2

4.6K 394 3
                                    

          Marsha Lenathea menggebrak meja dengan tumpukan kertas dari tangannya. Seharusnya dia membawa tas atau alat lain agar bisa membantu. Sebelumnya Marsha sengaja tidak menunjukan tumpukan kertas tersebut pada Azizi, karena semua orang tahu Azizi dengan keras kepala akan membawakan semua berkas-berkas tersebut sampai ke dalam ruang Pandora yang notabennya ada di lantai tiga. Soal Adel yang membantu, Marsha tidak bisa menolak, sebab dia juga akan memperkenalkannya pada Pandora, yang berarti mereka satu tujuan.

          Kacamata yang sedikit kendor Marsha benahi, beberapa helai rambut pun diselipkan ke belakang telinga. Marsha menoleh ke belakang dan mendapati Adel memiliki tatapan kosong.

          "Hey, are you ok?" ucap Marsha memastikan. "Adel?"

          "E-e itu, maksudnya, emh ...." Adel tergagap.

          Marsha menarik tumpukan kertas yang masih ada di tangan Adel. Gadis tersebut sedikit memiringkan tubuh dan menatap pintu yang belum tertutup sempurna. Oh, pantas saja, ada ratu kegelapan yang tengah menatap tajam ke dalam ruangan.

          Marsha segera menutup pintu dan menghela napas. "Efek awalnya memang kayak gitu, sih."

          Adel menggelengkan kepalanya dan mengerling ke sekitar. Dia tengah berada di ruang Pandora yang ternyata cukup luas. Senyuman terpantri di wajahnya, bayangan Ashel yang menakutkan hilang begitu saja. "Ini kalian beneran buat majalah sama mading? Gila, ini lebih mirip ruangannya Sherlock Holmes!"

           Mendengar penuturan Adel membuat Marsha menggaruk kening. "Sebenarnya Adel, Pandora itu--"

          "Wow! Ada peta dunia segede Gaban!"

          Marsha memperhatikan Adel yang sudah berpindah tempat. Dia tersenyum dan membiarkan Adel melakukan kegiatan sesukanya. Pandangan Marsha pun beralih pada laptop di mejanya yang sudah menyala. Fokus Marsha kini pada beberapa e-mail yang telah masuk. Tubuhnya seketika tegak pada kursi. "Dari Red Chicken lagi!!"

          Ada beberapa e-mail yang dikirim oleh Red Chicken, tapi yang membuat Marsha sampai mengernyitkan dahi adalah pesan pada bagan e-mail yang mengatakan,

          Jangan cari tahu siapa saya. Biar saya ungkap diri saya sendiri, jika kalian berhasil.

          Marsha tersenyum. "Mungkin dia orang penting, sejenis pejabat." Raut mukanya seketika berubah, "Tapi, kenapa jadi misterius gini ya? Atau mungkin dia alien?"

         E-mail yang masuk ternyata mengirim beberapa tangkapan layar ponsel yang menampilkan kolom pesan singkat. Marsha segera mengumpulkan gambar-gambar tersebut dalam sebuah dokumen, kemudian dicetak. Sekiranya ini cukup untuk digunakan dalam memecahkan kasus yang diminta Red Chicken.

          Ngomong-ngomong soal kasus, Marsha jadi ingat Adel yang belum mengetahui kebenaran Pandora. Semua siswi SMA Semesta, bahkan masyarakat umum tahu Pandora hanya sekedar ekstrakulikuler biasa yang berfokus pada majalah dan mading sekolah. Ya, setidaknya mereka berhasil melakukannya.

          Marsha menoleh dan segera bangkit dari kursi, ternyata Gita ada di dalam ruangan sejak tadi dan kini tengah menatap Adel penuh selidik.

          "M-maaf, g-gue kira tadi lo patung!" Adel semakin mundur saat Gita kian melangkah mendekatinya.

          Marsha melaju dan berdiri di antara keduanya. Dia menghadang Gita agar tidak membuat Adel semakin meringsing. "Eh, Kak Gita udah di sini?"

          Gadis bernama Gita tidak mengatakan apapun. Dia berbalik ke tempat asalnya tadi, sebelum kedatangan Adel yang terlampau antusias mengganggu kenyamanannya.

PANDORA: The Lost Child [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang