Chapter 31

3.5K 241 35
                                    

Tanpa batas, adalah kata sederhana yang memiliki arti yang luas. Jika cinta yang menyandingnya, bukankah terdengar begitu hebat dan abadi? Ketikan sang mantan penulis ini terhenti saat melihat cincin ini tiba-tiba seolah mengkilap terkena cahaya dari luar jendela. Bibirnya tersenyum sambil memutar sedikit cincin cantik itu. Freen tertawa kecil, entah apa yang dia pikirkan, yang pasti dia suka dengan apa yang dia perhatikan kali ini. 

Terbesit satu pikiran di benaknya, apa aku bisa memberikan cincin itu untuknya? Sepasang cincin sudah dia siapkan beberapa hari yang lalu. Tapi Freen masih ragu untuk memberikan cincin itu, sebab, jikapun memberikan, Freen hanya ingin mengikat janji seutuhnya untuk terikat dalam hubungan khusus yang lebih serius. Namun, dengan kondisinya sekarang, dia masih belum bisa memberikan cincin yang akan menghuni jari manis Becca nanti.

Helaan napas terdengar, telinga Freen mengabaikan tiga suara yang berisik dari tadi. Air yang mendidih, suara nyanyian Becca yang cukup merdu namun ya, sedikit berlebihan saat nada tinggi, dan juga suara mesin cuci yang terdengar samar dari arah kamar mandi. Jarinya kembali bersiap untuk mengetik sesuatu tentang kata-kata Becca dulu, cintaku tak terbatas. Freen tertawa kecil dan mulai mengetik, jika ada alat ukur cinta untuk hati yang paling dalam, aku rasa, rasa cintanya tak akan lebih banyak dari pada rasa cintaku. Freen tersenyum lagi, dia ingin mengetik lebih banyak, namun, tiba-tiba pendengaran Freen seketika sunyi, nyanyian yang melambung tinggi tadi tiba-tiba terhenti. 

Seketika Freen menoleh, dan benar saja, dari gelagat belakang tubuh Becca, wanita itu seperti menahan sakit akan sesuatu. Tanpa menanyakan apa yang terjadi, Freen segera berdiri dan mengambil salep, dia tau Becca pasti terkena lagi teko panas itu. Dia selalu ceroboh. 

Berjalan sedikit cepat, Freen mendekat dan meraih tangan itu tanpa melihat ke arah Becca. Dan iya, tangan Becca memerah. Akhirnya si penulis ini pun berkata dengan nada tenang, tapi perkataannya, "Kamu selalu ceroboh seperti ini. Mau ngetes kekuatan atau apa? Sudah tau panas, ya jangan disenggol. Atau setidaknya hati-hati sedikit. Bukankah teko ini besar? Masa iya tidak kelihatan? Apa minusmu berganti jadi plus?"

Becca memutar matanya, kesal. Dia selalu dimarahi kalau masalah ini. Ya, dia tau kekasihnya khawatir, tapi tidak perlu menyindir banyak hal seperti itu. Sekarang, Freen sudah mengoleskan salep itu, luka bakar itu tidak terlalu besar dan tidak serius. Hanya sedikit. Namun, kekesalan Becca memudar, karena setelah mengoles salep itu, Freen mencium bagian yang tidak diberi salep, sekali. Becca tersenyum dibuatnya. Aduh, kekasihku selalu romantis!

Sekarang Freen melihat Becca dengan tatapan datar, dia masih mau ngomel panjang lebar. Tapi terhenti saat Becca berkata dengan wajah sok imut, "Tekonya yang salah sayang, dia tidak mau minggir saat aku mau ngambil gelas." 

Hembusan napas Freen terdengar, dia berkata, "Teko yang salah? Lalu? Aku harus marahi teko, bukan kamu?" Ada-ada saja. 

Becca mengangguk seru dengan senyuman yang merekah, dia suka melihat raut muka Freen yang tak jadi marah. Freen hanya menggeleng sambil mengambil gelas dan membuat teh hijau tidak pahit untuk Becca, sedangkan air hangat untuk dirinya. Becca masih berdiri, dia masih saja menunggu sesuatu. "Beb? Kamu tidak ingin memarahi tekonya?" Kata Becca, dia suka bercanda. 

"Tidak." Singkat. 

Becca malah tertawa dengan jawaban singkat itu, dia ingin berkata hal lain. Namun, ponselnya berdering, Becca segera berlari kecil ke arah kamar dan mengangkat panggilan itu. Tatapan Freen terlihat bingung, jarang-jarang ada yang menghubungi Becca selama liburan ini. 

Sekarang Becca keluar sambil menjawab panggilan tersebut, "Siang ini?" Tatapannya segera melihat Freen, seolah berpikir banyak hal. Lalu Becca menghela napas dan berkata, "Em, Yuki, aku..." Membasahi bibirnya sedikit, Becca selalu seperti ini kalau ragu akan sesuatu.

White Butterfly 2 [FREENBECKY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang