Motor matic warna biru cyan melaju pelan di kecepatan dua puluh kilometer per jam. Pengendaranya terlihat santai dengan pandangan melihat sekitar, terkadang dia berhenti untuk mengelus kucing di pinggir jalan.
"Lalalala, ayo bayar utangmu, Besti. Lalalala ...." Azizi Asadel bersenandung pelan diiringi suara tepukan tangannya pada speedometer. "Tapi gue suka nunggak uang KAS, lalalala... ayo bayar utangmu, Besti. Lalalala ...."
"Marmut!" Azizi memelankan motor dan menepikannya di pinggir jalan. Pandangannya mengarah pada halaman rumah Marsha yang asri.
Hari minggu seperti ini biasanya Azizi pergi bersama Shani untuk melakukan banyak kegiatan yang disukai keduanya, tapi kali ini Azizi ingin bepergian sendiri.
Jalanan di perumahan Marsha terlihat lenggang, tidak seperti di perumahannya yang dipenuhi anak-anak kecil berlarian. Azizi memperhatikan dua orang yang sedang bermain air di depan halaman rumah Marsha.
"Hubungan ayah dan anak yang harmonis." Azizi tersenyum tatkala melihat Marsha tertawa riang bersama ayahnya dengan selang air di tangan. "Dress-nya cantik."
Marsha terlihat memakai gaun putih pendek tanpa lengan, begitu pas ditubuhnya. Sepertinya mereka akan pergi, tapi kenapa main air, basah-basahan? Azizi menatap lekat sosok laki-laki paruh baya yang berusaha menghindar dari semprotan air. Laki-laki itu bernama Andrew yang merupakan teman Shani saat berkuliah dulu.
Cukup lama memperhatikan bagaimana dua orang tersebut bermain air, Azizi menegakan lehernya. Permainan air telah selesai dan Andrew terlihat sedang mengelus ujung kepala Marsha penuh kasih sayang. Tangan Azizi ikut terangkat dan mengelus kepalanya sendiri yang masih tertutup helm. Matanya terpejam dan dahinya mengerut. Azizi sedikit meringis, perutnya mendadak mual.
"Asadel!!!" Teriakan Andrew mengagetkan Azizi. "Ngapain kamu di situ? Sini masuk!!"
Apakah Andrew baru saja mengundangnya? Azizi menoleh dan senyum lebar pun tercetak. Tangannya dengan cekatan menyalakan motor dan segera memasuki perkarangan rumah Marsha.
"Wuih, mau kemana dah Oom?" Azizi menatap halaman Marsha yang lebih luas, hanya ada sepeda yang bertengger di dinding.
"Tadinya mau pergi tapi nggak jadi." Andrew menunjuk Marsha. "Katanya mau di rumah aja."
"Oh, gitu." Helm segera digantung di spion motornya. Azizi pun mendekat pada Marsha dan menyentuh gaun putih pendek tersebut. "Wah, basah nih kamu nggak mau ganti baju?"
Marsha mengerutkan dahinya, kemudian tersenyum. "Ayo, ke kamar."
Azizi terkekeh. Dia melangkah ke dalam rumah, mengekori Marsha. Sejenak menoleh pada Andrew yang tengah menggelengkan kepalanya, respon atas kelakuan Azizi. "Duluan ya Oom!!"
Rumah Marsha seperti cerminan dirinya. Begitu rapi, sejuk, indah dan estetik. Banyak lukisan tergantung di dinding, beberapa anyaman dan pahatan patung menghiasi setiap sudut ruangan berunsur surealisme. Sudut bibir Azizi terangkat, tidak salah memang meminta bantuan Andrew pada kasus yang pernah Pandora pecahkan atas kemunculan salah satu lukisan Salvador Dali yang pernah hilang.
"Aahh, udah lama nggak ke sini!" Azizi melompat dan merebahkan tubuhnya di atas kasur Marsha. "Baunya masih sama."
"Emang baunya apa?" Marsha membuka lemari pakaiannya.
Langit-langit kamar menjadi fokus Azizi. "Apa ya? Baunya kayak cuaca lagi terik terus turun hujan, nah ada baunya 'kan itu."
"Petrichor?"
"Iya!" Azizi bangkit dan terkejut, ternyata Marsha tengah membuka pakaiannya. Dia pun membanting tubuh dan kembali menatap langit-langit. "Sama sedikit ada bau lavendernya."
"Lavender ya?" Marsha yang telah berganti pakain pun ikut merebahkan dirinya di samping Azizi. "Biar nggak ada nyamuk."
"Oh." Cukup sederhana ternyata jawaban Marsha, Azizi pun menoleh pada gadis di sampingnya tersebut. "Kalau kamarku baunya apa?"
Marsha mulai mengingat. "Sebelumnya sih bau kayu."
"Kayu?!" Azizi segera mengendus tubuhnya sendiri.
"Iya, tapi kemarin pas aku nginep ada bau tembakaunya." Marsha ikut menoleh, kemudian menyangga kepalanya dengan sebelah tangan. Matanya pun menyipit. "Kamu ngerokok, ya?"
"Hah?" Azizi tergagap. "Enggak, mana ada!!"
"Boh--" Marsha yang akan berucap, seketika terdiam.
Suara pecahan barang di luar kamar berhasil menghentikan waktu di sekitarnya. Marsha mendorong tubuhnya sendiri dan memantul di atas kasur.
Azizi ikut terdiam. Telinganya sama-sama mendengar barang-barang yang sengaja dilempar, bahkan teriakan seorang perempuan yang beradu dengan suara Andrew saling bersahutan.
"Sejak awal anak itu seharusnya tidak ada!!!" Suara wanita melengking di luar sana.
"Jaga ucapan kamu!!" Jelas itu suara Andrew yang menggema.
"Adanya dia buat saya terjebak dengan kamu!!!"
"Cindy!!"
"Anak itu sumber masalah!!"
Senyum kecil muncul di wajah Azizi.
"Zee, kamu--" Marsha lagi-lagi tidak berhasil menyelesaikan kalimatnya. Matanya terbelalak saat Azizi berguling dan muncul di hadapan wajahnya.
Marsha terpekik. Tangan Azizi menelusup di belakang pinggangnya dan mengangkat tubuh Marsha dengan mudah, kemudian dipanggul seperti beras.
"Zee!!" Marsha yang tergantung di bahu Azizi pun memukul-mukul punggungnya. "Turunin!!"
Azizi tidak bersuara. Ujung bibirnya terangkat, begitu juga dengan kakinya yang berjalan ke luar kamar. Matanya melihat ruang tengah yang dipenuhi pecahan barang-barang, serta teriakan dua jenis suara berbeda masih bergema.
Andrew dan Cindy seketika terdiam saat menyadari kehadiran seseorang. Wajah Andrew terkejut, putri tersayangnya sedang bergelantung pasrah di bahu Azizi.
"Oom dan tante!!" Azizi menatap keduanya bergantian. "Saya ijin culik Marsha, karena saya butuh sekretaris di agenda rapat saya!"
Rapat? Azizi ini sedang melantur atau bagaimana? Namun, keduanya tidak ada yang bersuara. Sudut bibir Azizi kembali terangkat, kakinya mulai melangkah di antara Andrew dan Cindy dengan percaya dirinya.
"Zee, turunin!" Angin yang menerbangkan rambut Marsha yang masih tergantung menandakan mereka sudah ada di luar.
Azizi tidak berhenti sampai bertemu dengan motor matic-nya. Dia melirik mobil putih yang baru terlihat di sebelah motornya. Marsha pun diturunkan di atas jok motor dan tangannya dengan terampil memakaikannya helm
Marsha menatap Azizi. "Kita mau ke mana?"
Azizi terkekeh. "Kamu nggak dengar, aku udah minta ijin tadi."
"Kamu mau rapat? Rapat apa?"
"Rapat yang amat-sangat penting untuk masa depan negara kita."
***
Rapat, rapat apa yang penting?
Promosi jualan nasinya entar dulu dah, ghuwe lagi males mwehehe, tpi klo dipikir-pikir jual nasi bonus photopack member keren jga kali ya 🤣🤣
KAMU SEDANG MEMBACA
PANDORA: The Lost Child [END]
FanficPandora merupakan ekstrakulikuler di SMA Semesta. Komunitas yang menerbitkan majalah dan mading sekolah. Namun, di balik semua itu Pandora merupakan kelompok khusus buatan kepala sekolah untuk menyelesaikan berbagai misi rahasia. Hanya saja salah sa...