"Hiskkk..."
"Kenapa nangis?"
"Saya takut! Hiskk..." Aqila menunduk dalam menyembunyikan wajahnya yang menangis keras.
Dia baru saja mengalami hal mengerikan di jalan. Bagaimana dia tidak menangis saat mereka berdua hampir saja bertabrakan dengan truk? Tubuh Aqila begitu bergetar hebat, rasanya dia tidak mampu lagi untuk berjalan. Bhumi merasa sangat bersalah melihat betapa takutnya Aqila. Ini salahnya tapi dia menikmatinya juga. Bhumi tersenyum dan menepuk kedua bahu Aqila.
"Jangan nangis! Lo nggak akan kenapa-kenapa. Selagi ada gue semuanya baik-baik saja! Hapus air mata lo, sebentar lagi kita mau ketemu temen gue!"
"Hiskkk... Teman yang mana lagi sih den?" Tanya Aqila menghapus air matanya.
"Temen futsal gue. Gue mau minta tolong sama lo!"
"Minta tolong sama saya?" Aqila mendongak dan melihat wajah Bhumi.
Apa yang dirinya bisa bantu?
"Pura-pura jadi pacar gue!"
"Hah? Pacar?"
"Lo cukup diam aja! Gue yang akan bicara! Pokoknya lo harus mau!" Bhumi menarik tangan Aqila masuk ke dalam cafe.
Sebelum Aqila bisa menjawab atau menolak mereka langsung berhadapan dengan teman-teman Bhumi. Aqila meneguk ludahnya susah payah, bagaimana dia bisa berbohong dengan banyaknya anak-anak disini? Mereka terlihat seusia dengan Bhumi. Masalah lainnya adalah mereka juga membawa pacar mereka masing-masing.
"Sorry telat!"
"Wihhh... Lo bawa pacar lo?" Tanya seorang anak laki-laki di antara mereka.
"Gue nggak tahu kalau lo punya pacar! Anak mana?"
"Cakep juga! Pinter ya lo pilih pacar!"
"Akhirnya Bhumi punya pacar juga. Kenalin dong!" Pinta teman Bhumi.
Aqila begitu gugup dan memegangi tangan Bhumi butuh bantuan. Kenapa banyak orang yang bertanya? Dia tidak tahu harus menjawab apa.
"Namanya Rachel!"
Rachel? Aqila melihat Bhumi yang sedang menjawab pertanyaan teman-temannya.
"Dia dari Bandung, baru hari ini dia kesini mau ketemu gue. Iyakan sayang?" Tanya Bhumi pada Aqila.
"Hmm? Ohh... I-ya!" Aqila mengangguk kaku.
"Pfttt... Kenapa lo gugup banget sih! Duduk aja dulu." Pinta seorang anak perempuan disana.
Bhumi dan Aqila duduk bersama mereka. Aqila terus memegangi tangan Bhumi. Bagaimana jika dia mengatakan sesuatu yang salah disini? Dia takut memperlakukan Bhumi atau membuatnya malu. Bhumi menggenggam tangan Aqila begitu erat. Dia tahu gadis disampingnya sangat ketakutan. Ini memang rencana gilanya. Bhumi tidak mau terus-menerus jadi bahan ejekan semua orang karena tidak memiliki pacar. Sebenarnya banyak yang menyukainya hanya saja Bhumi adalah anak pemilih. Kriterianya sangat tinggi!
"Kelas berapa?" Tanya seseorang di samping Aqila.
"11!" Jawab Bhumi cepat.
"Gue nggak tanya sama lo. Udah berapa lama sama Bhumi?" Orang itu menatap Aqila lekat.
"Hmm... 1 tahun!" Jawab Aqila.
"Lo bener pacarnya Bhumi? Jangan-jangan pacar sewaan lagi! Buktikan dong kalau kalian benar-benar pacaran. Gue nggak yakin sih Bhumi suka sama cewek kayak lo!" Anak di samping Aqila melihat Aqila dari atas ke bawah.
Pakaian Aqila memang bukan pakaian mahal seperti mereka. Bukan juga barang branded. Aqila melirik Bhumi yang menatap laki-laki di sampingnya.
Bagaimana cara membuktikannya? Aqila memang hanya pacar pura-pura Bhumi saja.