14. Pertemuan Penting

176 21 0
                                    

"Pak, beberapa orang sudah mendapat surat ancaman. Kita harus bagaimana?" Tanya Sekretaris Gunawan.

Gunawan masuk ke dalam ruangannya dengan sangat marah. Sudah pasti orang itu pelakunya, dia tidak akan mundur satu langkah pun! Walau ini bisa mengorbankan keluarganya tapi Gunawan percaya keluarga akan baik-baik saja. Ditambah dia memiliki seseorang yang akan menjaga keluarga kecilnya itu.

"Tetap lanjutkan! Kita tangkap dia besok!" Gunawan tetap akan maju ke garis depan.

Satu ikan besar akan tertangkap dan lainnya akan mengikutinya. Gunawan menatap kumpulan dokumen di mejanya. Ini sudah cukup menjadi bukti keterlibatan orang itu dalam mengelapkan dana selama ini. Bukan hanya jumlah kecil, tapi jumlah sangat besar dan membuat negara ini rugi. Gunawan tidak bisa membiarkannya terus berkeliaran! Dia harus tertangkap!

🔎🔎🔎

"Tumben kamu ingin bertemu saya!"

Aqila membuka sedikit kacamatanya dan mendekati Rendra didepannya. Karena dia dalam masalah serius berkat Rendra. Aqila ingin meminta ganti rugi menjadi mata-mata secara mendadak seperti ini!

"Pak! Saya mau Pak Rendra tambahkan gaji saya! Saya hampir mati tertembak! Saya juga hampir di pukuli sama orang kemarin! Bapak nggak tahu beritanya?" Tanya Aqila.

"Pfttt... Jadi pertemuan rahasia kita ini hanya untuk itu?" Tanya Rendra.

"Iya! Masa saya udah hampir mati nggak ada kompensasi? Saya juga nggak bisa bertarung kayak yang lain! Pakai senjata aja saya nggak bisa. Ini malah saya berurusan sama orang-orang pakai senjata! Hah... Pak, kasusnya makin besar pak! Saya hanya temukan orang-orang di daftar ini saja yang dekat dengan Keluarga Gunawan!" Aqila menyerahkan kertas pada Rendra.

Semalam dia membuatnya, dari teman Bhumi, teman arisan Kemala, pembantu dekat rumah, dan orang-orang yang datang. Semuanya Aqila laporkan pada Rendra.

"Hanya ini?"

"Iya! Orang-orang itu yang keluar masuk selama beberapa hari ini dan berhubungan langsung dengan Keluarga Gunawan."

"Saya akan selidiki! Mungkin beberapa hari ke depan kalian akan mendapatkan teror lainnya. Jaga dirimu baik-baik!"

"Saya tahu! Pak, apakah setelah kasus ini selesai saya bisa kembali menjadi OG?" Tanya Aqila.

"Apa kamu tidak tertarik menjadi agent?" Bisik Rendra.

"Hmm... Saya rasa saya tidak cocok dengan tugas ini. Saya tidak kuat, saya juga tidak bisa apa-apa selain pekerjaan rumah tangga. Jika untuk pekerjaan lebih berbahaya lain, saya tidak bisa. Maaf!" Aqila merasa lebih cocok kembali menjadi OG setelah kasus Keluarga Gunawan selesai.

Rendra tersenyum dan menepuk kepala Aqila pelan. Dia tahu gadis ini hanya tidak mengerti pekerjaannya saja. Kemampuannya. Keahliannya. Semuanya mampu memenuhi syarat menjadi seorang mata-mata. Dibandingkan orang lain, Rendra lebih percaya pada Aqila.

"Pikirkan baik-baik! Kamu adalah seseorang yang bisa melakukannya. Percaya dirilah!"

Apa Aqila bisa menjadi agent?

Aqila menatap Rendra yang percaya padanya. Tapi apakah dia percaya pada dirinya sendiri?

🔎🔎🔎

"Den Bhumi? Den Bhumi nggak sekolah?" Tanya Aqila membawa sayuran ditangannya.

"Lo darimana?" Tanya Bhumi menyilangkan tangannya di depan dada.

"Beli sayuran ini di pasar. Kemarin saya lupa beli sayur jadi saya beli deh di pasar. Den Bhumi bolos?" Tanya Aqila lagi.

Bhumi menggaruk kepalanya dan duduk di meja makan. Dia memang bolos hari ini karena malas sekolah dan papanya juga membuatnya tidak sebebas dulu membawa motor jadi dia tidak berangkat saja hari ini. Aqila membawa sayurannya di dapur dan memulai membuat makanan untuk makan siang.

"Daripada gue kayak kemarin. Lebih baik gue bolos aja."

"Bude Ijah mana den?" Tanya Aqila.

"Di atas sama mama. Mereka mau pergi besok, lo nggak apa-apa tinggal disini cuma sama gue?" Bhumi ingin tahu pendapat Aqila.

Apakah dia keberatan?

"Emang kenapa den? Pak Helmi juga masih disini, tuan juga." Aqila mengiris sayuran dan memasak kesana-kemari dengan cepat.

"Lo nggak takut?"

"Takut apa? Hantu?"

"Bukan, maksud gue. Apa lo nggak takut kalau mereka datang ke rumah ini? Gue rasa mereka bisa datang kapan aja. Apa lo nggak takut?" Tanya Bhumi.

"Takut sama yang di atas den. Kita juga banyak penjaga di depan. Jadi apa yang perlu di takutkan? Kalau mereka datang ke rumah ini. Kita harus sambut mereka!" Aqila tersenyum dan memotong ikan di depannya.

Bhumi mengangguk-angguk kepalanya, jadi apa yang harus mereka lakukan untuk menyambut mereka? Apa Aqila sudah tahu apa yang ingin dia lakukan? Bhumi menatap punggung Aqila yang sibuk memasak. Dia seperti seorang suami yang menunggu istrinya memasak. Bhumi berjalan mendekati Aqila dengan perlahan.

"Den Bhumi tolong tanya sama nyonya. Nyonya mau ikan goreng atau ikan pepes. Saya mau masak kangkung dulu!" Aqila berbalik cepat melihat Bhumi berdiri di belakangnya.

"Kok lo tahu gue mau kesini?"

"Den Bhumi mau kagetin saya? Jangan macam-macam deh den. Untung saya belum sempat lempar pisau ke Den Bhumi tadi. Coba kalau iya, pasti saya masuk penjara. Tolong saya den tanya ke nyonya. Saya masih harus masak yang lain nih!" Pinta Aqila.

"Gue tanya sekarang." Bhumi menghembuskan napasnya dan pergi ke lantai atas.

Aqila memegangi pisaunya kuat-kuat, dia memang hampir melemparkan pisau ini tadi. Jika dia tidak menahan dirinya, mungkin saja Bhumi telah terluka parah. Dia harus berhati-hati dengan kepekaannya. Tapi kenapa saat Dareen membekap mulutnya, dia tidak merasa kehadiran Dareen? Kenapa bisa begitu?

Dia harus segera meminta hasil pemeriksaan dari Rendra. Dia menjadi curiga pada Dareen. Kenapa bisa Dareen berada di supermarket? Kenapa dia juga bisa berada di toilet dan membantunya bersembunyi? Aqila tersenyum dan mengangguk kecil, dia sudah tahu sekarang siapa yang harus dia curigai.

🔎🔎🔎

Salam ThunderCalp!🤗

Jangan lupa like, komen, dan share!

See you...

Agent House ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang