32.4 Adipati Gunne

582 79 2
                                    

Hallo2 ... PDF Fatde versi lengkap masih bisa dibeli ya. Yang minat bisa langsung DM akun Wattpad saya.

Untuk yang mau claim versi wattpadnya (tidak lengkap), bisa scroll di profile saya ya. Link downloadnya ada di sana. 

Thank you dan happy reading! ^^

.

.

.

Setelah mendapat izin dari Maximus, para tabib bergantian memeriksa Yu Wen. Hasil pemeriksaan mereka sama—Yu Wen sudah tewas lebih dari sepuluh jam yang lalu.

Asva segera mengusir sepuluh tabib itu setelah mereka menyelesaikan tugas. Hal itu dilakukan Asva untuk mencegah kemurkaan Maximus.

Udara di dalam ruangan itu terasa berat. Suasana menjadi muram, diselimuti oleh kesedihan.

Pandangan Asva bertemu dengan Ega. Keduanya bicara tanpa kata.

"Yang Mulia, hamba akan menyiapkan upacara pemakaman untuk Yu Wen." Ega terdiam beberapa saat. Rasanya sulit mengatakan hal itu. Tubuhnya sedikit gemetar. Ega tidak pernah mengira akan sesedih ini karena kematian seseorang. "Peti mati seperti apa yang Anda inginkan untuk Yu Wen?"

"Sudah kukatakan dia tetap berada di sampingku!" Teriakan Maximus menggema, mengagetkan Asva. "Dia tidak akan pergi ke mana-mana!" sambungnya masih dengan kemarahan yang sama. "Yu Wen akan tetap berada di sampingku. Dia akan tetap bersamaku!" putusnya, tegas.

Dua hari berlalu, mendengar kekeraskepalaan Maximus yang enggan mengebumikan Yu Wen, Kaisar Takvor pun akhirnya turun tangan. Jubah kebesaran-nya menyapu lantai yang dia lewati saat berjalan menyusuri lorong panjang menuju kamar Putra Mahkota.

"Sampai kapan kau akan menahannya di sini?" Teriakan Takvor menggema, memantul pada dinding dingin kamar Maximus. Putra Mahkota sudah dua hari tidak meninggalkan kamar. Aroma bunga magnolia memenuhi ruangan itu.

Takvor melirik tubuh Yu Wen yang terbujur kaku di atas ranjang. "Kau akan menahannya hingga berapa lama?" Dia kembali bertanya. "Maximus, aku sudah katakan sejak awal, kau tidak boleh memiliki perasaan cinta. Kau tidak membutuhkan hal itu. Sebagai calon kaisar Kekaisaran Barat, kau sudah ditakdirkan untuk kesepian!"

"Aku tidak mau kehilangan Yu Wen."

"Kau akan kehilangan dia selamanya jika dia tidak segera dikebumikan!" Takvor mengatakannya dengan nada sinis. "Kau harus segera mengebumikannya sebelum tubuhnya membusuk!" Kalimat itu diucapkan Takvor dengan penuh penekanan.

Ada jeda pendek sebelum Takvor kembali bicara. "Kuburkan dia, atau aku sendiri yang akan menguburkannya dan aku pastikan kau tidak akan menyukai pilihanku!"

.

.

.

Di waktu yang sama, Abaven terlihat gelisah. Dia bertemu dengan beberapa orang utusan Baojia. Rencana mereka akan gagal jika Yu Wen tidak dimakamkan besok. Waktu semakin sempit. Racun yang diminum oleh Yu Wen harus segera mendapat penawar secepatnya, jika tidak, Yu Wen akan mati.

"Yang Mulia, apa yang akan Anda lakukan sekarang?" Seorang pria berusia empat puluh tahunan bertanya kepada Abaven. "Pangeran Yu Wen bisa mati jika tidak mendapat penawar secepatnya." Di sampingnya, Re Ba pun sama gelisahnya.

"Kalian tunggu di luar istana," ucap Abaven. "Jika terpaksa, kita akan menculik tubuh Yu Wen," putusnya terdengar sedikir frustrasi.

Namun, mereka sangat beruntung. Langit sepertinya berpihak kepada mereka. Maximus akhirnya mengizinkan Yu Wen untuk dikebumikan. Tubuh Yu Wen dimasukkan ke dalam peti yang terbuat dari kayu cendana. Tubuhnya di baringkan di atas bantalan lembut berlapis sutra.

Yu Wen terlihat memesona, bahkan dalam kematiannya. Namun, rambutnya tidak berhias. Maximus mengambil tusuk konde giok yang awalnya tertancap di sanggul Yu Wen.

"Aku akan menyimpannya." Maximus membelai pipi Yu Wen beberapa kali sebelum akhirnya mengizinkan prajurit untuk menutup peti mati. Aroma dupa tercium di udara, untuk terakhir kalinya Maximus menatap peti mati Yu Wen yang kini sudah dimasukkan ke dalam lubang makam.

Maximus tidak meninggalkan tempat itu hingga hari menjelang malam. Dia duduk di atas punggung kudanya, menatap tumpukan tanah yang menggunung.

Sementara itu, di balik semak-semak, anggota prajurit Penyihir Timur menunggu dengan tidak sabar. Mereka sudah menggali terowongan yang tersambung ke makam Yu Wen sebelumnya, hanya tinggal menunggu waktu tepat untuk mengeluarkan Yu Wen dari sana.

Setelah merasa aman, prajurit yang menunggu pun menyelesaikan galiannya. Mereka melubangi bagian kepala peti mati Yu Wen lalu menarik tubuhnya dari sana.

Perlu usaha sangat keras untuk mengeluarkan Yu Wen dari peti mati tanpa membuat kecurigaan prajurit Kekaisaran Barat yang berjaga. Abaven membawa tubuh adiknya ke tempat aman terlebih dahulu lalu memasukkan obat penawar untuk diminum Yu Wen.

Mereka menunggu beberapa saat. Ketegangan semakin terasa saat Yu Wen tidak memberikan reaksi apa pun.

"Kenapa masih belum beraksi?" tanya Re Ba, terlihat sangat khawatir. Dia berlutut di samping tubuh Yu Wen yang masih belum sadarkan diri.

Abaven tidak menyerah. Telapak tangannya mulai memompa dada Yu Wen. "Bangun!" Abaven terlihat frustrasi. "Tolong bangun!" pintanya lagi terdengar memohon. "Yu Wen bao-bao?" Air mata Abaven jatuh tanpa bisa dihentikan.

Malam semakin larut. Helaan napas mereka terdengar kompak saat Yu Wen akhirnya memberikan reaksi. Yu Wen terbatuk keras, dadanya terasa panas. Ia menatap semua orang di dalam ruangan itu, nanar. "Kak?"

Abaven mengucap syukur. Dipeluknya Yu Wen erat. "Kau membuat kami takut," cicitnya. Ia menangkup wajah Yu Wen lalu mencium kedua pipinya bergantian. "Kau benar-benar membuat kami takut." Pelukan abaven mengetat.

"Kakak Yunning?" Suara Yu Wen terdengar serak. Ini pertama kali setelah belasan tahun Yunning memeluknya begitu erat. Yu Wen tersenyum, kedua tangannya balas memeluk tubuh yang lebih tua, pebuh rindu.

"Yang Mulia, kita tidak memiliki banyak waktu." Re Ba mengingatkan dengan cemas.

Walau tidak rela, Abaven akhirnya melepas Yu Wen setelah memberi adiknya itu minum. "Jaga benda ini dengan baik!" Abaven menyerahkan stempel Kerajaan Timur yang dititipkan Mei Hwa ke tangan Yu Wen. "Benda itu sangat penting." Di dalam pelukannya, Yu Wen mengangguk. Adiknya tidak mengatakan apa pun saat Abaven membungkus tubuh Yu Wen dengan selimut sebelum mengantarnya naik ke atas kereta kuda.

"Kau akan pergi menemui Baojia. Katakan kepadanya jika aku menyanyanginya juga."

Kedua mata Yu Wen berkaca-kaca. Dia tidak tahu apakah ini akan menjadi pertemuan terakhirnya dengan Abaven?

Membaca isi pikiran Yu Wen, yang lebih tua pun tersenyum. "Jangan khawatir. Aku akan menjaga diriku dan juga Selir Mei Hwa. Kalian harus hidup. Hong harus digulingkan demi kesejahteraan rakyat."

Yu Wen menganggukkan kepala. Pikirannya dipenuhi oleh banyak hal. Namun, sekarang dia tidak bisa mundur lagi. Budak bisu dari Timur sudah mati. Yu Wen akan kembali sebagai sosok baru.

.

.

.

TBC

TAMAT - FATED (BRIGHTWIN (BxB))Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang