Bab 3. Bodoh?

1.3K 187 9
                                    

DILARANG MENJIPLAK, MENYALIN, MEMPUBLIKASIKAN CERITA MILIK SAYA TANPA IZIN ATAU SEPENGETAHUAN PENULIS.

.

.

.

Ada yang berbeda di perkemahan, siang ini. Suara tepuk tangan, sorakan semangat prajurit menggema, meneriakkan, mengelu-elukan nama kedua pesaing yang tengah bertanding di arena. Di atas tumpukan salju, Bright dan Ega berdiri, memamerkan otot tubuh bagian atas yang terekspos.


Keduanya berhadapan, berjalan memutar tanpa menurunkan kewaspadaan, dan saat pertandingan dimulai, suara teriakan prajurit terdengar semakin memekakan telinga. Keadaan menjadi ribut, pertandingan berlangsung seru. Menyaksikan dua pemimpin utama bertanding gulat, membuat semangat prajurit kembali terpompa.


Di kerumunan itu, Wen berdiri, mengamati jalannya pertandingan dengan ekspresi tidak terbaca. Riuh suara membuatnya bergeming. Semangat menggebu di sekitarnya tidak membuat pria itu tertarik.


Dalam diam, mata tajam Wen mengawasi, mengukur kekuatan kedua pemimpin yang tengah bertanding. Dalam diam, Wen mengingatkan diri akan ratusan ribu penduduk Kerajaan Timur yang meregang nyawa di tangan pasukan ini.


...Uap udara mengepul setiap kali Ega membuka mulut. Napasnya terengah, tubuh pria itu berbaring di atas tumpukan salju. Sesi pertandingan gulatnya melawan putra mahkota berhasil membuat Ega lelah luar biasa.


Ega menatap sosok pemimpinnya yang sudah berjalan keluar arena dengan angkuh. Sorakan gembira para prajurit menggema, menyaru, mengantar setiap langkah putra mahkota kembali ke tendanya.


Mungkin ini hanya perasaannya saja, tapi di titik tertentu saat pertandingan, Ega merasa putra mahkota menginginkan nyawanya.


...


Ega seharusnya tidak terkejut saat putra mahkota memberinya tugas baru--menjadi guru bela diri Yu Wen. Dari awal seharusnya ia tahu ada yang istimewa dari budak dari utara itu. Bukan kebiasaan putra mahkota untuk menempatkan seseorang di sisinya, dan melihat Wen sebagai pengecualian seharusnya memberi Ega peringatan.


Ega berjongkok, menatap muridnya yang terbaring di atas hamparan salju dengan napas terengah. "Sebenarnya apa yang bisa kau lakukan?"


Wen mengulum senyum. Menggunakan isyarat sederhana dia menjawab, Makan.


Mengerti maksud isyarat Wen, yang lebih tua hanya bisa menghela napas panjang.
"Bagaimana?" Suara berat Bright menarik Ega dari lamunan pendeknya. Sang jenderal muda kembali berdiri, memberi hormat, dan bergerak ke sisi kiri, memberi jalan untuk sang tuan. Pandangan dingin Bright menyapu Wen yang masih berbaring di atas tumpukan salju. Pipi merah, embusan napas lelah dan dada naik turun Wen membuat yang lebih tua menyipitkan mata. Tanpa bicara, putra mahkota melepas jubah bulu yang dikenakannya lalu melempar ke arah Wen.


"Pakai!" ucapnya, dingin.


Wen menekuk wajah, bibirnya mengerucut. Susah payah dia berdiri. Seluruh tubuh pria itu terasa remuk redam. Latihan bela diri lebih melelahkan dibanding bekerja di ladang seharian."Jadi, bagaimana?"

TAMAT - FATED (BRIGHTWIN (BxB))Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang