Motor Azizi berhasil masuk garasi rumahnya dengan selamat. Dia membuka helm dan mengibaskan rambutnya ke kanan-kiri, hal tersebut tidak luput dari pandangan Marsha yang telah bebas dari helm-nya sendiri. Gadis berkacamata tersebut perlahan menyentuh lembut rambut Azizi. Sejak awal banyak pertanyaan yang melintas di otaknya akan perubahan pada diri Azizi.
"Kamu belum kasih tahu aku kenapa tiba-tiba potong rambut terus dicat putih, hm?" Marsha menatap bola mata Azizi lekat. "Juga alasan kamu tiba-tiba berhenti dari Pandora."
Empunya yang ditatap tergagap. Serangan mendadak dari Marsha memang merepotkan, karena bisa menyebabkan perut Azizi mules mendadak. Memang aneh. "Aduh, duh, Sha. Perut aku sakit!! Aku masuk dulu ya, udah di ujung, nih!"
Marsha yang ditinggal begitu saja hanya menghembuskan napas dan menggeleng. Azizi si paling banyak alasan. Tangannya segera mengambil kunci yang masih terpasang di motor. Dia berjalan masuk ke dalam, seakan sudah hapal tiap detail yang ada di rumah Azizi.
Rumah ini memiliki beberapa rute. Jika, masuk lewat garasi, maka Marsha langsung tertuju ke ruang tengah. Senyum simpul tergambar tatkala melihat beberapa bingkai foto Azizi dari seragam merah putih, menjadi biru putih dan kini dengan seragam SMA Semesta, berdampingan dengan Shani. Ya, Azizi anak Shani dan entah kenapa dia ikut-ikutan Marsha memanggilnya 'Bu Shani'.
"Bu Shani mama yang baik!" Marsha tersenyum dan melenggang ke kamar Azizi yang berada di lantai dua.
Sampai di kamar, seperti biasa, Marsha akan disuguhi betapa berantakannya kamar Azizi. Lebih tepatnya banyak benda-benda aneh yang selalu Azizi dapatkan dari kebiasaanya yang suka keluyuran. Namun, ada satu benda yang berhasil menyita perhatian Marsha, sebuah piano. Marsha tidak pernah tahu Azizi bisa bermain alat musik, atau mungkin karena Azizi tergabung dengan ekstrakulikuler paduan suara? Entahlah, Marsha mencoba mengabaikan dan lebih memilih mengambil tas Azizi yang tergeletak di lantai.
"Tes, tes! Hallo?" Sebuah suara aneh muncul di kamar Azizi.
Marsha menatap sekitar dan tidak menemukan siapapun. Azizi seharusnya berada di dalam toilet, ya walau letaknya tetap ada di dalam kamar, tapi tidak semudah itu suaranya bisa tembus keluar.
"Tes, tes! Marshayang!! Hehehehe ...." Kembali suaranya terdengar, memunculkan kerutan di dahi Marsha. Suara tersebut bukannya membuat takut, tapi menimbulkan senyum di wajah Marsha.
Kakinya melangkah ke meja belajar Azizi dan berhasil menemukan handy talky berwarna hitam, lumayan tua. Marsha terlihat senang dan menekan tombol sampingnya. "Zee?"
"Eh, ketahuan!! Hahahaha!!" Suara Azizi keluar dari handy talky tersebut sambil cekikan.
"Ngapain deh pakai beginian? Kamu bukannya masih di dalem?"
"Iya emang."
"Terus apa? Mau pamer punya barang baru?"
"Enggak, siapa yang bilang? Orang aku mau minta tolong kok."
"Hm?" Marsha tersenyum tipis, sedikit heran. "Apa?"
"Isiin formulir di tas aku dong, Mamacha!"
"Kok, Mamacha sih?" Marsha sedikit protes, tapi tangannya tetap bergerak membuka tas Azizi. Lagipula ini bukan kali pertama Azizi menyebutnya dengan berbagai nama unik. Kadang Marshayang, kadang Marmut, kadang Matcha, kadang Maeng, dan sekarang ada yang baru Mamacha. Coba sekarang apa arti dari nama panggilan barunya?
"Iya, soalnya kalau mama galak itu si Ashel!!"
Marsha tergelak, bahkan sampai menghapus air mata yang tidak sengaja mengalir. Handy talky kemudian dia letakan di atas meja.
Tidak banyak yang Azizi bawa di dalam tas, jadi cukup mudah untuk menemukan dua klip kertas dengan judul yang sama, "Formulir Paduan Suara Tingkat SMA."
Oke, terdengar tidak asing bukan? Azizi berhasil mencuri formulir lomba yang sebelumnya tidak diijinkan Naomi untuk mengikutinya. Tentu saja, siapa yang akan menjamin Azizi tidak memakai kacamata hitam saat lomba berlangsung?
Marsha meraih handy talky tua. Sebelum suaranya keluar, dia sempat memikirkan siasat balas dendam pada Azizi. "Ada dua, nih, Papaji. Mau digimanain?" Tidak ada balasan. Marsha mengerutkan dahi. "Papaji?"
"Cha, jangan gitulah ...."
"Kamu duluan yang mulai, ya!" Marsha tertawa pelan. "Formulirnya, gimana?"
"Oh, itu!" Jeda sejenak. "Ada dua klip, yang satu punya Fiony. Kamu contekin aja punya dia ke formulir yang kosong. Data dirinya diisi identitasnya Azizi Asadel si paling keren."
Marsha mendengus, bisa-bisanya si Azizi itu. "Kok nyontek?"
"Iya, ada soal yang berhubungan sama seni musik aku nggak ngerti, jadi nyontek aja. Biar cepet kelar."
"Oke." Marsha mulai mengamati formulir milik Fiony dan Azizi yang masih kosong bergantian. Dia memulai dengan identitas Azizi. Kolom pertama tentu saja nama, sedangkan kolom kedua membuat Marsha kembali meraih handy talky. Dia menimang sejenak, seakan berpikir dan bersuara. "E-mail kamu apa?"
"Marmutketibandino@gmail.com."
"Yang bener ih, Azizi!"
"Itu udah bener, Sayang."
Mau tidak mau Marsha pun menulis e-mail Azizi yang memiliki nama aneh, tapi kenapa harus marmut coba? Itu 'kan hewan kesukaan Marsha, terus ketiban dino? Hembusan napas lagi-lagi Marsha keluarkan. Berurusan dengan Azizi memang perlu energi ekstra.
Belum selesai Marsha mengisi formulir Azizi, handy talky kembali berbunyi dan berhasil mengusik Marsha yang sedang fokus. "Apa?"
Diam sejenak, Azizi kembali bersuara. "Cha, kamu tahu The Coin?"
Marsha mengerutkan dahi. Handy talky pun dia letakan kembali. Tubuhnya memutar menghadap belakang dan tersenyum kecil saat Azizi sudah berdiri dengan piyama dinosaurusnya. Kedua tangan Marsha dilipat di depan dada. "Dua minggu lagi mereka comeback dan Adel ngajak aku nonton. Kenapa?"
Azizi terdiam dan terkesiap. Bukan, ini bukan soal The Coin. Seharusnya memang Azizi tidak peduli pada group tersebut, tapi otaknya menajam pada orang asing yang berhasil keluar dari mulut Marsha. "Adel? Siapa Adel?"
***
Saia cuma ikut2an warga X ya, Papaji & Mamacha 🙏😌
![](https://img.wattpad.com/cover/346901413-288-k745507.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
PANDORA: The Lost Child [END]
FanficPandora merupakan ekstrakulikuler di SMA Semesta. Komunitas yang menerbitkan majalah dan mading sekolah. Namun, di balik semua itu Pandora merupakan kelompok khusus buatan kepala sekolah untuk menyelesaikan berbagai misi rahasia. Hanya saja salah sa...