Alex ternganga ditempat melihat penampilan adiknya yang menurutnya berbeda. Itu masih tetap Milla namun yang ia lihat seperti bukan Milla. Seorang omega cantik putih bersih seketika berubah menjadi beta yang tampak sederhana dengan kulit sedikit kecokelatan. Sedangkan para teman Milla bertepuk tangan ria dengan penampilan Milla yang baru ini, ya walaupun selama ini mereka hanya melihat Milla mengenakan seragam sekolah.Iris mata biru jernih itu sekarang berganti dengan iris mata kuning karena softlens yang dibelikan Alya padanya. Kulitnya yang putih bersih sekarang sedikit kecokelatan dengan foundation yang Alya siapkan juga untuk seluruh kulitnya yang terlihat. Dengan jaket denim, singlet milik Celinne disertai sepatu higheels-nya agar kelihatan tinggi, sekarang Milla siap pergi ke toko buku hehe.
"Ngapain lo berubah seperti itu? Jelek," celetuk Alex memudarkan senyum Milla seketika, dengan acuh ia meraih topi yang dipegang Alex lalu mengenakannya dengan sedikit ribet karena rambutnya ia ikat ponytail." Suka-suka gue lah, jika ini berhasil kak Axel nggak akan ribet lagi nemenin gue kemanapun."
"Kenapa?"
"Karena gue akan hidup tenang diluar sebagai beta," ujar Milla sebelum keluar dari kamar khusus pemilik kafe "Snooze" yang pemiliknya adalah ayah Alya, kebetulan cukup dekat dengan toko buku.
"Minta parfum ini nggak?" Tanya Vina menawarkan satu botol parfum beraroma Vanilla yang selama ini ia pakai.
Milla tentu saja senang, ia memakai parfum itu hampir di seluruh tubuhnya hingga membuatnya seperti parfum berjalan. Ya tentu saja, selama ini ia belum pernah mengenakan parfum. Karena kakaknya Axel selalu mengatakan kalau pheromone Milla sudah cukup wangi dan tidak perlu ditutupi aroma lain.
"Milla, lo mau menyamar menjadi beta?" Tanya Axel menarik lengan adiknya agar berhenti.
"Hanya diluar kak Axel, biar tidak ada yang ngincar gue juga," ujar Milla memutar kedua matanya malas. "Tapi bagaimana cara lo dapat mate kalau begitu?"
"Mate datang kapan saja jika sudah takdir bukan?"
"Tapi kak Kylson tidak menyukainya!"
"Kak Kylson tidak akan tahu kalau kakak tidak memberitahunya."
Dengan helaan nafas panjang, Axel mengikuti langkah Milla dan teman-teman keluar kafe yang tentunya setelah bertemu dengan ayah Alya terlebih dulu. Mereka bersiap menuju ke toko buku, dengan Alya berboncengan motor dengan Farrel, Vina berboncengan dengan Rafka sedangkan Milla naik mobil dengan kakaknya Axel.
Melihat kedua motor yang berjalan lebih dulu di depan membuat Milla sedikit iri dan ingin mencoba menaiki motor juga. Namun sayangnya kakaknya ini tidak pernah memakai motor jika bepergian dengannya. Alasannya hanya satu, ia tidak ingin aroma Milla tercium jika SB nya bocor di tengah jalan.
Setelah 15 menit akhirnya mereka sampai di toko buku "Jendela Sastra" yang memiliki 2 lantai. Setelah memarkirkan kendaraan mereka, akhirnya mereka memasuki pintu utama toko buku yang langsung membuat Milla terpukau. Dia belum pernah merasakan sensasi ini. Dulunya jika ia ingin membeli buku novel ataupun kebutuhan alat tulis pasti selalu lewat online, kalau tidak ya kak Axel yang akan membelinya.
Toko buku "Jendela Sastra" memiliki dua lantai yang luas. Lantai pertama berisi buku sekolah, peralatan tulis, kebutuhan sekolah dan sejenisnya. Sedangkan lantai kedua berisi novel-novel dan buku bacaan, maka dari itu mereka langsung ke lantai dua dan berpencar untuk mendapatkan buku yang mereka inginkan.
Milla yang diikuti Axel untuk memilah-milah buku tiba-tiba dirinya terhenyak saat menemukan rak yang penuh buku cerita mitologi. Milla tiba-tiba saja teringat kalau ia sebenarnya menginginkan satu buku yang 3 bulan belakangan ia cari tapi belum ketemu, mungkin hanya potongan-potongan cerita hasil bajakan yang ia temui di blog dan membuatnya cukup geram. Mungkinkan buku ini ada disini? Lihat saja, buku keluaran tahun 1968 pun masih dipajang.
"Kak, bantu cariin dong buku yang berjudul , Jika takdir dapat dipilih karya sastra jemu."
"Keluaran tahun berapa? Warna sampulnya lo tahu nggak?"
"Keluaran tahun 1926, sampulnya berwarna biru muda kalau gue lihat di blog."
Mendengar tahun tersebut wajah Axel langsung berubah 360 derajat menjadi sangat datar dan datar. Melihat perubahan kakaknya Milla hanya dapat menyengir memperlihatkan gigi-giginya yang putih, "tapi buku itu selalu di cetak ulang setiap 10 tahun sekali, mungkin sekarang buku itu masih ada di cetakan terakhir tahun 2016. Ayolah kak cariin, kalau nggak nanti gue bilang sama kak Kylson lho."
"Iya-iya bawel, kalau nggak ketemu cari buku lain," ujar Axel mulai memilah buku di depannya dengan malas.
"He'em"
Milla memilah buku-buku di depannya satu persatu dan membaca tiap judulnya dengan cermat, sedangkan disisi lain Axel sudah membuka buku keempatnya yang bersampul biru muda dan tidak dapat menemukan buku yang dicari. Namun pandangannya mengunci pada buku biru muda yang berada di rak kedua dari paling atas. Axel malas, ia hendak mengajak Milla untuk pindah namun sialnya kedua mata bak kucing minta dikasihani itu tengah memandang apa yang ingin ia sembunyikan. Dengan helaan nafas panjang disertai rengekan Milla tanpa habisnya ia mengambil tangga disamping untuk meraih buku yang setinggi harapan orang tua.
"Tapi lo jangan keluyuran kemana-mana, awas sampai ilang."
"Iya-iya cerewet."
Axel sudah sampai diatas dan tiba-tiba saja hidung Milla menghirup aroma yang sempat membuatnya mabuk, aroma Woody dan Amber milik Aldevaro. Seperti terhipnotis, ia mengikuti aroma itu hingga ia menemukan pemilik aroma itu yang hanya berjarak 2 rak.
Milla hampir saja ingin menyapanya namun ia urungkan ketika ia teringat kalau ia sedang menyamar, jadi ia berpura-pura melihat buku tepat disampingnya hanya untuk menikmati aroma yang memabukkan itu.Aldevaro mengembalikan buku yang ia pegang dan langsung membalikkan badannya menatap cewek disampingnya yang memegang buku berbahasa perancis namun secara terbalik. "Lo ngikutin gue?"
Milla terkesiap lalu mengembalikkan buku itu dengan gugup, saat ia hendak berbalik pergi tiba-tiba lengannya ditarik kebelakang hingga membuatnya harus menghadapi Aldevaro. "I-iya?"
"Kenapa lo menyamar?"
"Maaf, apa kita sebelumnya kenal?" Tanya Milla dengan canggung. Aldevaro dengan acuh melepas kacamata Milla membuatnya seketika panik." Lo kok bisa tahu gue?"
"Higheels lo mengatakan semuanya."
Milla langsung cemberut, dengan highheels ini tinggi badannya bertambah 10 cm dan lumayan cukup tinggi untuk hanya sekedar ke toko buku. Tapi jika ia tidak memakai higheels-nya, ia pasti akan dicurigai karena yang pendek itu hanya kaum omega.
"Gue cuma mau pengen bebas."
"Jangan jauh-jauh dari kakak lo, gue pergi," ujar Aldevaro mengembalikkan kacamata Milla dan berbalik pergi.
Dengan tidak rela Milla menyaksikan kepergian Aldevaro sampai hilang ditelan rak tinggi, sampai seseorang mengetuk kepalanya dengan buku tebal akhirnya ia sadar kalau ia sudah melamun sejak tadi.
"Dibilang jangan keluyuran, nih buku lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bar-bar Omega
FantasyHanya sebuah fantasy dan imajinasi. gadis berusia hampir 17 tahun itu seorang omega langka.Bagaimana jika ia masuk sekolah para beta dan alpha?bagaimana kisahnya?