Bulan purnama biru sudah bersinar terang malam ini. Cantik. Bahkan cahaya birunya berhasil menembus hutan.
Tapi tentu tidak cukup untuk menghibur belasan orang yang kini berkumpul di halaman. Mereka tengah mengelilingi sebuah peti dimana jasad Jisoo terbaring. Setelah mempertimbangkan banyak hal kemarin, mereka sepakat untuk melepaskan Jisoo malam ini.
Besok, sesuai keputusan bersama, mereka akan menyusup daerah kerajaan sesuai rencana. Jadi malam ini semua yang ada sepakat untuk mengadakan pemakaman untuk Jisoo terlebih dahulu.
"Bulannya bagus." Soobin masih betah memeluk Yeonjun, memunggungi peti mati temannya. "Tapi mood gue lagi jelek."
Melihat itu, Hyunjin hanya bisa berinisiatif menepuk punggung pemuda itu. Perhatiannya teralihkan pada Jihoon yang sedari tadi hanya berdiam diri di bawah salah satu pohon.
"Hyunsuk," panggilnya pada Hyunsuk yang kebetulan berdiri di sebelah kirinya, "tidak menemani Jihoon?"
Yang ditanya buru-buru menggeleng. Takut. Baru kemarin dia melihat pemuda itu mengamuk sebagai pelampiasan emosi.
Setelah Jisoo dibawa pulang, Jihoon langsung meninju sebuah pohon untuk menyalurkan emosinya. Ekspresinya juga menakutkan sampai Hyunsuk tidak berani mendekati walaupun sangat ingin. Soobin saja mencegahnya.
Jangan dideketin. Ntar yang ada Lo yang dipukul dia.
Walaupun begitu, Hyunsuk tetap khawatir. Jihoon baru masuk ke rumah sekitar tengah malamnya dengan tangan kanan yang sudah dipenuhi luka. Bahkan darahnya masih mengalir ke lantai. Tidak tahu bagaimana nasib pohon yang dijadikan pelampiasan pemuda itu.
Sekarang pun, Hyunsuk masih tidak berani menghampiri Jihoon. Beberapa kali dia mendapati pemuda itu melamun jika tidak ditegur Bangchan atau Serim. Hanya mereka yang berani menegur Jihoon. Oh, ditambah Yeonjun.
"Petinya akan ditutup." Mingi berucap seraya menatap sekitarnya, terutama dua teman Jisoo. "Bagaimana dengan kalian? Ada yang ingin disampaikan untuk terakhir kalinya?"
Soobin menangis dan Jihoon membuang muka. Tanda jika dua pemuda itu masih tidak rela akan kematian Jisoo.
"Aku tutup, ya?" izin Mingi lalu memberi isyarat pada dua orang yang bertanggung jawab.
"Tunggu!" sela Jungwon dari kejauhan.
Anak 12 tahun itu berlari dengan segenap kemampuannya sambil membawa sesuatu yang berbalut kain, mengundang pertanyaan dari yang lain.
"Kamu bawa apa?" tanya Jeongin yang langsung menghampirinya.
"Kebenaran." Jungwon menjawab dengan senyum riang yang tentu tidak sesuai dengan situasi sekarang.
Balutan kain dibuka. Sebuah pedang berwarna hitam yang terlihat tidak biasa. Bentuknya sangat berbeda dengan pedang pada umumnya. Bahkan warnanya sangat mengkilap sekalipun berwarna gelap.
"Buat apa?" tanya Yunho panik.
"Mengembalikan pada pemiliknya." Jungwon meletakkan pedang tersebut ke atas tubuh Jisoo. "Dan membiarkan bagaimana bulan biru melakukan tugasnya."
Mingi menyadari tatapan Jihoon yang terkesan menuntut. Jika tidak mengingat kegilaan pemuda itu kemarin malam, mungkin dia bisa tidak peduli tapi jika seperti ini...
"Jade?" seru Jeongin panik saat kuda hitam milik Jisoo muncul entah dari mana. "Kamu tidak mengurung Jade dengan benar, ya?"
Mingi menatap kuda yang kini sudah berada di sebelah Jihoon. Seingatnya dia sudah mengurung kuda tersebut setelah menggila seharian. Sepertinya Jade mengamuk karena Jisoo tidak datang mengunjunginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE MOON [COMPLETED]
Fiksi PenggemarRencana kabur keluar negeri malah membuat mereka terdampar di sebuah negeri asing. Created : March 20th, 2022