Malam bergairah, pertemuan bawah yang sedang berlangsung itu tak akan dipisahkan dalam waktu cepat dari masing-masing pemiliknya. Tekanan yang intens dan basah tersebut menjadi fokus setiap pencinta. Mata yang penuh keinginan tampak saling memandang dengan derap napas yang terasa panas. Keringat sudah membasahi tubuh mereka, desahan kerap terdengar saat pertemuan itu terasa pas menyentuh sisi lain diri mereka. Kata-kata sayang tak diucap dengan lantang, karena tindakan nyata tampaknya membuat setiap perasa berusaha untuk menikmati pertemuan yang terasa lembut di bawah sana.
Becca masih berada di atas tubuh kekasihnya, dia tak berhenti melakukan hal itu. Padahal, sebelumnya, mereka baru saja melakukan gaya gunting favorite-nya dan bahkan telah mencapai puncak berulang kali. Tapi sekarang, karena hasrat itu masih saja menguasai dirinya, Becca melanjutkan aktivitas kasur itu dengan menggerakkan pinggulnya dengan pelan, dan seksi. Freen bahkan terlena dengan paras yang tampak lebih cantik saat mendesah tersebut.
Tapi sepertinya grinding harus dihentikan, sebab Becca terkejut ketika Freen merebahkan tubuhnya ke samping. Freen berkata dengan suaranya yang masih tercampur dengan napas panas sebelumnya, "Kamu belum lelah juga, sayang? Ini sudah jam," Freen melihat jam dinding di kamar luas itu, "Sudah jam sebelas. Kamu belum mau tidur?"
Si calon dokter cemberut, dia juga menghadap samping dan berkata, "Besok aku libur, aku bisa bangun siang. Dan juga," Becca tersenyum nakal, "Siapa suruh kamu menyewa vila mewah ini? Kamu mau mencari suasana baru untuk bercinta, kan? Ya, kan?" Becca belum tau mengapa Freen segera mengajaknya keluar apartemen saat dia pulang kerja dan langsung menyewa vila yang letaknya jauh dari apartemen dan rumah sakit. Juga, Freen belum memberitahu apa alasan dari pindah tempat untuk sementara itu.
Tawa kecil itu terdengar, Freen tak menjawab perkataan istrinya. Dia hanya menatap saja dengan lembut, perasaan bercinta itu sebenarnya masih menguasai dirinya, Freen juga sama saja seperti istrinya, ingin bercinta semalaman. Namun, bedanya, Freen tak sekuat Becca. Sekarang, dia mengelus wajah Becca yang tampak berkeringat. Sang Pieris menatap bibir istrinya sejenak, lalu mendekat dan mencium bibir itu dengan pelan.
Saat bibir itu bersentuhan, Becca tak kuasa menahan desahan yang keluar secara natural dari dalam dirinya. Dia bahkan mendekat dan mengelus buah dada Freen dengan lembut sambil membalas ciuman itu dengan gerakan yang sama, pelan dan amat bergairah. Bibir bawahnya terasa dilumat beberapa kali, Freen juga menggunakan lidahnya saat berciuman panas itu. Mau tak mau, dan ya, pasti mau, Becca juga membalas dengan cara yang sama.
Desahan itu terdengar lagi, namun kali ini desahan dari calon dokter terdengar lebih kuat karena Freen meremas buah dadanya dengan lembut dan sesekali menggoda ujung buah dadanya. Sentuhan leher itu juga terasa sebentar, lalu tangan Freen kembali lagi menyentuh buah dadanya. Hingga ketika Becca tak tahan lagi dan ingin menyatukan bagian bawah mereka lagi, Freen segera berhenti menciumnya dan tersenyum sambil menatapnya dengan mata yang berbinar dan bibir yang merah mengkilap.
Si Pieris tertawa kecil saat melihat Becca tampak merajuk karena ciuman yang berhenti itu, sekarang Freen mendekat lagi dan berbisik tepat di samping telinga kekasihnya, 'Jangan marah sayang, aku tiba-tiba ingin merasakanmu kali ini.' Setelah mengatakan itu, Freen memberi kedipan satu mata dengan senyuman lembut andalannya.
Detik itu juga, detak jantung Becca berdetak lebih cepat. Dia sangat menyukai suara bisikan lembut yang terdengar hot tersebut. Terlebih lagi, Freen benar-benar melakukan apa yang dia katakan. Sebab sekarang, Freen berada di sana, tepat di antara kedua pahanya. Kakinya perlahan ditekuk dan sedikit dilebarkan oleh Freen kali ini. Tatapan Freen tampak terpana sejenak melihat sisi bawah Becca.
Sementara reaksi Becca sekarang: Tertegun, deg-degan, dan lagi-lagi detak jantungnya menumpahkan rasa cinta yang membuncah.
Belum dirasakan oleh Freen pun, derap napas Becca sangat cepat. Raut wajahnya seperti tak sabar untuk merasakan bibir Freen berada di bibir bawahnya. Tatapan itu tak teralihkan, Freen mengelus kedua paha Becca dengan lembut. Dia bahkan mencium kulit putih mulus itu dengan bibir penuhnya. Yang dicium, hanya bisa mendesah dengan perasaan yang sama.