Hilir cinta tak akan ke mana-mana selain bermuara di akhir perjalanannya. Terbendung di tempat yang sama dengan harapan bisa bertahan untuk waktu yang lama. Perasaaan ini benar-benar nyata, hari-hari yang telah terlewati adalah buktinya. Kehangatan dan semua rasa nyaman yang masih singgah dalam waktu yang lama itu seolah membuat dua hati ini menerka-nerka, apakah ini yang namanya cinta sejati?
Sebuah pertanyaan dengan nihil jawaban. Lagi, tak ada yang tau apa arti cinta sejati. Jika kata tanya ini muncul dalam sebuah percakapan, maka perasaan ragu selalu memeluk satu hati. Tak bisa disalahkan, karena memang, dunia tidak pernah memberi kata sejati itu dengan percuma. Bahkan, mungkin, tak ada yang merasakannya.
Harapan memang selalu ada saat menaburkan kata-kata romantis dalam sebuah hubungan, sejati adalah kata yang sangat manis dan terdengar penuh sayang. Namun, tidak untuk dirinya, Freen tak pernah sekalipun mengartikan semua jalan cerita cintanya merupakan cinta sejati. Dia juga tak berharap untuk mengejar kata itu. Yang mana semulanya, dia hanyalah seorang pendamba cinta yang menundukkan hatinya sebagai pemberi cinta yang tulus.
Tulus? Itu sebuah kata yang sangat putih, dan terkesan hambar. Freen menyukai kata ini dari awal kisah cinta ini terbentuk. Dia mencintai Becca dari lubuk hatinya yang paling dalam, Freen tidak berharap apapun pada waktu yang terbentang di depannya melainkan hanya terselip rasa ingin untuk memberikan cinta yang terbaik untuk pasangannya ini.
Kasarnya, dia tak masalah jika waktu menghianatinya nanti.
Namun itu dulu, saat awal mula semua terbentuk, dia pasrah dan hanya menerima saja takdir yang diberikan.
Sekarang? Freen tak ingin menjalani cinta yang tulus lagi, karena rasa cinta di hatinya sungguh tak bisa dia bendung dalam kesabaran akan semua nasib yang dia jalani. Freen menjadi seseorang yang menginginkan lebih akan cinta, bahkan hatinya sekarang sedang meraung untuk diberikan cinta sejati itu.
Suasana masih sunyi, matahari pun belum menyapa bagian bumi ini. Tatapan nan lembut dari mata yang bersinar halus itu sedang menatap paras tenang yang tertidur karena kelelahan. Freen memeluk Becca di bawah selimut itu, dia tersenyum lembut, perasaan cinta itu amat terasa dalam dirinya. Namun, rasa itu sekarang tercampur, tidak hanya perasaan senang dan bahagia, tapi ada perasaan lainnya yang menganggu sang pemilik hati itu.
Freen sudah melewati hampir lima tahun kehidupan dengan jantung Saint yang memang masih berdetak kuat ini. Tapi, belakangan ini dia juga merasakan sakit yang tak bisa dia tahan. Entah apa masalahnya, tapi Freen berhasil menahan semua sakit itu dengan senyuman saja. Dia masih tak ingin berbagi semua itu pada wanita yang dia peluk ini, sebab melihat Becca khawatir hanya akan menambah dirinya kesulitan untuk menahan rasa nyeri yang kadang-kadang seperti terbakar ini.
Bagi Freen, senyum dan mata yang berbinar dari Becca adalah energi untuk dirinya menjalani hidup. Jika tangis yang dia hadapi, hati itu akan kian memburuk. Freen tak ingin mempersingkat hidup dengan semua kemurungan itu.
Sudah dikatakan sebelumnya bukan, jika Freen ingin cinta sejati? Itu mustahil, memang.
Tapi, sekarang perasaan itu hadir dalam diri Freen, dia menjadi seorang yang rakus akan waktu, Freen ingin hidup selama Becca hidup. Dia ingin menemani Becca sampai dipenghujung sisa waktu kehidupan mereka, Freen tak bisa menghentikan perasaan ini, dia akhirnya berdoa dengan kata yang sama seperti Saint dulu.
Aku ingin bersamanya, selamanya.
Freen tak kuasa menahan tangis, air mata itu mengalir begitu saja jatuh ke atas bantal putih yang dia gunakan. Senyuman itu masih sangat lembut, dia berkedip perlahan dan akhirnya mencium kening Becca dengan pelan dan cukup lama dengan mata yang terpejam.