Amanda menyentuh lembut bulu kucing putih yang sedang lahap dengan makanannya. Dia menaruh makanan kucing di tempat lain dan beberapa kucing jalanan segera berlari mendekat. Senyum muncul di bibir saat cahaya bulan berhasil mengintip dari sela kupluk hoddie-nya. Setiap malam Amanda berkeliling hanya sekedar untuk memberi makan hewan-hewan ini. Setelah selesai dia akan kembali melangkah menuju ruang bawah tanah---kediamannya.
Lengan Amanda perlahan merogoh kantong celananya. Sebuah pesan dari Marsha muncul di sana, ternyata para anggota Pandora sudah berkumpul di kediamannya. Mau tidak mau Amanda harus melangkah lebih cepat dari biasanya, walau pun dia sebenarnya enggan.
"Masih lama, ya?" suara Marsha menggema. Pesan yang diterima tidak dibalas Amanda, membuat Marsha akhirnya melakukan sambungan suara.
"Bentar, otw!" jawab Amanda santai. Sebelah tangannya dimasukan ke dalam saku hoddie.
"Tolong lebih cepet, ya? Ini Ashel udah marah-marah."
"Iya!"
"Lo udah mandi 'kan?"
"Udah, Marsha. Sekarang gue rajin mandi."
"Ih, bisa gitu? Siapa yang buat lo berubah sedrastis ini? Jangan bilang gue?"
"Dih, pede gila!"
"Hayo, siapa?"
"Nggak ada, udah ini gue hampir sampai!"
"Oke, deh!"
Panggilan terputus dan Amanda bisa melihat mobil milik Olla terparkir di atas kediamannya. Lebih tepatnya di salah satu perumahan dengan akses bawah tanah. Bisa dikatakan, tempat tinggalnya sangatlah luas. Yah, Amanda memerlukannya, karena banyak alat yang dia miliki, serta tempat yang tersembunyi.
Dia mulai menelusuri sebuah lorong dengan seorang gelandangan yang merupakan salah satu informan tengah berjaga. Tangan kanannya segera menekan handel dan segera terpampang Ashel menarik ujung kerah kaos Olla dengan wajah tersulut. Marsha terlihat mengamati beberapa barang milik Amanda, sedangkan Gita hanya duduk memperhatikan Ashel dan Olla. Mata Amanda menyipit saat menemukan sosok asing memakai hoddie tertutup dengan kedua tangan di belakang kepala. Ah, ternyata ini anggota Pandora yang baru.
"Bagus!" Ashel membuang Olla dan menyadari kehadiran Amanda. "Kirain lo nggak bakal keluar kandang, tapi tetep aja nggak tepat waktu sesuai janji."
Ya, Pandora telah menghubunginya satu minggu yang lalu dan meminta Amanda untuk menemukan apapun yang berkaitan dengan Freemason. Tentu saja cakupan Amanda lebih luas, banyak informasi kecil yang mungkin disembunyikan, tapi mampu diterobosnya. Amanda berdeham dan mengedikan bahu, Ashel selalu mengkritiknya.
"Peninggalan Freemason cukup banyak, untuk saat ini setiap berkumpul mereka lebih sering nyewa hotel, karena kehadiran mereka tabu di sini." Amanda mulai menyalakan perangkat kerasnya.
Ruang temaram mulai terang dengan warna biru neon yang lebih mendominasi. Anggota Pandora sempat takjub, mengagumi bagaimana ruangan Amanda terlihat seperti latar film dengan tema teknologi canggih. Namun, Amanda tetaplah Amanda, Ashel berhasil menemukan beberapa benda yang menumpuk tidak rapi, kertas-kertas masih berserakan, walau pun dia tahu Amanda sudah berusaha keras untuk menciptakan ruangan yang bersih.
"Jadi mereka masih ada?" Olla mendekat untuk menatap layar komputer yang sudah menampilkan beberapa dokumentasi Freemason, gambar-gambar yang terlihat tua, kemudian berganti dengan foto terbaru.
"Masih, tapi sembunyi-sembunyi." Amanda menatap Olla sekilas. "Kelompok yang masih beroperasi kuat dan dekat dari sini ada di Australia."
"Itu mereka beneran nyembah iblis, ya?" Olla kembali bertanya, kali ini sambil bergidik ngeri melihat beberapa tokoh besar di negara ini merupakan orang penting di Freemason.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANDORA: The Lost Child [END]
FanfictionPandora merupakan ekstrakulikuler di SMA Semesta. Komunitas yang menerbitkan majalah dan mading sekolah. Namun, di balik semua itu Pandora merupakan kelompok khusus buatan kepala sekolah untuk menyelesaikan berbagai misi rahasia. Hanya saja salah sa...