Awas kalau lo pergi!"

"Nggak! Saya lihat nih!" Aqila melihat Bhumi seksama.

Bhumi menahan tawa dan mengerjakan soal tersisa. Dia harus bisa, dia tidak akan kalah dengan lulusan SMP seperti Aqila ini. Mau ditaruh mana harga dirinya? Dia ini anak ketua KAK. Otomatis dia juga pasti pintar matematika sama seperti tahu aliran dana jahat untuk para pejabat. Bhumi begitu serius mengerjakannya, dia tidak akan kalah!

"Suyem! Ambilin gue minum! Gue haus nih!" Pinta Bhumi.

Tapi tidak ada jawaban apapun dari perempuan disampingnya. Bhumi menengok dan menemukan Aqila yang tertidur pulas.

"Malah tidur! Hah... Kenapa gue bisa suka sama lo sih? Lo belum lama disini. Tapi kenapa gue bisa jatuh cinta sama lo?" Bhumi merapikan rambut yang menutupi wajah Aqila.

Bhumi menatap wajah Aqila dalam-dalam. Dia tersenyum dan mendekatkan wajahnya pada gadis yang disukainya ini. Hanya perlu beberapa hari saja membuat Bhumi luluh pada Aqila. Begitu cepat sampai Bhumi merasa heran pada dirinya sendiri. Padahal dia tidak pernah jatuh cinta sebelumnya kepada seseorang. Tapi Aqila membuat dunianya yang begitu suram menjadi berwarna.

"Lo milik gue! Sampai kapanpun lo milik gue!"

🔎🔎🔎

"Bodoh! Apa ini cara anak buahmu bekerja?" Tanya pria berkumis melihat seseorang di balik gelapnya bayangan.

Gagal! Rencananya gagal membunuh pembantu baru itu! Kenapa bisa anak buahnya di bodohi untuk masuk ke dalam kantor polisi? Bahkan sekarang meraka ditangkap dan dipenjara!

Apa sulitnya membunuh anak perempuan itu?

"Maafkan saya!"

"Bunuh anak itu! Bukankah sudah saya katakan untuk membunuhnya? Apa kau mengirimkan orang-orang bodoh itu agar dia selamat? Hah? Kirim orang-orang hebat untuk membunuhnya!" Teriak pria berkumis.

"Bukankah anda menyerahkannya kepada saya?"

Brukkk...

Pria berkumis melemparkan barang pada orang itu. Dia menatap marah pada sosok yang menjadi tidak menuruti perintahnya lagi.

"Kalau begitu culik dia dalam waktu dua hari ini. Kalau tidak, saya akan membunuhnya!"

"Baik!" Orang itu menunduk dan pergi meninggalkan pria berkumis yang marah.

"Arghttt... Sialan!"

🔎🔎🔎

"Ughhh... Den?"

"Kenapa malah tidur?" Tanya Bhumi sudah menyelesaikan tugasnya.

Aqila mengusap matanya dan menguap beberapa kali. Dia mengerjapkan matanya melihat Bhumi yang tengah menatapnya. Apakah dia tertidur? Dia memang mengantuk dan merasa lelah hari ini. Mungkin karena itu dia bisa tidur begitu pulas di kamar Bhumi.

"Maaf ya den. Hari ini saya banyak kerja. Den Bhumi udah selesai?" Tanya Aqila.

"Udah!"

"Saya balik dulu ya den! Ini juga udah malam banget. Hoamm..."

"Pergi sana!" Usir Bhumi.

Aqila menutup pintu kamar Bhumi dan menyisakan Bhumi yang sedang menunduk dalam. Bhumi mencengkram rambutnya dan menatap pintu untuk jalan keluar Aqila tadi.

"Kenapa gue bisa suka dia sih? Dia itu cuma pembantu!" Bhumi menghempaskan tubuhnya di tempat tidur.

Bhumi menutup wajahnya yang begitu merah. Dia salah. Dia sangat salah. Menyukai pembantunya sendiri? Sungguh selera Bhumi menjadi sangat turun drastis dibandingkan perempuan yang pernah dia sukai sebelum ini. Tapi...

"Gue bisa gila!"

Aqila membuka pintu dan mendapati Bi Ijah yang masih terjaga. Dia tersenyum dan berniat untuk tidur lagi melanjutkan mimpinya menjadi kaya raya 7 turunan.

"Dari mana?" Tanya Bi Ijah.

"Dari belakang!" Bohong Aqila.

"Jam segini buat apa?"

"Cari udara segar, saya nggak bisa tidur." Bohong Aqila.

Bi Ijah pasti curiga jika tahu berada di kamar Bhumi sampai larut malam seperti ini. Apalagi beberapa kali Bi Ijah menatapnya tak suka jika terlalu dekat dengan Bhumi dan teman-temannya. Tapi bagi Aqila itu semua bukan sesuatu yang harus dipikirkan. Hari ini dia sangat lelah dan mengantuk. Biarkan saja tentang apa yang Bi Ijah pikiran. Aqila hanya ingin tidur saja malam ini.

🔎🔎🔎

Salam ThunderCalp!🤗

Jangan lupa like, komen, dan share!

See you...

Agent House ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang