"Hei Nona! Jangan lakukan itu! Kamu mau terjun dan mati, huh?"
Kata-kata Saint...
Seketika Freen berbalik melihat siapa pemilik suara dengan kalimat yang sama dengan saudara lelakinya itu. Wajah baru yang tak pernah dia lihat sebelumnya sekarang menghampirinya dengan ekspresi yang tergesa-gesa. Lelaki tinggi dan berbahu lebar itu dengan langkah cepat menyusuri bebatuan, dia menggunakan kemeja kuning cerah, celana pendek dan sepatu putih.
Sama dengan Saint, lelaki ini menggunakan kaca mata hitam dengan gaya rambut yang rapi dan terlihat keren. Sekarang dia berada di salah satu batu lainnya sambil melihat Freen, dia membuka kacamata itu dan berkata dengan sedikit marah, "Sudah dua orang yang mencoba melakukan hal bodoh ini! Apa kalian tidak punya alasan untuk hidup, huh! Cepat turun, pikirkan orang terdekatmu! Mereka pasti akan sedih jika kamu melakukan ini!"
Freen diam, dia memperhatikan lelaki di depannya. Alis tebal dan wajah yang cukup tampan ini sungguh berbeda dengan sosok lelaki pendonor yang dia kenal, semulanya Freen berpikir Saint benar-benar kembali. Dia akhirnya tertawa kecil tanpa mempedulikan teriakan lelaki di depannya, sekarang Freen merasa malu dengan pemikirannya sendiri bahwa mungkin saja Saint singgah sebentar dan menyapanya dengan kata-kata yang sama.
Freen, itu tidak mungkin, Saint tidak akan ingin turun lagi, dia sudah tenang di sana.
"Kamu tertawa!?" Lagi, berteriak, sekarang dia berusaha untuk bersuara lebih keras dari pada deburan ombak pinggir pantai itu. Tatapan lelaki ini seolah tidak percaya, dia berharap wanita di depannya berkata tentang sesuatu seperti pergi kamu dari sini, jangan ikut campur urusanku! Ini hidupku, aku berhak untuk melakukan apapun! Tapi, yang dia dapatkan hanyalah tawa kecil dan wajah yang tampak bahagia, lelaki tinggi ini pun berkata dalam hati, apa dia sedikit...?
Freen mengabaikan perkataan lelaki tersebut, dia berbalik lagi dan melihat pemandangan sore, sedikit menghela napas, Freen akhirnya turun dari bebatuan dan meninggalkan lelaki yang salah paham atas kehadirannya. Tapi, lelaki itu malah mengikuti Freen dan berkata, "Jadi kamu tidak...?"
Dia berhenti dan menghadap lelaki itu, Freen pun bertanya, "Siapa dua orang lagi? Mereka melakukannya di sini?" Dia bertanya tentang perkataannya sebelumnya.
Langkah lelaki itu ikut terhenti. "Tidak, di tempat berbeda. Maafkan aku. Aku kira kamu..."
Freen tersenyum dan tertawa kecil. "Tidak masalah, ini bukan pertama kalinya seseorang berkata seperti itu padaku." Saint, dia juga seperti itu.
Saat Freen tersenyum, lelaki itu tiba-tiba saja terdiam dan melihat wajah Freen dengan tatapan kagum. Takut kehilangan kesempatan, lelaki itu pun segera mengulurkan tangannya dan berkata, "Nadech."
"Hm?"
"Aku Nadech, kamu siapa?"
Freen melihat tangan itu sebentar, lalu dia tertawa kecil lagi, dan berpikir lelaki ini tidak berniat basa-basi dulu dan langsung ingin berkenalan seperti Saint. Akhirnya Freen menerima salaman itu, dia tersenyum dan berkata, "Freen." Lelaki di depannya sekarang punya aura yang sama dengan Saint, Freen merasa tidak masalah untuk berkenalan dengannya.
Lelaki yang bernama Nadech itu pun merasa riang karena akhirnya bisa mengetahui nama wanita cantik di depannya. Freen melepaskan jabatan tangan itu segera, dia juga menyadari bahwa Nadech menatapnya cukup lama, akhirnya dia berkata, "Uhm, aku pergi dulu, Nadech." Senyum itu hanya bentuk ramah pada orang lain, dia tidak bermaksud untuk menggoda atau pun semacamnya. Freen tidak berniat untuk tebar pesona, tapi apa boleh buat, orang lain yang melihat senyum itu tak bisa menangkis panah pesona itu. Nadech bahkan terlihat seperti orang yang jatuh cinta pada pandangan pertama sekarang.