Bab 22.3 Sosok yang Tidak Asing

671 140 20
                                    

Happy reading ya! ^^

.

.

.

FATED 22.3 Sosok yang Tidak Asing

Keesokan harinya, Ega sangat terkejut saat mendapati Yu Wen dan Asva telah berdiri menunggunya di depan pintu kamar. Pria itu mengerjap, menatap kedua wajah pria di hadapannya, bergantian.

"Pangeran Asva? Yu Wen?" gumamnya. "Apa yang kalian lakukan di sini?"

"Aku akan ikut denganmu." Asva menjadi orang pertama yang menjawab pertanyaan Ega. Tubuh tingginya perlahan bergerak, merapat ke tembok di samping kirinya. Sedapat mungkin Asva berusaha menjaga jarak dari Yu Wen saat ini.

Pandangan Ega kemudian tertuju kepada Yu Wen. Hari ini muridnya mengenakan hanfu sutera berwarna putih bersih, dengan sulaman bunga magnolia di ikat pinggang, serta bagian dada. Yu Wen terlihat sangat rapi, siapa pun yang melihatnya pasti mengira pria itu seorang bangsawan atau pangeran dari Wilayah Timur.

"Lalu, apa yang kaulakukan di sini?"

Yu Wen mengulum senyum, tipis. Pangeran Maximus memberiku izin untuk keluar istana karena beliau sibuk, jadi aku memutuskan untuk ikut denganmu.

"Pangeran Maximus memberitahumu jika aku akan pulang ke rumah, kan?" Anggukan Yu Wen sudah diduga oleh Ega. Ia hanya bisa menghela napas panjang. Satu jarinya diangkat ke depan wajah. "Berjanjilah, apa pun yang terjadi di kediamanku nanti, kau tidak boleh mengatakannya kepada Pangeran Maximus!"

Yu Wen mengerjapkan mata. Ekspresinya memperlihatkan dengan jelas jika ia dilanda kebingungan saat ini. Tapi Pangeran Maximus memintaku untuk mengatakan semuanya.

Asva mendekat ke arah Ega, ia berbisik, pelan. "Apa yang dikatakannya?" Sang pangeran menelan dengan susah payah saat pandangannya bertemu dengan Yu Wen.

"Dia senang karena bisa keluar istana," dusta Ega, berdeham pelan.

Asva pun mengangguk. "Omong-omong, apa benar dia suka makan daging manusia?" Ia masih berbisik di telinga Ega.

"Siapa yang mengatakan itu?"

"Maximus—" Asva terdiam. Pandangannya tertuju kepada Yu Wen lalu kepada Ega. Iamendengkus, giginya gemeretak. "Dia membohongiku, kan?"

"Tentu saja dia membohongimu." Ega menggelengkan kepala, heran. Selain Asva, sepertinya tidak akan ada orang lain yang percaya alasan konyol Putra Mahkota Maximus.

.

.

.


Sementara itu di tempat lain, Maximus bersama dua orang prajurit terbaik miliknya menunggangi mereka untuk keluar pintu gerbang ibu kota, pagi ini. Ketiganya berkuda dengan sangat cepat, meninggalkan debu yang berterbangan di udara di belakangnya.

Perjalanan itu memakan waktu hampir empat jam hingga akhirnya Maximus tiba di sebuah bukit terpencil di sisi selatan Desa Livia. Hamparan pepohonan dengan daun berwarna merah, jingga dan kuning menyambut kedatangan mereka, pagi ini.

Maximus menarik tali kekang, segera meloncat turun dan memberikan tali kekang kudanya kepada salah satu prajurit. Bangunan rumah kayu di hadapannya terlihat sangat sederhana, tapi cukup rapi. Halaman depannya pun cukup luas.

Putra mahkota berjalan menuju pekarangan rumah dengan langkah penuh wibawa. Ia membuka sarung tangan kulit, sementara matanya menyapu ke segala penjuru.

"Pangeran Maximus?" Seorang pria berusia enam puluh tahunan berjalan tergopoh-gopoh dengan bantuan sebuah tongkat. Rambut putih, keriting sebahu pria itu terlihat kusam. Kulitnya keriput, tapi tekad kuat dan pandangan tajam itu masih ada di sana.

TAMAT - FATED (BRIGHTWIN (BxB))Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang