28

1.6K 238 4
                                    

Sebentar lagi, ya, Fiony tengah mengatur laju napasnya agar tidak gugup saat tampil di hadapan para juri. Matanya terpejam dengan jari-jari menekan angin, menganggap biola bertengger di bahunya. Senyum simpul terwujud tatkala muncul ingatan dua hari sebelumnya di ruang ekstrakulikuler musik bersama Azizi. Gadis berambut pendek tersebut berhasil menyempurnakan permainan pianonya dengan lagu La Campanella. Deru napasnya berhasil Fiony rekam beserta lesung pipi yang muncul dengan gembira. Tidak, Azizi memang seorang pemula bahkan melewatkan beberapa kunci dan sering melenceng dari partitur, hanya saja Fiony cukup yakin, bahwa Azizilah pengiringnya nanti.

"Kenapa lo pilih gue jadi pengiring piano lo?" Suara Azizi mengalun di telinganya.

Fiony masih dengan senyum simpul membuka mulut menirukan jawabannya waktu itu. "Gue tertarik sama lo."

"Tertarik? Maksudnya?"

Ada kegelian mendengar pertanyaan bingung milik Azizi. Wajahnya masih tercetak jelas dengan mata penuh tanda tanya.

"Lo seperti laut samudera, Zee."

Fiony membuka mata untuk menatap arlojinya. Senyum meredup, Azizi belum muncul juga. Dia menoleh pada pintu masuk ruang khusus peserta, tidak ada tanda-tanda kehadirannya.

"Samudera?"

Hela napas dikeluarkan Fiony, Azizi selalu muncul di ingatannya, walau wujudnya belum terlihat.

"Ya, ketika gue lihat dari jauh, lo begitu menawan, gagah, dan berkharisma. Nilai-nilai yang selalu lo bawa seperti ombak yang melawan arus, suaranya bergemuruh, sangat nyentrik dan memikat untuk disentuh."

"Oh, ya?" Senyum Azizi muncul.

Tentu saja Fiony ikut tersenyum, walau hanya sebatas ingatan saja. "Gue coba untuk berenang ke samudera lo, dan gue disuguhi keindahan diri lo, batu karang yang warna-warni, ikan yang lucu dan beraneka ragam. Mereka cantik, indah, membuat siapapun akan tertarik untuk mengeksplornya"

Azizi yang diam memperhatikan tidak seperti orang yang selama ini ada dalam pikiran Fiony.  "Tapi waktu gue berencana berenang semakin dalam, ada ruang yang gelap dan mencekam. Gue takut untuk menjangkaunya."

Azizi memiringkan kepalanya.

Hal paling menggemaskan yang baru pertama kali Fiony lihat dari Azizi. Dia mengulurkan tangan untuk mengelus pipi gadis di depannya tersebut. "Tapi gue penasaran."

Namun, siapa sangka Azizi menarik tangan Fiony dan mengembalikannya di atas lutut seperti semula. "Bukan cuma lo, gue juga takut menjangkau diri gue sendiri, gue takut rasa penasaran akan bawa gue berenang semakin dalam dan nggak bisa kembali ke permukaan lagi."

Jam telah munjukan pukul sepuluh dan Azizi belum muncul juga. Fiony menatap peserta dengan nomor urut di atasnya yang sudah kembali dari penapilannya. Wajah pucat pasi tercetak jelas, tapi berusaha disembunyikan dari siapa pun. Fiony menundukan kepala, setetes air mata jatuh.

"Kekalahan pertama gue."

***

Mobil box dengan nama salah satu catering telah terparkir rapi di pinggir jalan dekat kantor perusahaan finance yang bersebelahan dengan gedung terbengkalai. Melihatnya saja sudah begitu suram, banyak rumput-rumput tumbuh tinggi tidak beraturan, tembok menjulang dengan cat yang sudah mengelupas menjadi fokus anggota Pandora. Mata mereka menelusuri dan mendapati sebuah gerbang kecil di samping gedung. Amanda berhasil membuat denah yang akan dilalui anggota Pandora.

"Ada dua orang di sana, cewek sama cowok." Suara Amanda menggema dari balik earphone yang terpasang di telinga tiap anggota.

"Pacaran yak?" Olla yang masih di dalam kursi mengemudi berceletuk.

PANDORA: The Lost Child [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang