20

2.3K 267 17
                                    

"Kontes ini harus gue menangin, untuk Bu Naomi." Seorang gadis berdiri dari kursi taman dan tersenyum lembut pada sosok lain yang tengah duduk dengan kaki menyilang. "Violin Concert Nomor 2 in B minor, Opus 7."

Dawai biola mulai digesek pelan. Taman yang sebelumnya tersiram hujan terasa hangat terbias cahaya matahari. Rok putih di bawah lututnya tertiup angin, menimbulkan irama gelombang. Siluetnya berhasil memukau orang-orang yang tidak sengaja menangkap alunannya. Fiony memejamkan mata, dalam ingatan tergambar bagaimana Naomi tersenyum teduh. Dia lalu ikut tersenyum. Gurunya tersebut begitu bangga pada setiap pencapaian Fiony. Hanya saja, perasaan kosong mendadak muncul, gesekan bow pada dawai menjadi cepat. Lagu yang amat sulit, tapi begitu melekat di tiap ingatannya.

Sedangkan sosok lain yang hanya mengamati, mulai tersenyum kecil. Sepersekian detik, senyum itu menghilang. Rambut putihnya ikut terkibar angin.

"Mau apalagi kamu di sini?" Rasa-rasanya baru kemarin dia dimarahi. Suara Naomi sangat tidak cocok dengan wajah galaknya.

"Ngumpulin formulir dong, Bu." Azizi tersenyum, mengingat bagaimana dengan tengilnya dia menemui Naomi yang sedang berkemas akan pulang.

"Kamu mencuri? Kamu seharusnya tidak ikut!"

"Kenapa sih, Bu? Saya 'kan pinter nyanyi! Mau dengerin saya nyanyi? Do ... re ....!"

"Sekali tidak, tetap tidak! Kamu cuma mau merusuh!"

Suara biola masih terus mengisi pendengarannya. Azizi mendengus, keahliannya adalah memojokan seseorang dengan informasi sekecil apapun itu. Walau matanya menatap Fiony, pikirannya merujuk pada Naomi, gadis biola tersebut berhasil menarik Azizi kembali ke hari yang lalu.

Senyum tipis tercetak.

"Oh, sepertinya kalau saya pakai rok mini kesempatan saya buat gabung bisa sangat besar, ya? Gimana menurut Ibu?" Seketika suara bisikannya mampu mengubah raut wajah Naomi. Tentu saja pandangannya tidak luput dari penampilan gurunya tersebut. "Atau saya harus tidur dulu sama orang yayasan biar bisa ikut lomba, Bu Naomi?"

"Cukup Azizi, kamu sudah cukup lancang! Saya bisa laporkan ini ke ibu kamu!"

Nyatanya saat membisikan hal tersebut, tangan gadis berambut putih menelusup ke dalam tas jinjing Naomi. Dia menjamah sebuah kamera kecil yang berhasil dia selipkan di pertemuan sebelumnya. Kamera kecil yang sudah kehabisan daya, tapi tidak tersentuh sedikit pun oleh Naomi.

"Ya, seharusnya Bu Naomi berbicara sama ibu saya saja, bukan sama orang-orang yang nggak sepenuhnya ibu kenali."

"Kamu?!"

"Formulir saya jangan dibuang ya, Bu. Cape-cape loh saya ngerjain tes tertulisnya hehehehe."

Saat itu Azizi memutar tubuh, dia akan keluar dari ruang guru yang hanya berisi dirinya dan Naomi. Cahaya senja menghiasi tubuhnya yang melangkah, hingga ucapan Naomi mengalun, berdesir seirama dengan rintihan biola di telinganya.

"Kalau kamu tidak bisa menyelamatkan saya, maka selamatkan teman-teman kamu, Zee!"

Tubuh Azizi tentu saja berhenti melangkah, bahkan punggungnya sudah menghangat terkena sinar senja. Sejak kapan? Sejak kapan gurunya tersebut tahu?

"Zee?!" Suara Fiony berhasil mengagetkannya.

Azizi mendongak dengan mata berkedip cepat. "Ya?"

"Anak ini katanya kenal lo?" Fiony menarik seorang gadis kecil berambut panjang sedang menangis sesegukan dari belakang tubuhnya.

"Michie?" Azizi mengerutkan dahi. Tiba-tiba tawanya keluar melihat bagaimana penampilan anak tersebut. "Komuk-nya! Hahahaha!"

Anak bernama Michie yang mendapat tawaan pun mendekat dan memukuli paha Azizi. Benar-benar menyebalkan, bagaimana bisa Azizi tertawa saat dirinya sedang dirundung masalah? Tangisannya semakin kencang, begitu juga tawa Azizi.

PANDORA: The Lost Child [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang