BULAN MADU

2.2K 8 0
                                    

      Setelah berbincang singkat dan tidak ingin membuat Rei semakin marah, Zenira bergegas mengejar Rei yang sudah berjalan lebih dulu meninggalkannya menuju parkiran mobil yang akan membawa mereka menuju villa.

        Arghh...

     "Sial, kenapa semuanya jadi kacau begini. Bikin kepalaku pusing saja. Padahal dia sendiri yang membuat semua kekacauan ini." gumam Rei sambil mengacak-acak rambutnya.

     Sikap Viko tadi ternyata membuat Rei sadar, bahwa selama ini ia terlalu kasar pada istri lugunya. ia juga sadar harus merubah sikapnya pada Zenira. Jika terus ingin bersama istrinya itu.

     Rei masih termenung atas kejadian tadi, ia tidak menginginkan sampai kehilangan Zenira sebelum warisan orang tuanya jatuh ke tangannya.

     "Aku harus bertahan, jika sampai Zenira pergi dari hidupku. Sebelum warisan Papi, aku dapatkan berarti perjuanganku menikahi gadis lugu itu akan menjadi sia-sia." batin Rei dalam hati.

      Sekarang saja kedua orang tuanya belum benar-benar menerima pernikahannya, walau mereka sudah merestuinya. Dan itu berarti belum benar-benar lepas dari masalahnya.

     Akhirnya Rei dan Zenira tiba di parkiran masuk ke dalam mobil yang akan membawa mereka menuju villa, dua tas koper dan beberapa tas kecil yang di bawa pasangan baru ini kemudian di masukkan sopir ke dalam bagasi mobil.

     "Ayo, pak. Kita berangkat sekarang nggak pakai lama, karena saya sudah lelah sekali." perintah Rei pada sopir yang sudah siap memulai perjalanannya menuju Villa.

     "Baik, pak!" jawab sopir mengangguk, ia mulai melajukan mobilnya meninggalkan parkiran.

      Dalam perjalanan menuju villa yang berjarak sekitar dua puluh kilo meter dari Bandara Denpasar, Rei menjadi kembali ber manis-manis pada Zenira.

     "Maafkan aku ya, jika belakangan ini aku jadi sering marah padamu." ucap Rei sambil mengelus lembut wajah Zenira.

     "Aku memaafkanmu, Rei. Aku tahu kamu marah karena lelah." ucap Zenira yang senang melihat Rei sudah kembali baik padanya.

       Zenira menyandarkan kepalanya di bahu suaminya itu. Dia sadar terkadang suaminya akan sangat marah saat sedang lelah atau kesal.

       Tidak berapa lama, akhirnya mobil yang membawa Rei dan Zenira tiba di villa tempat mereka honeymoon. Villa ini begitu indah dengan pemandangan laut Bali yang begitu tenang dan biru.

       "Zen, pakai lotion ini. Untuk melindungi kulitmu agar tidak tersengat panas matahari yang terik." perintah Rei memberikan botol lotion pada Zenira.

      "aku akan memakainya di kamar mandi saja." ucap Zenira, ia bergegas berjalan menuju kamar mandi.

     Perhatian Rei membuat Zenira sangat terpesona, meski memang suaminya sangat dingin seperti kulkas tapi saat lembut ia kembali menjadi pria yang sangat manis dan hangat baginya.

       Siang ini mereka menikmati suasana indahnya villa, tempat mereka akan menghabiskan waktu honeymoon. dan kini mereka sudah berada di pantai dekat villa untuk menikmati deburan ombak yang bergulung-gulung.

      "Zenira! ayo kita makan siang dulu. Nanti kita lanjutkan lagi bermain ombaknya." Teriak Rei mengajak, ia meninggikan intonasi suaranya karena suara deburan ombak yang kencang, ia memberikan kode menjauh dari tepi laut untuk kembali ke villa.

      "Baiklah Rei, ayo kita kembali ke villa." jawab Zenira ikut meninggikan intonasi suaranya, ia berlari kecil mensejajarkan langkahnya dengan Rei.

      Sesampainya di halaman depan villa, mereka di sambut  beberapa orang pegawai villa menuju pintu utama. Hingga mereka di antar sampai di sebuah lokasi tempat makan di villa itu, yang memiliki banyak ornamen khas Bali.

       "Silahkan Bu, hidangannya sudah bisa di nikmati." ucap salah seorang pegawai di villa dengan senyuman ramah.

      "Baik, terima kasih ya, kalian sudah menyajikan makanan yang enak ini." jawab Zenira dengan tatapan berbinar senang, dengan hidangan makanan enak dan banyak di hadapannya.

     Sepiring besar ayam bakar, sebakul nasi putih, kerupuk dan acar serta juice nanas segar juga beberapa cemilan tradisional khas Bali menjadi menu yang sangat nikmat di hari yang panas ini.

     Zenira yang sudah kelaparan karena tidak sempat sarapan, kemudian segera menyantap makan siang dengan porsi besar.

    Rei yang melihat Zenira dari jauh hanya dapat terheran-heran melihat nafsu makan Zenira yang besar.

     "Maklumlah ia tidak pernah lihat makanan enak." gumam Rei yang terus menatap istrinya.

     "Kamu tidak makan?" tanya Zenira yang sibuk dengan piring makannya, yang terlalu fokus menikmati makan siangnya.

       Rei tidak menjawab ia malah membuang wajahnya, dan kembali sibuk dengan ponselnya.

     "Ya sudah, tidak apa! kalau memang kamu belum mau makan." ucap Zenira melanjutkan makan siangnya dengan lahap, ayam bakar bumbu khas Bali ini terasa sangat enak di lidahnya.

     Zenira yang melihat nasi dalam bakul kembali teringat pada kedua orang tuanya yang hidup sulit di kampung. Entah apa yang akan di katakan kedua orang tuanya, jika sampai tahu ia kini sedang liburan bersama suaminya yang kadang baik kadang dingin ini.

      Seketika hatinya terenyuh menyeka air matanya mengingat semua kejadian buruk yang terjadi selama hidupnya, ia hanya gadis polos yang bermimpi bisa bekerja di Jakarta dan pulang membawa kebanggaan untuk orang tuanya.

     Namun, mimpi itu pupus karena keadaan. tidak semudah yang ia bayangkan, mencari pekerjaan di ibukota ternyata sulit. Sering kali ia mengalami nasib kurang beruntung, karena sistem bekerja kontrak di perusahaan tempatnya. tidak jarang ia kehilangan pekerjaannya sebelum sempat mengumpulkan uang untuk ia kirim pada orang tuanya di kampung. sering kali saat ia kehabisan uang dan orang tuanya tidak mampu mengirim uang untuk membantunya. Zenira terpaksa tidak makan, sungguh ia tidak ingin menjadi beban bagi orang tuanya.

     Kini ia bisa menikah dengan Rei yang walaupun arogan dan dingin tetap bersedia membelikannya makanan seenak ini.

     "Kenapa kamu menangis? Ceritakan saja padaku, aku tidak suka melihat kamu menangis?" tanya Rei  yang sadar melihat istrinya menangis, sambil mengelus lembut rambut Zenira yang semakin menangis tersedu.

    Zenira tidak mampu menjawab pertanyaan Rei, ia hanya bisa menyandarkan kepalanya di bahu Rei dan menangis sebisanya.

     "Jangan marah-marah lagi, aku takut." bisik Zenira di telinga Rei sambil menyeka air matanya.

     Rei menghela napas panjangnya, ia memang tidak pernah bisa lembut pada wanita. Sudah wataknya seperti itu, tapi demi mendapatkan warisan dari Papinya mau tidak mau ia harus berubah sementara waktu ini.

     "Maaf ya, aku tadi sedang capek saja." ucap Rei sambil tersenyum tipis.

     Tentu ini keajaiban bagi Rei bisa mengucapkan kata maaf pada wanita yang di buatnya menangis. Dulu pada saat dengan mantan pacarnya tidak pernah sekalipun pria kaya dan tajir ini bisa mengucapkan kata maaf di dua tahun hubungan cintanya yang ia jalani.
    

TERJEBAK PERNIKAHAN KONTRAK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang