Cahaya pagi Bangkok menerangi kamar vip itu, tirai sudah terbuka dari tadi, sang kekasih dari penulis itu sengaja membukanya cukup lebar untuk melihat suasana kota dengan sebutan Krung Thep ini, yeah kota para bidadari. Tanpa menelusuri makna tersebut, pemandangan penuh kesibukan dapat dilihat dari ruangan spesial ini, bangunan tinggi dan rendah menjadi pusat perhatian siapapun yang berdiri di balik kaca nan transparan. Becca berdiri di sana, namun sekarang tidak, matanya tak melihat kota rapat itu, anak Armstrong ini sedang melihat pemandangan langit yang tampak cerah. Juga, sesekali matanya mengintip matahari pagi, namun menghindar dengan cepat karena cukup menyilaukan.
Becca menghirup napas pelan dan menghembuskannya, dia memeluk dirinya sendiri sambil menantang sinar pagi hari itu. Yeah, calon dokter ini baru saja mandi dan sekarang dia ingin menghangatkan diri. Tatapannya masih saja mencari awan yang tak kunjung muncul, hingga suara wanita yang dia cintai terdengar dari belakangnya. "Vitamin D, huh?" Suara Freen sedikit serak, tipikal suara pagi.
Becca berbalik dan tersenyum lebar, dia senang Freen akhirnya bangun. Dalam sekejap dia mendekati sang kekasih, duduk di sisi tempat tidur, lalu memberi ciuman kening. "Selamat pagi, babe." Riang, calon dokter menyapa wanitanya dengan tatapan hangat.
Freen tertawa kecil merasakan sapaan hangat itu, lalu dia menoleh ke arah kaca lebar, dan berbalik lagi sambil berkata, "Aku kira sudah siang, Bec? Masih pagi ternyata." Dia tidak membalas sapaan pagi Becca.
Becca menghela napas, padahal dia menunggu Freen berkata, selamat pagi juga, Becca sayang, lalu membalas ciuman kening. Tapi, sekarang Freen malah berkata lain. Akhirnya dia bergumam, 'Punya pacar tidak romantis, hiss.' Bisikan kecil itu terdengar jelas, raut muka yang kesal juga sangat tampak. Freen melihat semuanya, tawa kecil tak bisa dia hindari lagi. Namun Freen tidak menggoda wajah cemberut itu, sekarang dia memperhatikan Becca yang terlihat segar dan baju yang tampak baru. Penasaran tentang itu, Freen bertanya, "Kamu masih sempat shopping Bec? Aku kira kamu menungguku di sini?" Penulis ini hanya tak bisa menduga jika itu benar terjadi.
Raut muka Becca berubah, dia tersenyum lagi sambil berkata dengan riang, "Tidak Freen, tidak mungkin aku shopping saat kamu di sini."
Alis Freen terangkat, tandanya 'Lalu?'
Becca tersenyum, "Paman membelikan kita baju, sangat banyak." Raut muka Freen terkejut dengan informasi itu, namun dia tetap diam dan membiarkan Becca mengatakan lebih banyak lagi. "Aku juga terkejut, pagi-pagi tadi paman membawa banyak sekali kantong belanjaan. Dia bilang agar aku tidak bolak-balik ke rumah untuk mengambil baju, paman tak mau aku meninggalkanmu sendirian pagi ini." Becca tidak menjelaskan semuanya, sebelumnya Tuan Shon juga meminta Becca untuk menemuinya saat siang nanti ke kantornya, dia ingin bicara.
"Banyak?" Freen menghela napas, dia tau maksud tuan Shon kali ini. "Dia pikir aku akan tinggal lama di sini, huh?" Freen menggeleng kesal, "Siang nanti aku akan pulang."
"Freen, kamu boleh pulang jika doktermu memintamu pulang." Becca mengingatkan situasinya.
Freen menjawab langsung, "Aku sudah baikan, Bec. Kamu bisa melihatnya sendiri, kan?" Becca memang sudah memperhatikan monitor itu dari tadi, wajah Freen juga tidak terlihat pucat lagi, dia tau Freen sudah benar-benar kembali normal. Tapi lagi, ini bukan ranahnya untuk memutuskan Freen boleh pulang atau tidak.
Becca tak menjawab apapun, dia hanya menatap Freen cukup lama.
Freen yang merasa tatapan sendu itu, akhirnya tak kuasa menahan tanya, "Apa yang kamu pikirkan? Ingin menciumku atau apa?" Dia menggoda Becca lagi, suasana hati Freen sangat ringan pagi ini. Dia diam-diam bersyukur sudah melewati hari berat seperti kemarin.