Bab 29.1 Naga Melantun

606 94 11
                                    

Masih update tipis-tipis ya.

Happy reading! ^^

.

.

.

Bab 29.1 Naga Melantun

.

.

.

Kami beroleh isyarat agar turun.

Ke dunia bawah nun di seberang sana.

Namun, hasratku terbang ke angkasa biru,

Mencampakkan mata pada bulan yang berkilauan.

Kucabut pisau dan kupotong air.

Namun, air kebal dan terus mengalir.

Kuangkat gelas agar duka lara luruh.

Namun, duka masih saja duka.

Dalam hidupnya di dunia ternyata orang tidak mudah untuk berpuas diri.

Esok pagi, biarkan rambutmu liar tergerai.

Sebab kenikmatan hanya berenang dalam perahu kecil.

Keterangan : Sajak Musim Gugur – Li Po/Li Bai

.

.

.

Dua orang pelayan wanita setengah telanjang tengah memijat tubuh Maximus. Ekspresi putra mahkota tidak enak dilihat saat ini. Aura gelap yang dikeluarkan olehnya berhasil membuat kedua pelayan wanita itu menunduk, ketakutan.

Maximus bisa merasakan tangan kedua pelayan itu gemetar saat memijat kulitnya. Menggertakkan gigi, putra mahkota melempar gelas anggur di tangannya ke tembok. Suara gelas pecah membahana, kedua pelayan wanita itu terkesiap dan segera bersujud. Tubuh keduanya gemetar ketakutan. Kemarahan putra mahkota bisa sangat fatal.

Suara langkah kaki terdengar di kejauhan. Yu Wen berjalan masuk ke dalam kamar pemandian putra mahkota. Pria itu mengenakan hanfu putih, kedua kakinya telanjang tanpa alas.

Sedikit membungkuk, jemari lentiknya menepuk bahu kedua pelayan menyedihkan itu bergantian. Yu Wen memberi isyarat, memerintahkan keduanya segera pergi.

Di dalam kolam, Maximus memejamkan mata. Emosinya masih tidak stabil. Suara langkah kaki ringan yang terdengar semakin mendekat tidak berhasil menarik perhatiannya.

Kolam pemandian air panas ini dibuat dari batu giok putih yang seluruhnya didatangkan dari Kerajaan Timur. Uap hangatnya terus mengepul, air panas yang mengisi kolam selalu memiliki tingkat kehangatan sama.

Uap air panas yang mengepul membuat hanfu Yu Wen basah. Pria itu duduk di pinggir kolam, menenggelamkan kaki telanjangnya ke dalam air, sementara telapak tangan pria itu berusaha menggenggam air.

Aroma cendana dan kayu hitam tercium samar. Yu Wen memasang ekspresi datar saat telapak tangannya terulur, menyentuh kedua bahu Maximus yang terasa tegang.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Suara Maximus terdengar serak dan kasar. Kedua bahunya yang tegang mulai rileks setelah dipijat oleh tangan ajaib Yu Wen. Pikirannya mengelana. Maximus teringat kali pertama Yu Wen membantunya mandi.

Tanpa ia sadari, sebuah senyum terlukis di wajah tampannya. Maximus menangkap satu telapak tangan Yu Wen lalu berbalik, menarik pria itu untuk masuk ke dalam kolam air hangat bersamanya.

Wajah keduanya begitu dekat, sangat dekat hingga masing-masing di antara mereka bisa merasakan embusan napas yang mulai memberat. Pipi kemerahan Yu Wen terpampang jelas, begitu menggoda hingga Maximus tidak tahan untuk menyentuhnya.

Jakun putra mahkota bergerak saat ia menelan air liurnya. Pupil pria itu mengagumi keindahan wajah Yu Wen yang sempurna. "Apa kau sengaja melakukan ini untuk menggodaku?" tanyanya, serak. Jemari tangan Maximus membelai bilah bibir Yu Wen yang sedikit terbuka. "Apakah kau akan mengizinkanku untuk menyentuhmu?"

Yu Wen tidak memberikan reaksi apa pun sebelumnya. Detik demi detik yang berlalu terasa menyiksa untuk Maximus. Hasratnya akan pria indah di hadapannya nyaris tidak bisa ia kendalikan. Berkali-kali, Maximus menelan kering. Ia menginginkan Yu Wen. Maximus benar-benar menginginkan pria itu.

"Yu Wen?" panggil Maximus, serak. Putra mahkota memiringkan kepalanya. Hidung mancung pria itu mengendus wangi leher Yu Wen berkali-kali sebelum mengecupnya ringan, begitu ringan seperti kepakan kupu-kupu.

"Izinkan aku untuk menyentuhmu," ucap Maximus lagi. Otaknya memberi pria itu peringatan keras. Namun, diabaikannya. "Yu Wen?" Maximus menggertakkan gigi, menggeram tertahan saat kedua lengan Yu Wen mengalung di lehernya. Seperti mendapat izin, tangan kasar Maximus merobek hanfu yang masih menempel di tubuh prianya.

Rakus, Maximus mengecup dada seputih salju Yu Wen, menyicip, mengecap apa yang ada di sana. Egonya semakin besar saat tubuh Yu Wen menggelinjang, kepalanya mendongak hingga Maximus memiliki keleluasaan untuk mencumbu leher jenjangnya.

Yu Wen tidak pernah tahu jika tubuhnya sangat sensitif. Tangan putra mahkota terasa kasar akibat memegang senjata sepanjang tahun, karenanya sentuhannya pun begitu kuat hingga Yu Wen merasa kewalahan.

Pandangan Maximus bertemu dengan pupil Yu Wen yang berkabut. Bibir tebal yang setengah terbuka itu membuat putra mahkota menggeram seperti orang gila. Tanpa meminta persetujuan, Maximus menyatukan bibir mereka dengan kasar, memancing nafsu Yu Wen yang kini semakin nanar. Bulu mata panjang sang budak bergetar, ditaklukkan oleh nafsu yang semakin membesar.

"Kau suka sentuhanku?" Maximus melepas pagutannya, sementara jemari tangan pria itu masih menyentuh noktah Yu Wen, mencubit, memelintir dan menekannya terus menerus. "Kau suka aku menyentuhmu?" tanyanya lagi, tepat di depan bibir Yu Wen yang terbuka.

Seperti seorang budak belian, Yu Wen mengangguk. Pria itu menggertakkan gigi saat penisnya diremas tanpa aba-aba.

"Kau menyukainya." Maximus tersenyum penuh kemenangan. Tubuh setengah telajang Yu Wen sangat menggoda. Maximus menginginkannya, tapi ia tidak bisa memuaskan nafsunya terhadap Yu Wen malam ini. Tidak. Maximus tidak akan memberikan apa yang diinginkan oleh Yu Wen. Belum waktunya, pikir Maximus.

Tanpa mengatakan apa pun, Maximus beranjak naik. Tanpa merasa malu, ia berdiri telanjang di sisi kolam. Kepalanya menunduk, pandangan Maximus bersirobok dengan netra Yu Wen yang terlihat bingung. "Aku tidak mau kau mati," ucap putra mahkota. Satu tangannya terulur. Yu Wen yang masih bingung pun menerima uluran tangan itu dan segera naik.

"Kau tidur denganku malam ini," ucap Maximus. "Hanya tidur, tidak ada kegiatan panas lain!" sambungnya, penuh penekanan.

.

.

.

TBC

TAMAT - FATED (BRIGHTWIN (BxB))Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang