Ini tentang rasa cinta tanpa syarat, perasaan itu murni datang dan memenuhi seluruh isi hati. Tidak mudah untuk saling memiliki, namun cerita awal yang mengawali semua perasaan ini sungguh terasa manis jika diulang beberapa kali, tak pernah bosan, karena dengan semua kisah itu, cinta hadir di setiap sentuhan dan kehangatan kehidupan.
Waktu selalu menjadi pendamping di setiap kisah yang terjalin, rasa syukur saling memiliki memang tak selalu terucap setiap hari, namun sang pemiliki hati bisa merasakan bahwa hati lainnya selalu menghargai semua detik, hari, bulan, hingga tahun yang telah terlewati. Tatapan penuh teriakan cinta itu tak pernah hilang, mereka selalu ada, bahkan terdengar lebih kuat dari sebelumnya.
Kerinduan selalu bermain di antara mereka. Rasa rindu yang selalu menyapa waktu ini, tampaknya menjadi pemanis dalam hubungan yang romantis. Hati yang jauh akan terasa sakit, namun masih bisa dikompromi dengan bayangan akan pelukan yang pasti didapatkan dipenghujung hari. Bukankah hubungan ini terlalu sempurna? Namun, tak ada yang berani bicara tentang kesempurnaan, di saat waktu tak pernah menyelipkan rahasia di antara mereka. Sang pemilik waktu pun tak pernah memberikan dengan percuma kapan akhir akan tiba.
Namun, kekhawatiran itu sudah sirna saat tujuh hari terbentang di antara mereka. Jarak yang jauh malah membuat rasa rindu itu memuncak mengalahkan rahasia waktu yang semula menjadi momok menakutkan. Sekarang, sang waktu tidak lagi memberi ancaman di antara mereka. Entah kapan ancaman itu kembali, namun sekarang sang pencinta tidak ingin membiarkan kekhawatiran yang tak pasti mengelilingi kisah cinta ini.
Mengikuti alur, Becca ingin mencintai dalam damai. Dia sadar, Freen lebih berharga dari pada perasaan cemasnya. Dan juga, semua rasa ingin dalam dirinya, secara ajaib memusnahkan semua rasa gelisah itu. Sekarang, perasaan cinta melilit erat hatinya, seolah tidak membiarkan satu pun yang masuk dan mengganggu kupu-kupu yang berterbangan itu.
Semua orang bisa melihat sebuah rasa bahagia sedang bersinar di wajahnya, dia tak sabar untuk pulang dan bertemu Freen malam ini. Tidak hanya bertemu, dia menginginkan semua tentang Freen. Menghirup aroma tubuh kekasihnya, menyentuhnya dan merasakan tubuh itu dekat dengan tubuhnya, Becca sudah membayangkan itu semua. Tubuh, pikiran dan hatinya selalu berteriak, Bec, kapan pulang? Aku sudah tidak sabar!
Senyum itu terbentuk luas, dia menghembuskan napas tak sabar dari dalam dadanya.
Sekarang dia melihat layar ponselnya, satu foto Freen mencium pipinya, dia menatapnya dengan senyuman itu. "Mengapa sepuluh menit terasa lama, Freen?" Dia menyentuh layar ponsel itu, "Aku sudah tidak sabar." Freen...
Dia melihat jam di layar ponsel itu, lalu tiba-tiba satu notifikasi muncul. Freen mengirim pesan.
From My Pieris:
(Stiker lucu) Aku sudah di depan, jangan lari nanti ya. Nanti kakimu sakit lagi.
Lagi, senyumnya yang manis tergambar jelas di wajahnya. Jika di perhatikan, Becca merasa seperti orang yang baru saja pacaran. Padahal sudah bertahun-tahun tinggal dengan Freen, Becca selalu seperti ini saat mendapat pesan dari Freen.
Dia membalas dengan cepat.
To My Pieris:
(Stiker cium) Tidak mau, aku akan berlari dengan hati-hati. Aku tak sabar bertemu dengan sayangku.
Becca menunggu balasan dari Freen dengan tertawa kecil, dia tau Freen akan marah dengan balasannya kali ini.
From My Pieris:
(Stiker marah) Kalau kamu lari, aku akan tidur cepat malam nanti.
Senyum Becca tiba-tiba pudar, dia terdiam. Dia tak mau hal itu terjadi, dan dia tau bahwa Freen selalu mengatakan hal sebenarnya. Dia menghela napas dan cemberut, Freen sungguh tak bisa di ajak bercanda. Dia pun membalas pesan itu dengan bibir cemberut yang masih bertahan.