Bab 17. Penyihir dari Timur

958 143 8
                                    

Maaf lama nggak diupdate. Silahkan membaca, update-annya agak panjang kali ini. ^^

.

.

.

Kabut tebal menyelimuti perbatasan Faroe Tengah. Suara ringkik kuda terdengar dari balik kegelapan. Sisa hujan semalam menyisakan becek serta tanah berlumpur dan udara dingin.

Di atas bukit, lima ratus pasukan berkuda berbaris rapi. Sang pemimpin mengenakan baju zirah putih bersih dengan topeng berwarna perak senada dengan warna simbol Keluarga Yu dari timur.

Sang pemimpin duduk dengan gagah di atas kuda hitam terbaiknya yang terus mengais-ngais pelan, meringkik, mendenguskan uap hangat ke udara.

Sebuah gerakan tangan memberi sinyal kepada seorang prajurit untuk membunyikan peluit. Suaranya terdengar melengking di tengah heningnya malam.

Perintah telah diturunkan. Ratusan pasukan berbaju zirah hitam merangsak cepat menuruni bukit laksana pasukan semut. Bergerak rapi di dalam lintasan masing-masing dan masuk ke dalam pintu gerbang desa tanpa ada perlawanan berarti.

Ambil persediaan pangan, pakan dan persenjataan lalu bakar lumbung desa. Perintah itu sangat tegas, dan sebelum kabut terakhir pudar pasukan pun menghilang, meninggalkan ketakutan di belakangnya dan mereka memiliki julukan 'Penyihir dari Timur'.

. . .

Di tempat lain, Ega melirik meja kerja Maximus berkali-kali, mulutnya yang terbuka kembali ditutup kembali.

Aneh karena Maximus terlihat tenang, terlalu tenang mengingat komdisi Yu Wen saat ini.

"Apa yang mengganggumu?" Suara Maximus terdengar berat dan penuh penekanan. Netra tajamnya tidak lepas dari dokumen yang tengah dibaca. "Cepat selesaikan pekerjaanmu!" perintahnya membuat Ega kembali memusatkan pikiran ke lembaran demi lembaran laporan yang harus dipilahnya sebelum diserahkan kepada Maximus.

"Raja Centrus," ucap Ega tiba-tiba. "Dia tidak akan memberikan apa yang kita inginkan dengan mudah."

Maximus hanya terkekeh pelan menanggapi ucapan tangan kanannya itu. "Dia akan memberikan apa yang kita inginkan jika kita memiliki apa yang dia butuhkan," jawabnya.

Sebuah dokumen dilempar Maximus ke tangan Ega. "Penyihir dari Timur. Kebetulan sekali mereka muncul di tempat ini." . . .

Binatang malam masih bernyanyi seperti biasa. Saling menyapa, disaksikan rembulan yang bersinar terang, tanpa tahu rindu, tanpa tahu gundah yang terus memberontak menginginkan bebas.

Di atas dipan Yu Wen tergeletak, terlelap dalam lilitan rindu, terperangkap dalam kenangan dengan napas tersengal tidak menentu. Bibir merah mudanya kini membiru, menahan serbuan rasa sakit yang menginginkan sang jiwa terhempas dari raga.

Keributan di sekitarnya tidak membuat pria itu terjaga. Tangisan A Chen tidak berhasil membuat Yu Wen membuka kelopak mata. Ia terlalu lelah, hatinya sakit, jiwa pria itu terluka parah.

Yu Wen bao bao? Panggilan kesayangan itu terdengar tidak asing. Kedua mata Yu Wen terbuka, tanpa tahu di mana dia berada saat ini? Sekelilingnya terlihat gelap, ia merasa tersesat.

Niang? Yu Wen memanggil serak. Kaki telanjangnya melangkah, berusaha menemukan sumber suara yang tersembunyi di balik kabut pekat. Niang? Kaki telanjangnya kini berlari. Gelap semakin mencekam. Itu suara ibunya. Yu Wen tidak mungkin salah mengenali.

Niang? Ia kembali memanggil. Yu Wen ingin melihat walau sekejap, tangannya ingin memeluk untuk meredakan sesak. Kenapa begitu sulit untuk bertemu? Kenapa begitu sulit melepas rindu?

TAMAT - FATED (BRIGHTWIN (BxB))Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang