25

119 10 2
                                    


  "Dan kau Sofia, jangan mendekatiku 2 minggu ini. Jika kau melanggar, jangan terkejut kalau aku memutuskan hubungan itu tiba-tiba."

  "Hanya seperti ini kamu menghukumku dengan sangat berat Varo?" Tanya Sofia tidak percaya.

  "Aku tahu kau dalang Viera datang."

  Sofia diam karena itu memang benar, semenjak dia mengetahui kalau Aldevaro ingin melakukan perjalanan bisnis ke Singapur ia dengan gesit selalu membujuk Viera untuk menyusul Aldevaro secara diam-diam. Viera akan menjadi senjatanya agar Aldevaro memperbolehkannya ikut. Tapi ternyata, walau Viera menangis pun Aldevaro tidak mau melunak.

  "Paman Hensel, jangan lakukan hal ini lagi tanpa sepengetahuanku. Apa paman paham?" Tanya Aldevaro berjalan ke Hensel dan menatap matanya langsung.

  "Iya."

  "Dan satu lagi, aku paling membenci jika kalian mengunakan Viera sebagai alat untuk melunakkanku karena itu tidak mungkin. Jadi, jangan ada yang menyentuh Viera mulai sekarang atau kalian akan merasakan apa yang tidak ingin kalian rasakan."

  Viera dan ibunya adalah hal yang paling ia lindungi, karena adiknya seorang omega  sangat berbahaya keluar tanpa ia yang mengawasi sendiri. Karena ini juga ia harus membawa adiknya ikut ke Itali karena tidak mungkin membiarkannya pulang lagi dengan mereka.

  "Satu jam lagi aku akan ke Itali dengan Viera, paman yang akan menggantikanku nanti malam."

  "Lalu bagaimana denganku? Tidak mungkinkan kamu menyuruhku pulang sendiri ?" Tanya Sofia membuat langkah Aldevaro yang ingin kembali ke dapur terhenti." Apa kau tidak berani? Membawa adikku tanpa izin saja berani dan pulang sendiri tidak? Sungguh pengecut."

  Aldevaro melirik Viera untuk mengikutinya dan meninggalkan Sofia dalam kemarahannya sendiri. Dia harus memaksa ikut ke Itali, dia tidak ingin pulang ke Indonesia secepat itu.

  "Paman, bukannya paman akan ikut ke Itali?" Tanya Sofia ke Hensel yang sedang berbincang dengan seketarisnya.

  "Karenamu yang memaksa ikut dan membawa adiknya, aku dialihkan ke Jerman dan tugas yang kulakukan sangat banyak. Jangan berbicara denganku lagi dan pulang sendiri."

  Sofia frustasi dan duduk kembali ke sofa memikirkan rencana selanjutnya, ia harus mengikuti Aldevaro bagaimanapun caranya.

●○●

   Sampai Rabu depan Milla belum bertemu dengan Aldevaro membuatnya sedikit kosong, padahal sudah ada Elden yang selalu menemaninya kemanapun tapi setengah jiwanya seakan ada yang hilang membuatnya lesu hari ini. Bahkan dia yang suka olahraga tidak bersemangat mengayunkan raketnya hingga kepalanya harus terkena kock.

  "Milla, lo sakit?" Tanya Alya berjalan mendekati Milla diseberang net karena sedaritadi omega itu tidak fokus.

  "Tidak, mungkin gue hanya kelelahan. Gue istirahat dulu."

  Milla berjalan menjauhi lapangan badminton dan duduk dikursi panjang pinggir lapangan. Tempatnya tadi langsung digantikan siswi lainnya yang tidak memiliki pasangan bermain.

  Pikiran Milla semakin negatif apalagi Sofia juga belum memperlihatkan batang hidungnya 3 hari ini. Tapi seberapapun dia ingin berpikiran positif hatinya tidak dapat berbohong kalau dia mencemaskan Aldevaro yang hanya terhitung 3 kali mereka bertatap muka. Siapa Aldevaro dihidupnya?

  "Kenapa lo malah cemberut disini?"

  Milla mendongakkan kepalanya menatap Elden yang tinggi menjulang di hadapannya. Perasaan gundah tadi tiba-tiba hilang dan dia langsung bisa santai," gue capek, lo udahan?"

  "Ya, buat temenin lo. Setelah pulang sekolah lo bisa nggak kalau nggak langsung pulang?" Tanya Elden lalu duduk disamping Milla menatapnya dari samping.

  "Ngapain?"
 
  "Gue ada latihan sama tim basket, buat tanding besok minggu."

  "Tanding buat apa?"

  "Hanya tanding pertemanan dengan rival sekolah sebelah. Lo bisa nggak?"

  "Gue tanya kak Axel dulu bisa nemenin nggak, karena Fero kan pulang sekolah langsung kerja."

  Elden sedikit tidak suka kalau Milla berbicara tentang Fero, entah mengapa dia mudah cemburuan sekarang. Bahkan Milla belum mempunyai status dengannya, tapi melihat Milla dekat dengan cowok lain membuatnya cemburu.

  "El, gue bisa lihat mark lo nggak? Kata Vina mark lo bentuknya Ular," ujar Milla mengalihkan lamunan Elden.

  Elden terkekeh sebentar dan melepas handband yang selalu ia kenakan. Milla terkagum, itu bukanlah ular tapi naga kecil yang cantik.

  "Mark lo keren, gue jadi pengen," kagum Milla meraih pergelangan tangan Elden dan mengusap mark itu pelan membuatnya langsung merasakan sengatan listrik. Memang, Mark tidak sembarangan di sentuh.

  "Apa lo merasakan sengatannya? Biasanya itu tidak pernah terjadi," ujar Elden memakai kembali handbandnya agar orang lain tidak melihatnya sesuka hati. Bukannya dia malu, tapi mark berharga seperti itu harusnya tidak diperlihatkan luas atau orang yang iseng akan membuat tato yang sama dan berhalu kalau mereka adalah sepasang mate. Elden hanya tidak ingin pemikirannya itu menjadi kenyataan.

  "Benarkah? Gue kira mungkin tanda mark tidak sembarangan disentuh."

  "Tidak, dulu sebelum gue pakai handband beberapa orang pernah menyentuhnya dan gue nggak pernah ngerasain sengatan itu. Atau mungkin karena kita sepasang mate?" Tanya Elden menaik turunkan alisnya menggoda Milla yang sudah bersemu merah." Apaan sih lo, minggir gue mau badminton lagi."

  "Ayo, gue jadi lawan lo," celetuk Elden bangkit dari duduknya dan mengikuti Milla dari belakang.

  "Nggak, gue pasti langsung kalah."

  "Kenapa?"

  "Karena lo tiang."

  "Yaudah, gue sambil duduk kalau gitu."

  "Elden!"

  ●○●

   Pukul 2 siang Aldevaro, Viera dan seketarisnya mendarat dengan selamat di bandara Soekarno-hatta. Kepulangan mereka harus terlambat 1 hari karena ada jadwal mendadak diluar jadwal awal. Sedangkan dibelakangnya Sofia mengikuti dari belakang dengan cemberut, dia berhasil mengikuti semua penerbangan Aldevaro dengan teman Itali-nya yang bersedia menemaninya. Namun tetap saja dia tidak bisa menjangkau Aldevaro, bahkan sakit kepura-puraannya tidak mempan padanya.

  "Aldevaro, kenapa susah dapetin lo?" Batin Sofia memandang mobil jemputan Aldevaro pergi dan dia masih berdiri disana menunggu jemputan neneknya.

  kelurganya dengan Aldevaro mengenal sejak kecil, lebih tepatnya kedua ayah mereka saling berteman. Namun sejak ayah Aldevaro meninggal 6 tahun lalu banyak yang berubah dikeluarga Aldevaro.

  Kelurganya mulai kacau dan semua aset bahkan hilang digelapkan berbagai orang tidak jujur. Waktu itu Aldevaro masih seorang anak 12 tahun dan tidak mengetahui apa pun, sedangkan kakaknya waktu itu yang berumur 22 tahun gagal mengendalikan perusahaan hingga perusahaan hampir bangkrut. Kala itu keluarganya datang dan menopang perusahan Aldevaro agar tetap berdiri. Bahkan keluarga mereka juga membantu Valen, ibu Aldevaro mencari dokter dari Jerman untuk mengobati penyakitnya. Banyak hal yang dilakukan keluarga Sofia ke Keluarga Aldevaro. Sampai adik Valen, Hensel datang untuk membantu memimpin perusahaan 3 tahun yang lalu dan membantu Aldevaro untuk belajar tentang perusahaan sejak dini. Namun untuk menjaga hubungan mereka semakin dekat mereka mulai menjodohkan Aldevaro dan Sofia sejak 2 tahun lalu tepatnya saat masuk SMA, namun yang mencintai hanya sepihak karena Aldevaro tidak memiliki rasa sedikit pun ke Sofia kecuali orang yang telah membantu kelurganya.

Bar-bar OmegaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang