17

2.6K 321 16
                                    

Semesta memiliki beberapa gedung tinggi, salah satunya yang sedang dilintasi Olla. Gadis tersebut berdecak saat kerumunan orang makin banyak di jam istirahat, ya mau bagaimana lagi perut Olla sama seperti lainnya, selalu keroncongan di waktu makan siang.

Lay out gedung di Semesta selalu sama, kantin berada di lantai paling dasar di tiap gedung angkatan, dan Gita sudah lebih dulu datang, karena kantin angkatannya sedang dalam masa perbaikan, atau lebih tepatnya orang-orang Pandora lebih senang makan di kantin kelas dua. Masakannya lebih enak, karena mereka langganan di Catering Senandita. Tiap Olla tiba, mobil box milik catering pasti selalu nangkring di pinggir gedung, tapi daripada dirinya, Azizi atau Ashel yang lebih sering berbincang dengan kurirnya selayaknya best friend forever.

Oke, kembali pada Olla, gadis tersebut telah mendapat jatah makan yang tersusun rapi dengan tempat makan berbahan stainless. Tidak perlu mengeluarkan energi ekstra untuk menemukan keberadaan Gita, karena kakak kelasnya tersebut selalu menyendiri dan tidak ada seorang pun yang berani mengusiknya.

"Hai, Sahabat!" Olla meletakan tempat makannya di atas meja. Tatapannya tertarik dengan Gita yang tengah sibuk meminum yogurt sambil mengamati benda kecil berwarna hitam di tangan yang lain. "Apaan tuh?"

"Belum gue lihat isinya." Gita melirik Olla sekilas.

"Bokep kali?" Kedua alis Olla naik turun.

Gita mengedikan bahu. "Mungkin."

"Ya elah, ada penyangkalan dong! Pasrah amat!" Menggoda Gita sama sekali tidak menyenangkan, karena respon yang tidak sesuai dengan keinginannya. "Tempat yang baru gimana, Kak Git?"

"Lumayan." Botol yogurt kosong disingkirkan Gita. Gadis tersebut telah selesai makan dan kini menatap Olla. Kedua ujung bibirnya naik dengan mata sayu. "Seenggaknya kalau ada yang coba nembak dari luar lagi, bukan gue yang kena."

Cepat-cepat Olla mengalihkan tatapan ke makanannya. Dia bergidik ngeri. Sepertinya salah menaruh Gita di rusunawa dengan banyak aktifitas penduduk, serta kamar-kamar yang kurang beraturan.

"Dia nolak taruhan ulang sama Juan." Suara perempuan menyusup tipis di pendengaran Olla. "Cemen banget!"

"Hah?!" Dia menatap sekitar.

Gita melirik Olla sekilas dan kembali mengamati kartu memori di tangannya, benarkah isinya video tidak senonoh? Buat apa Azizi memberinya hal seperti itu? Atau ada hal yang lebih parah dari video tidak senonoh, mungkin video Azizi sedang pargoy? Tidak, tidak, tidak, Gita lebih tidak sudi melihatnya. Bagaimana jika kartunya dibuang saja?

"Padahal dia demen banget yang namanya taruhan apalagi judi, gara-gara itu keluarganya buang dia." Suara perempuan yang sama masih terdengar walau sayup-sayup. "Lo bayangin aja keluarga terhormat, hampir semuanya pejabat terus punya anak macem dia yang hobinya gitu, aib banget nggak sih!"

Sendok di tangan Olla mungkin sudah menjerit histeris, jika diberi kesempatan untuk berbicara. Olla berdiri dan melempar sendok tersebut ke arah perempuan yang niatnya mungkin berbisik, tapi nyatanya seperti disengaja agar seisi kantin mendengar.

Suara jeritan menggelegar histeris, menarik atensi banyak siswa yang sedang menikmati waktu istirahat masing-masing. Olla tidak peduli, kakinya melangkah ke arah perempuan tadi dan meraih kerah seragamnya.

"Lo Tapasya 'kan, lo pacarnya Juan 'kan? Mau apa lo, hah? Mau berantem sama gue?!"

"Ish, lepasin tangan lo anjirr! Seragam gue jadi kotor!" Perempuan yang Olla ketahui pacar Juan pun protes. Kepalanya mendongak saat Olla malah semakin kencang menarik kerah bajunya. "Le-pas!!"

PANDORA: The Lost Child [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang