the emotions

413 83 6
                                        

"sorry gue telat, ada urusan tadi di rumah" jeno masuk ke dalam sebuah rumah yang ukurannya tidak bisa dibilang kecil walau hanya satu lantai.  ia masuk ke dalam satu ruangan dimana ada seseorang tengah mengerjakan sesuatu di balik meja akrilik.

" duduk, jen" pintanya kepada jeno yang diangguki. jeno menurunkan resleting jaketnya, menyampirkan jaket tersebut ke gantungan yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. ia kemudian melangkah dan duduk di depan pria yang tengah menandatangani sesuatu. setumpuk berkas dengan map berwarna biru menumpuk di depan jeno yang hanya bisa menggoyang-goyangkan kakinya bosan, menunggu pria di depannya untuk menyelesaikan pekerjaanya lebih dahulu.

"udah selesai bang?" tanyanya ketika pria yang ia  panggil bang itu menutup map terakhir dan meletakkan pulpennya kembali ke  tabung yang berisi pulpen, pensil, dan alat tulis lainnya. "udah. sorry bikin lo nunggu. gue habis ttd proyek soalnya. mau minum apa? bir atau cola?" pria itu bangkit menuju kulkas mini yang ada di ruang kerja. "cola aja, gue bawa motor soalnya" jeno menjawab apa adanya.

pria di depannya berdecih. "minum juga lo kaga pernah mabok" ujarnya sambil melempar sekaleng soda berwarna merah yang langsung di tangkap jeno. ia mengambil minuman yang sama membukanya hingga terdengar suara yang begitu nyaring sebelum duduk kembali di kursi kebesarannya.

"jadi, bang taeyong kenapa lo manggil gue?" taeyong, pria yang dipanggil 'bang' selama ini oleh jeno menyandarkan badannya di kursi. meneguk cola nya dan memuar mutar jari telunjuknya di kaleng soda.

"kepolisian udah curiga sama lo, mereka lagi ngejar lo" jeno yang tengah duduk bersandar menatap taeyong dengan alis kanan yang terangkat. "kok bisa?"

taeyong berdecih. "kok bisa?" ulangnya sinis. "lo ngga ngelakuin itu dengan bersih, bagi yang terakhir kali jen" jeno mengingat-ingat, siapa yang menjadi korban terakhirnya karena semuanya terlalu banyak. dia sudah menghabisi banyak orang dan menjadi 'dokter bedah' dadakan,  ia sedikit  lupa mana korban yang  memiliki jejaknya.

"mereka tahu kalau jasad satu sama lain saling berkaitan,  semua luka yang lo buat ternyata mirip satu sama lain yang jadi signature punya lo dan mereka nemuin saksi kalau ada orang yang 'nangkap' target terakhir lo" jeno mendelik. "kok bisa? perasaan gue liat tempat itu bersih" ujarnya tidak terima dengan fakta itu.

"cowo itu bukan orang penting-penting amat. dia bapak-bapak umur  enam puluh lima atau enam puluh enam baru pulang bekerja dan ngeliat lo lagi berantem. tenang aja, mereka cuma tau kalau lo ada masalah sama cowo terakhir  karena gue tau lo  punya tempat khusus buat ekesekusi" taeyong meneguk cola dinginnya untuk kali terakhir sebelum melemparkannya ke tempat  sampah.

"lebih baik lo berhenti untuk saat ini, ini lebih darurat daripada biasanya" taeyong berujar.  "polisi ada dimana-mana. jangan sampai kegiatan lo keendus mereka. ngerti?" jeno menganggukan kepalanya, ia tahu hukuman apa yang menantinya jika ia berhasil dibawa oleh polisi. setidaknya ia akan mendapatkan hukuman  mati atau paling ringan ya hukuman seumur hidup.

"oke  kalau gitu, gue cuma mau ngomong  itu aja.." taeyong membuka laci meja kerjanya. mengambil sebuah kertas berwarna biru muda dengan nama jeno, melemparkan kepada pria di depannya. "dateng ke nikahan gue sama cewe lo, buat kalian berbaur sebisa mungkin dengan orang lain"

***

"AHH BODOH BODOH" jeno melempar bola nya keras-keras ke arah ring. bola itu mengenai papan dan memantul, tidak bisa masuk ke dalam ring dan kembali ke lapangan, memantul-mantul tak tentu arah dan jeno bahkan tidak ingin repot-repot mengambil kemana bola itu mengelinding.

jeno menoleh saat suara  bola terpantul ke papan dan masuk ke dalam ring terdengar. suaranya diiringi langkah kaki seseorang yang kembali melakukan dribbling dan memasukkan kembali bola berwarna oranye  itu ke dalam keranjang. "lo lagi kenapa dah?" pria yang datang yang tidak lain tidak bukan adalah mark bertanya  sambil menangkap bola yang terpantul kembali ke arahnya. ia kemudian duduk di samping jeno yang tengah meluruskan kakinya.

DOUBLE TROUBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang