"ada yang bisa gue bantuin kak? sorry tadi gue ada telat sebentar" yeji berlari dengan terburu-buru kepada kakak kelas nya yang masih melakukan koordinasi kepada rekan-rekannya dalam kegiatan kali ini, classmeet yang diadakan namun yeji harus menemui salah satu guru karena nilai uas nya ada yang kurang, padahal dia sudah berusaha secara maksimal.
kalau begitu biar semester depan dia nyontek jeno saja.
senior perempuan di depannya berbalik."oh yeji, itu lo langsung bisa ke section basket ya, soalnya bentar lagi mereka mau tanding di semifinal" yeji yang rambutnya kini sudah berwarna hitam lagi demi acara ini.
yeji kemudian kembali menuju lapangan basket dimana ada senior laki-laki disana tengah berdiri di dekat papan skor, ia kenal, mark, yang tengah melihat pertandingan osis sambil mencatat skor.
"sorry kak, gue telat. tadi ada ketemu guru dulu sebentar" ujar yeji meminta maaf kepada mark, mark menganggukan kepala. "santai aja, ji. yang penting alasan lo jelas. lo bisa jaga disini kan? kayanya mereka butuh wasit pengganti" yeji cepat-cepat mengangguk, untung saja papan skor berada di tempat yang teduh sehingga dia tidak harus berpanas panasan ria.
yeji melihat bagaimana mark dengan lihai memimpin permainan, ia bahkan sesekali menguap karena memang ia tidak terlalu mengerti bagaimana permainan ini berlangsung. ia hanya membalikan nomor ketika komentator mengutarakan bahwa salah satu mendapatkan poin.
"adek?" yeji tersentak saat mendengar suara ibunya yang berada tidak jauh dari dirinya. ia menoleh dan benar saja ia bisa melihat sang ibu tengah duduk dengan jarak dua kursi kosong.
ketika sang ibu bergeser, yeji menoleh dengan sigap. "stop disitu" ia berujar marah, tidak ingin didekati oleh sang ibu. sang ibu yang menyadari kalau yeji tidak mau diganggu hanya menghela napas, tetap berada di kursinya.
"kamu gimana kabarnya dek? kok kamu sekarang gemukan?" yeji berdesih mendengar basa-basi yang memuakkan di telinganya.
"dimana kamu tinggal?" yeji memfokuskan pandangannya ke arah mark yang sebentar lagi memberi kode bahwa pertandingan akan selesai.
"mau ngapain kesini?" yeji bertanya karena begitu muak dengan omongan sang ibunda. dia benar-benar tidak ingin disini sungguh, rasa trauma nya terhadap keluarga membuatnya ketakutan setengah main, bahkan tangan kanannya menggenggam rok nya agar tidak terlihat gemetar.
"hyunjin ada pertandingan" lirihnya. yeji melengos dan benar saja melihat hyunjin dan teman-temannya masuk ke dalam lapangan. tidak hanya itu, ia bisa melihat jeno juga berada di barisan inti tim padahal anak itu baru selesai lomba. hyunjin melihat yeji khawatir sementara jeno, dia masih berdiri, melakukan pemanasan dengan wajahnya yang datar.
"yeji, ibu minta maaf.." ibunya berujar lirih saat menyadari jarak yang dibuat anaknya ternyata begitu jauh, ia bahkan tidak mengerti apa yang tengah dilakukan oleh yeji sehingga ia tidak mendapatkan apapun informasi dari orang-orangnya, seolah yeji benar benar menghilang dari peradaban, padahal mereka tinggal di kota yang sama.
"berhenti, nyonya. ucapan maaf anda tidak membuat hidup saya kembali" yeji berujar sinis, ia kemudian bangkit dan melangkah ke salah satu temannya, meminta bergantian jaga dengan alasan ia hendak pergi ke toilet. untungnya temannya mau.
yeji benar benar berlari ke kamar mandi yang berada cukup jauh dari gelanggang olahraga, dia mencari kamar mandi yang sekiranya tidak ada orang yang mendengar apapun yang akan ia katakan nanti.
begitu sampai, ia langsung menutup bilik kamar mandi dengan keras, ia tidak peduli engsel kamar mandi itu rusak atau tidak, toh dia bayar untuk sekolah disini.
yang pertama kali ia lakukan adalah duduk di wastafel, membiarkan tangisannya turun diiringi dengan tubuhnya yang gemetar begitu hebat. ia tidak mengatakan apapun, semua umpatan yang hendak ia ucapkan hilang begitu saja digantikan dengan tangisan serta rasa gemetar yang begitu terasa. dadanya terasa sesak, ia bahkan sesekali merasakan kesulitan saat bernapas dan memukul mukul dadanya. semuanya terasa menyakitkan, adegan dimana dia meraung kesakitan di kamarnya sendirian karena minuman pemberian ayahnya kembali terputar, mengingatkan dirinya kalau dia pernah sekecewa itu dengan keluarganya sendiri.
yeji membutuhkan waktu lima belas menit untuk menyelesaikan tangisannya dan bernapas dengan normal. ia kemudian keluar dari kamar mandi, membasuh wajahnya di wastafel, merapikan rambut dan wajahnya agar tidak terlalu berantakan.
"buset. lo bisa ngga sih ngga ngagetin sekali aja" yeji mengusap dadanya begitu melihat jeno tengah berdiri di luar kamar mandi dengan kedua tangan yang dilipat di depan bahu. tubuhnya masih terbalut pakaian basket, sesekali terlihat basah pada lengannya karena keringat.
jeno mengangkat bahu. "bolos, yuk. males gue disini, terlalu ramai" jeno berujar tanpa dosa. yeji tentu saja senang sekali ketika diajak membolos, namun ia ingat kalau dia harus bertanggung jawab atas pekerjaannya karena kakak kelas perempuannya banyak yang sinis kepada dirinya.
"gue udah izinin lo ke mark, santai aja. ngga ada yang tau" jeno berujar sambil melangkah dengan memunggungi yeji, yeji melihat itu segera berlari mengikuti jeno yang tengah berjalan dengan santai menuju parkiran.
"kenapa? aneh muka gue?" yeji bertanya panik ketika jeno melihat ke arahnya.
jeno menatap yeji sekilas. "raise your head, princess, you're the main character, not them"
***
yeji membuka matanya setelah berjam-jam ia tertidur. setelah pulang sekolah atau lebih tepatnya membolos tadi, ia memilih langsung mandi dan memutuskan untuk tertidur tanpa makan terlebih dahulu.
dan dia terbangun ketika perutnya mengeluh kelaparan dan gemuruh petir terdengar beserta bunyi hujan yang begitu deras.
ketika ia membuka mata, ia tidak melihat keberadaan jeno dimanapun. bahkan ia melihat komputer milik jeno dalam kondisi mati, pertanda memang pria itu tidak ada disini.
tidak ingin memperpanjang pemikirannya, ia kemudian melangkah menuju dapur, memilih untuk mencari sesuatu yang bisa mengganjal perutnya. ia menemukan mie instan di lemari atas kemudian memasaknya.
sembari ia menunggu air untuk mendidih, ia berjalan untuk menutup jendela yang ternyata masih terbuka. "buset deras amat hujannya" ia berkomentar melihat beberapa bagian taman apartemen tergenang air. sepertinya hujan sudah lama turun dan membuat air menjadi tergenang.
ia memakan mie nya sambil duduk di sofa ruang tengah, duduk sembari mengunyah mie dan melamun, tidak memikirkan apapun. hanya termenung mendengar suara hujan sambil sesekali mengunyah dengan pelan.
"jeno?" ia menoleh saat mendengar bunyi pintu apartemen yang terbuka dari luar. ia kemudian berjalan menuju pintu, meletakkan mangkuknya untuk melihat apakah itu jeno yang baru saja datang atau ada seseorang yang tengah berusaha masuk ke dalam apartemennya.
yeji menghentikan langkahnya begitu melihat sosok yang berada di pintu masuk. pria dengan mantel hitam dan sepatu kulit yang basah karena terkena hujan. di tangannya ada sebuah palu yang ujung runcingnya berkilauan cairan kemerahan yang yeji kenal adalah darah dan bisa yeji simpulkan bahwa
jeno baru saja kembali berburu.
bukannya takut, ia malah melangkah maju. "baru pulang? gue lagi makan mie. lo mau? apa gue bikinin coklat hangat buat lo?" ia bertanya, sementara jeno hanya menatap yeji yang mendekat dengan datar.
"know your boundaries, Natasha" ia bersuara dengan dingin. tatapan nya dibalik tudung mantel yang begitu tajam serta senjata hasil berburunya membuat yeji berhenti, jika orang lain melihat jeno tentu saja ia akan ketakutan karena sudah tahu kalau jeno baru saja membunuh seseorang.
tapi yeji adalah yeji, seseorang yang entah gila atau tidak waras, ia menatap jeno dengan tatapan yang sama. "i wont, javier"
—————
jangan lupa untuk tinggalkan jejak disini ya bestie! thank you for reading💗

KAMU SEDANG MEMBACA
DOUBLE TROUBLE
Fiksi PenggemarNatasha Yeji merupakan anak seorang konglomerat terkenal. Dia hidup dengan rengkuhan harta serta kasih sayang. Semua orang menjaganya agar tidak ada siapapun berani menyentuh gadis cantik ini. ia tidak pernah jatuh cinta sebelum bertemu dengan kakak...