Lintas kehidupan itu begitu panjang, akhir tak akan tampak dari pijakan setiap mata yang memandang. Jalan lurus tak selamanya ditempuh oleh kaki yang melangkah, karena kadang turunan curam ataupun jalanan mendaki akan ditemui di tengah lintasan hidup tersebut. Namun, lagi, semua lintasan itu tak hanya memberi satu jalan saja, setiap diri diberikan banyak pilihan saat menempuh perjalanan itu. Hidup memberi banyak sekali jalan dengan risiko yang berbeda, hingga akhirnya sang dewasa akan memilih apa yang terbaik untuk dirinya.
Bayangan selalu mengikuti langkah yang berjalan, tak akan pernah tertinggal. Namun bedanya, pilihan apa pun yang telah menjadi keputusan sang dewasa, bayangan tak akan pernah merasa lelah meskipun jarak yang ditempuh sudah terlalu jauh. Juga, bayangan tak bisa berkata, 'Berhentilah sejenak, istirahat. Jika begitu lelah, maka jangan dipaksakan.' Suara itu tak akan pernah dia dengar di dalam dirinya, karena dia tau, rasa lelah yang dia miliki tak sebanding dengan semua perasaan yang dimiliki oleh kekasihnya untuk menjalani semua kehidupan itu.
Namun, dia tak bisa menahan kata-kata itu untuk dirinya sendiri. Setelah berjalan cukup lama di pinggir Pantai Hua Hin, hatinya berkata, 'Kekasihmu akan mengerti jika kamu mengatakan semuanya. Bukankah Freen pernah berkata kita harus jujur? Katakanlah, katakanlah. Freen... pasti akan mengerti.' Tapi, tak bisa. Dia tak ingin melukai hati kekasihnya dengan kalimat itu, karena dia tau, jika dirinya di posisi kekasihnya, saat mendengar semua itu, pasti Freen akan memberi jarak untuk dirinya. Ya, Freen pasti akan menjauh karena keluhan itu. Maka, dia ingin menyimpan semua itu sendiri.
Tapi, ternyata dia mengatakannya. Kata yang seharusnya dia simpan rapat-rapat, akhirnya didengar oleh kekasihnya.
.....
Tetesan infus tampak menetes pelan, Freen masih belum sadar kali ini. Sudah tiga jam berlalu, Becca tak melepaskan tangan itu sedari tadi. Dia mengelusnya, menciumnya dan berkata ratusan kali kata, maafkan aku, aku tidak seharusnya mengatakan itu. Namun apa boleh buat, kata maaf itu tak terdengar oleh kekasihnya yang masih saja tertidur, tenang, tak bergerak sedikit pun.
Kondisi Freen sebenarnya tak seserius itu, namun tegukan dua minuman keras dengan kadar alkohol tinggi itu membuat lambungnya yang kosong dari semalam menyerap cepat pengaruh alkohol itu ke tubuhnya. Sehingga, manusia yang tidak pernah mabuk sedikit pun seumur hidupnya ini, seketika tumbang saat meminum vodca tersebut. Lisa sudah pulang sejak dua jam yang lalu, dialah yang membawa semua alat medis ini untuk Freen. Tak hanya itu, sebelum pulang, Lisa sempat memarahi Becca atas situasi tersebut. Namun, Becca hanya diam, dan dia juga memohon untuk tidak memberitahu Rose tentang ini. Sungguh, Becca takut ayah Freen mendengar semua ini dan malah mengunjungi mereka dengan seribu pertanyaan yang tak ingin Becca jawab.
Sekarang, Becca mencium lagi tangan Freen dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir dan mengering sendiri. Mata Freen yang terpejam menjadi sorot pandang Becca kali ini, tak sekali pun hatinya selesai berkata, bangunlah, marahilah aku. Maafkan aku, marahilah aku. Namun dia tau, Freen tak akan memarahinya akan perkataan menyakitkan itu. Mungkin Freen, dia akan membenciku? Dugaan yang entah mengarah ke mana, namun, Becca takut jika Freen membuka matanya, dia malah berdiri dan meninggalkan dirinya.
'Sayang.' Suara itu lirih, dia takut nada yang keras akan membangunkan Freen. Karena sungguh, Becca benar-benar cemas akan respons kekasihnya atas perkataannya sebelumnya. Belum lagi, ucapannya yang kasar malam tadi. Semuanya, Becca benar-benar takut Freen akan memberinya kata-kata yang tak dia inginkan. Salah satunya, 'Jika kamu lelah, maka pergilah.'
Hingga beberapa lama kemudian, saat Becca tak menatap wajah yang tenang itu, Freen membuka matanya, perlahan. Freen melirik tangan kirinya yang telah ditusuk dengan jarum infus, lalu dia menatap Becca yang terpejam sambil mencium tangan kanannya. Air mata Freen sungguh ingin mengalir sederas mungkin, namun dengan sekuat tenaganya, dia menahan kesedihan itu berputar dalam tengah dadanya. Freen masih berkedip pelan dan menatap saja kekasihnya yang telah tampak sembab, dia tau, Becca pasti menyesal sudah mengatakan perasaan jujur itu.