11. Teror 2

183 22 0
                                    

"Den Bhumi yakin mau temenin saya beli sayur? Bukannya Den Bhumi mau pergi sama temen-temen Den Bhumi? Kenapa ikut saya?" Tanya Aqila pada Bhumi.

"Nggak jadi. Gue lagi malas futsal. Lo mau beli apa?" Tanya Bhumi masuk ke dalam mobil.

"Semua di daftar ini. Tadi nyonya suruh saya beli bahan-bahan yang udah habis. Eh ternyata semuanya hampir habis. Terus saya disuruh beli di supermarket. Emang disini nggak beli di pasar aja den? Kan lebih murah!"

Kenapa harus di supermarket? Pasti bahan-bahan disana sangat mahal. Aqila juga diberi kartu bukannya uang. Bhumi menarik tubuh Aqila masuk ke dalam mobil dan membuatnya begitu dekat dengannya.

"Mama nggak suka beli di pasar."

"Ohhh... Gitu."

"Pak, ke supermarket!" Pinta Bhumi pada Pak Helmi di depan.

"Siap den!" Pak Helmi menjalankan mobil keluar dari rumah. Beberapa orang mengikuti mobil mereka sebagai pengawalan untuk beberapa hari ini.

Aqila bisa tahu bahwa Gunawan memang tidak ingin sesuatu kepada keluarga kecilnya sampai-sampai meminta orang mengawal mereka. Dia seperti presiden yang perlu di kawal. Aqila tersenyum dan mengeratkan tasnya. Ternyata seperti ini menjadi orang kaya.

Bhumi memperhatikan penampilan Aqila dengan seksama. Hari ini penampilan gadis didekatnya sangatlah berbeda apalagi dengan dress putih selutut dengan cardigan biru memberikan aura lain yang membuat Bhumi terdiam. Apakah Aqila memang memiliki aura menenangkan seperti ini? Bahkan wajah gadis itu terlihat begitu cantik tanpa make up yang terlalu banyak diwajahnya.

"Den!"

"Den Bhumi!" Teriak Aqila memecahkan fokus Bhumi.

"Apa?" Bhumi beralih menatap mata Aqila.

"Den Bhumi bisa jauhan? Saya udah di pojok lho ini!" Pinta Aqila.

Bhumi melihat dirinya dan Aqila. Sejak kapan dia berada di pojok dan mengurung Aqila seperti ini? Buru-buru Bhumi menarik tubuhnya dan berada di ujung lain. Dia memang sudah tidak waras! Bhumi merutuki kesalahannya lagi dan lagi. Jangan sampai Aqila tahu apa yang terjadi semalam.

Pak Helmi hanya mampu menahan senyuman di depan. Dia tahu ada sesuatu di antara mereka. Tapi hanya Bhumi yang bisa merasakannya sedangkan Aqila hanya anak yang tidak tahu apapun. Tapi mau bagaimanapun mereka tidak mungkin bersatu. Pak Helmi merasa kasian pada tuan mudanya. Majikan dan pembantu tidak mungkin bisa menyimpan rasa satu sama lain. Mereka berbeda kasta!

"Semoga kalian diberi jalan sama yang di atas!"

🔎🔎🔎

Aqila mengambil beberapa sayuran yang telah dia pilih. Juga buah-buahan untuk menunjang kesehatan Keluarga Gunawan. Sebagai seorang pembantu rumah tangga yang baik, dia harus memperhatikan gizi dan nutrisi mereka. Bhumi hanya mengikuti Aqila dari belakang seperti seorang suami yang membawa troli belanja istrinya.

"Lihat itu, masih muda udah nikah aja!"

"Iya, tapi ganteng sama cantik! Cocok!"

"Suaminya ganteng! Beruntung banget istrinya!"

Bhumi tersenyum dan terus menerus menatap Aqila yang sibuk memilih bahan makanan. Apakah seperti ini rasanya menikah muda? Jika bisa Bhumi juga mau menjadi suami Aqila secara nyata. Biarlah jika Aqila hanya pembantu, toh dia lebih pintar dari Bhumi. Cuma perlu belajar untuk mendapatkan ijazah SMA. Aqila pasti bisa kuliah seperti dirinya kelak. Bhumi harus memintanya kepada papanya untuk menyekolahkan Aqila. Dengan begitu mereka pasti bisa menikah tanpa halangan rintangan.

Agent House ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang