kebebasan

1.3K 83 9
                                    

"itu si freak kan?" seorang remaja dengan seragam abu abu nya melangkah dengan menundukkan kepalanya. rambutnya ia biarkan untuk menutupi kedua matanya. ia memakai kacamata berwarna hitam kemudian melangkah dengan kepala yang tertunduk dengan tangan masuk ke dalam saku celana nya.

"eits, mau kemana lo?" langkahnya yang memang tengah tergesa untuk cepat cepat melarikan diri dari lorong terpaksa ia hentikan ketika seorang pria mencekal tas nya. dalam diam, ia menghela napas panjang. "awas, gue mau ke kelas" lirihnya.

"mau ke kelas katanya" dia kembali diam ketika tawa lima orang pria yang merupakan kakak kelas nya terdengar memenuhi lorong ruang kelas sepuluh. Lima orang pria yang sudah terkenal seantero sekolah dan paling ditakuti tentu saja tidak akan ada yang berani menegurnya. Siapa yang tidak kenal dengan mereka sih jika salah satu diantara mereka adalah putra ketua komite sekolah yang akan selalu berlindung di bawah ketiak sang ayah jika berbuat masalah. Rambutnya dipotong undercut dengan tindik pada kedua telinga dan hidungnya. ia tidak memakai dasi maupun ikat pinggang. membuktikan kalau dia masuk sekolah favorit ini hanya dengan jabatan sang ayah.

"ngapain buru-buru? sini lah main main dulu sama kita" pria dengan rambut hitam legam serta kacamata itu tetap diam dan menunduk walaupun pipinya ditepuk ah sepertinya lebih mirip dipukul daripada ditepuk.

"bisu ya lo? mulut lo kemana?" dia masih diam walau tubuhnya mulai tidak stabil karena kerah lehernya sekarang ditarik. tatapannya tetap datar, tidak menunjukkan ekspresi apapun.

"duit lo mana?" ia masih berekspresi datar. "nggak bawa. gue nggak bawa duit" ia akhirnya bersuara. lirih suaranya karena dia sedikit kesulitan dalam bernapas karena leher nya terasa tercekik. "ngga bawa? jaman sekarang ngga bawa uang?" kakak kakak kelas di depannya terkekeh sinis, tawanya terdengar menggema sepanjang lorong. beberapa kali ia melihat ada tatapan iba ke arahnya saat ia hanya berusaha memejamkan matanya saat tas nya dirampas begitu saja.

"buka tas nya. lihat ada duit nya ngga nih orang" perintahnya. adik kelas yang malang itu hanya bisa menatap pasrah buku buku nya yang berceceran serta sebuah kotak makan berisi nasi dan telur mata sapi sebagai jatah hariannya yang kini berceceran di sepanjang jalan.

"lo beneran miskin ya ternyata? hp ngga punya, duit ngga ada. bekal cuma ah ini mah pakan ayam rumah gue. tempatnya bukan disini tapi di.." pria itu membulatkan matanya saat bekal yang merupakan satu satunya jatah harian makannya mendarat mulus di tempat sampah.

Ketika dia hendak merayap untuk mengambil tasnya, punggung tangannya terasa berat sesaat sebelum rasa nyeri menjalar. Dia hanya bisa meringis dalam diam ketika sepasang sepatu mendarat di punggung tangannya. Dia bahkan tidak repot repot untuk membuka mulutnya serta berteriak kesakitan.

"kak?" kakak kelas yang tengah berusaha menginjak pria yang mendapat julukan freak itu menoleh ke arah sumber suara dimana seorang anak kelas satu dengan rok span dibawah lutut, serta rambut yang dikuncir kuda memanggilnya.

"hai sayang" mendengar adik kelas yang belakangan tengah dekat dengan dirinya itu mendekat, ia segera memundurkan langkahnya agar tidak bertumpu pada punggung tangan adik kelasnya yang sekarang sudah merah hampir biru.

"ada apa?" tanyanya sambil melihat lihat sekitar. mata kucingnya berkilat kilat terkena pantulan cahaya matahari. pria bertindik itu tersenyum lebar kemudian merangkul adik kelas yang menjadi 'target' nya untuk kesekian kali.

"ngga ada apa-apa. yuk aku anterin kamu masuk kelas. sebentar lagi bel kan? yuk aku anterin" rangkulnya setengah merayu. gadis itu melihat ke arah pria dengan kondisi tengkurap dengan penasaran. "tapi itu.."

"bukan apa apa, yeji. yuk masuk yuk. aku anterin sampai kelas" pria bertindik itu merangkul sambil mengecup bibir gadis bernama yeji itu untuk mengalihkan pandangannya dari si freak yang tengah telungkup di lantai.

DOUBLE TROUBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang