3

4K 353 7
                                    

          "Ih, bener dulu pas kecil gue pernah di-notice tau!" Suara seorang gadis begitu antusias bercerita pada teman-temannya. "Foto bareng juga!!"

          "Kita umur berapa ya waktu itu? Dulu mereka terkenal banget, gila!" Teman di sebelahnya menyahuti.

          "Tujuh atau delapan tahun nggak sih?"

          "Mana pada cakep-cakep banget lagi!"

          Mereka terus bercerita, hingga sebuah terompet terulur lurus di ujung bibir seorang gadis berambut putih. Tanpa perlu menunggu lama suara nyaring keluar menulikan telinga, panjang tanpa henti. Anak-anak gadis yang sedang bercerita tentu saja terkejut bukan main. Mereka menoleh pada si biang kerok dan melotot tajam.

          Sejak kapan Azizi Asadel ada di tempat yang seharusnya tentram ini?

          "Stop it!" Freya yang sialnya ada di dekat Azizi, segera merampas terompet tersebut untuk diletakan ke tempatnya semula. "Cuekin aja, Guys! Mending lanjut ngomongin The Coin!!"

          The Coin? Persetan dengan The Coin, ruang ekstrakulikuler paduan suara sangat berbeda jauh dengan Pandora. Semua kursi, meja, alat musik begitu tertata rapi, bersih, selaras dan tentunya membosankan.

          Azizi tidak bisa menemukan tempat khusus untuk dirinya yang berisi samsak, tidak juga kursi sofa dengan meja besar milik Gita, atau cermin raksasa yang selalu menampung pertanyaan Olla, "Hey Abang Cermin, siapa perempuan paling cantik di Semesta ini?"

          Azizi tertawa. Dia bahkan tidak bisa melihat Marsha yang sedang fokus dengan laptopnya, kertas-kertas berserakan di sekelilingnya dan menjadi gila setelah satu edisi majalah telah berhasil dia selesaikan.

          "I lost my nerdy girl!!" Azizi terduduk lemas di antara gadis-gadis paduan suara yang kembali bercerita. Jari telunjuknya berputar di sebelah kepala. "Secara teknis nggak juga sih."

          Alis kirinya mendadak naik, seperti ada hal yang terlupakan. Azizi mencoba mengingat. Semakin keras berpikir, kerutan pada dahinya kian dalam dan sebuah tamparan keras mendarat mulus di pipi kirinya begitu nyata. Ashel, tentu saja Azizi tidak akan pernah melupakan bagaimana menyiksanya tamparan 'Ratu Kegelapan' saat dirinya memutuskan hengkang dari Pandora.

          "Azizi brengsek, bajingan, tolol, bangsat, anjing, babi!!!" Sumpah-serapah Ashel terus terngiang-ngiang di kepalanya. Bulu kuduk sampai berdiri, tubuhnya otomatis meringkuk dan bergetar.

          "Sial!" Azizi segera menggeleng dan menepuk-nepuk pipinya.

          Tanpa Azizi sadari seseorang terus mengamati tingkahnya. Seorang gadis berambut panjang yang juga ikut nimbrung berbincang soal The Coin, tapi pikirannya tidak bisa fokus pada group musik tersebut.

          "Zee?" Fiony berhasil menarik atensi Azizi. "Kalau lo gimana? Lo waktu kecil juga suka The Coin?"

          Azizi menatap Fiony yang sepertinya sangat berharap pada jawabannya. Dia menggerakan kepala dan memutar otak, mencari di mana letak The Coin terpantri di sana. "Gue nggak tau apa itu De Kon."

          "The Coin, Zee."

          "Ya, itu."

          Fiony mengangguk dan tersenyum. "Atau hal lain mungkin? Waktu kecil lo suka apa?"

          Azizi hampir membuka mulut, tapi raut wajahnya berubah. Kenapa Fiony bertanya hal basa-basi seperti ini? Ah, mungkin dia mencoba akrab dengan sesama anggota paduan suara? Azizi tertawa dalam hati. Mungkin ada hal yang bisa menguntungkan, jika bisa akrab bahkan berteman dengan Fiony.

PANDORA: The Lost Child [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang