Dua siswa SMA Semesta terlihat berjalan santai di tengah lapangan tanpa setelan seragam. Salah satunya memakai kaos tanpa lengan dengan kacamata hitam. Dia menyapa hampir setiap manusia yang dilewati, sedangkan temannya yang berwajah datar memakai jaket berkupluk, jalan mendahului tanpa peduli siapapun.
Gedung ekstrakulikuler menjadi tujuan mereka, terutama pada Gedung A. Jam-jam istirahat banyak siswa berkeliaran di sini, begitu ramai dan berisik. Namun, suara gesekan biola yang merdu dapat terdengar dari lantai atas gedung B. Siswa dengan jaket kupluknya sempat mendongak dan terdiam sejenak. Senyum tipis muncul, mencoba mendengarkan dengan seksama suara berirama tersebut.
Angin perlahan berhembus, menerbangkan daun-daun gugur dan tirai di ruang musik. Terlihat samar sosok di balik jendela kaca, tengah bermain biola. Kupluk yang menutupi kepalanya pun terjatuh, Gita menunduk.
Entah kebetulan atau disengaja, sosok berambut putih tengah berjalan ke arahnya. Rambut putihnya terkoyak angin, tapi tidak membuatnya berhenti. Gita menoleh sesaat pada Olla yang tengah sibuk bercengkrama dengan teman-temannya. Hingga sebuah amplop kecil menelusup ke dalam genggamannya. Azizi mengedipkan sebelah mata pada Gita dengan senyum kekehannya, kemudian berlari pada Olla dan menarik celananya.
"Woy, setaaaann!!" Olla segera membenahi celana cargo-nya. Untung tidak benar-benar turun, bisa ditertawakan orang-orang nanti.
"Sempak lo gambar minions!!" Azizi tertawa keras. Segera berlari menjauhi Olla.
"Jangan kabur lo!"
Amplop yang berhasil diselipkan Azizi disentuh perlahan dengan jemarinya. Gita mengerjap dan melangkah tanpa mempedulikan Olla dan Azizi yang sedang kejar-kejaran. Sorak-sorai murid lain memeriahkan aksi keduanya, seirama dengan menghilangnya merdu suara biola yang tadi sempat mendistraksi.
"Lah, Kak Gita kemana dah?" Olla memelankan langkahnya saat menyadari ketiadaan Gita. Tangannya berkacak pinggang sambil mengatur napas. "Awas lo Zee gue kerjain balik nanti!!!"
***
Adel terus mengamati Marsha yang tengah berkutat dengan laptop. Dia tengah mendesain layout majalah yang akan keluar bulan depan. Pekerjaannya sangat rapi dan cantik. Sesungguhnya Adel ingin membantu, tapi Marsha terlihat tidak membutuhkan bantuan siapapun. Alhasil, Adel terlihat seperti orang yang gabut.
Marsha diam-diam mengamati pergerakan Adel. Matanya melirik saat tangan Adel memilah tumpukan kertas yang ada di mejanya. Dia tersenyum saat Adel mengambil majalan Pandora yang pernah terbit sebelumnya.
"Lo keren bisa ngelakuin ini sendirian." Adel membuka tiap lembar majalah. Bukan hanya tulisan, ada beberapa foto dan gambar animasi untuk mendukung tiap rubrik. "Gila, lo juga yang buat ini?"
Senyum Marsha terbit, dia mengangguk. "Gue suka gambar."
"Gue juga suka gambar."
"Oh iya?"
"Tapi kadang-kadang aja, kalau lagi suntuk." Adel melirik sekilas meja kosong di sebelah meja besar milik Gita. "Mungkin kita bisa gambar bareng?"
"Boleh banget!" Marsha menyimpan dokumen hasil layout majalah, kemudian menutup software-nya. "Gue suka ngebayangin punya temen yang juga bisa gambar, terus kita gambar bareng!"
Laptop Marsha kini menampilkan dekstop dengan foto anggota pandora sebelum Adel bergabung, alhasil menarik atensinya. "Kalau Azizi Asadel? Lo deket 'kan sama dia?"
Melihat pandangan Adel, senyum kecil muncul di wajah Marsha. "Dia kalau gambar suka yang aneh-aneh, apalagi kalau udah sama Olla."
"Contohnya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
PANDORA: The Lost Child [END]
FanfictionPandora merupakan ekstrakulikuler di SMA Semesta. Komunitas yang menerbitkan majalah dan mading sekolah. Namun, di balik semua itu Pandora merupakan kelompok khusus buatan kepala sekolah untuk menyelesaikan berbagai misi rahasia. Hanya saja salah sa...