22

96 7 0
                                    


  "Kalian duluan saja, gue mau bicara sama Elden."

  Alya dan Vina mengangguk, Milla pun memperlambat langkahnya menunggu Elden dan Fero yang berjalan paling belakang. Dengan gesit ia pun menyelip diantara mereka berdua dan berjalan beriringan.

  "Elden, sepatu gue ketinggalan di hutan," ujar Milla meraih seragam Elden yang sengaja dikeluarkan dari celana.

  "Teman lo?"

  "Alya sama Vina nggak bawa cadangan, masa dikelas gue harus pakai sandal ini?"

  Ya, Milla sekarang memakai sandal milik Vina yang ada di loker.

  "Pakai punya gue, gue punya sepasang di loker."

  Setelahnya Elden tidak mengucapkan sepatah kata pun membuat Milla merasakan keanehan dari cowok aneh ini, kalau Fero sudah biasa diam jadi dia tidak merasa aneh.

  "Elden, bagaimana kalau nanti kita makan kerang di mansion gue?" Tawar Mila yang akhirnya membuat Elden menolehkan kepadanya.

  "Lo ngajak gue ke mansion? Nggak ada yang marah?"

  Milla menggeleng pelan dan menggenggam tangan Elden dengan lancang," nggak, kak Kylson dan istrinya lagi keluar negeri. Kak Axel pasti sibuk ngurusin pacarnya, jadi lebih baik lo sekali-kali main ke mansion gue. Lagipula itu daerah kekuasaan kak Kylson, jadi lo nggak mungkin berani ngapa-ngapain gue kan? Lagian kalau lo berani ngapa-ngapain gue kak Kylson pasti bisa tahu sendiri."

  Elden membawa Milla ke ruangan loker seluruh siswa yang berjejer rapi, Fero masih mengikuti dibelakang keduanya seperti patung tanpa suara namun lebih enak disebut bodyguard.

  "Gue nggak akan ngapa-ngapain lo, kenapa lo seberani itu undang gue ke mansion lo? Dan sekarang lo bahkan berani pegang tangan gue duluan," ujar Elden tersenyum smirk, genggaman Milla di tangannya begitu pas seakan-akan telapak tangannya ditakdirkan hanya untuk menggenggam tangan kecil Milla.

  "Karena gue yakin lo itu mate gue, entah kenapa lo nggak semenyebalkan itu di mata gue sekarang."

  Elden mendorong Milla ke jajaran loker dan mengukung omega itu dengan kedua tangannya." Apa kesan pertama gue dimata lo itu gue orangnya menyebalkan?"

  "Yap, dan sedikit berisik. Tapi entah kenapa lo sedikit tambah tampan sekarang," goda Milla menyentuh rahang Elden lembut membuat alphadom itu menutup matanya sebentar menikmati kelembutan itu." Dasar omega nakal, lo nggak takut gue bakal ngapa-ngapain lo?"

  "Nggak, kan di sini ada cctv. Jika lo berani ngapa-ngapain gue om Revan pasti bakal tahu wleek..."

  "Dasar omega nakal."

  Elden mencubit hidung Milla gemas membuat bibir gadis itu mengerucut lucu," lo nggak malu dilihatin Fero? Nanti dia cemburu lagi."

  Fero yang disebut namanya hanya memutar bolanya malas, memang hanya mereka bertiga yang berdiri di ruangan itu. Dan memang sedikit benar kalau Fero sedikit merasa cemburu karena tidak memiliki pasangan.

  "Biarkan dia, kalau dia cemburu berarti dia masih manusia hahaha...."

  Elden berpindah membuka loker di di sampingnya dan mengeluarkan dua sepatu putih, ia menyuruh Milla untuk menyimpan sendal Vina di dalam dan selanjutnya duduk di kursi panjang diruangan itu sementara dia duduk dibawah untuk memakaikan Milla sepatu. Uh, sangat romantis.

  "Elden, apa lo sedih karena Rafka terluka?"

  "Tentu saja, apa sedih gue ganggu lo?" Tanya Elden masih fokus memakaikan Milla sepatu.

  "Enggak, tapi seharusnya lo nggak usah sedih dan mikir terlalu panjang. Jika strategi ini kurang efektif lo bisa cari tahu dan belajar lebih banyak lagi bagaimana menjaga tim-lo disamping menyelesaikan misi dengan cara yang seimbang. Jika lo sedih dan terlalu banyak berpikir gue takut bakal ngerusak kesehatan lo, lagipula Rafka tidak cedera fatal dan lo masih punya kesempatan untuk tampil lebih baik di game selanjutnya."

"Iya gue bakal berhenti sedih, setelah ini gue bakal belajar strategi dan ningkatin kemampuan gue agar bisa jadi pemimpin yang dapat diandalkan. Dan yang paling penting gue bisa jadi alpha yang kuat buat jagain lo."

  Kedua pipi Milla sudah seperti kepiting rebus, ia pun mengelihkan pandangannya ke lain arah karena sekarang Elden menatapnya dengan intens. Melihat ini Elden tertawa pelan dan menarik Milla berdiri untuk mengajaknya segera pergi ke kelas karena pelajaran selanjutnya akan dimulai.

  "Tapi ini kebesaran Elden," rengek Milla melihat kakinya yang kecil dengan sepatu kebesaran seperti sepatu seukuran ayahnya dulu. Ukuran sepatu yang biasa dia pakai adalah 38, dan sekarang dia memakai sepatu Elden yang berukuran 42 di kakinya.

  "Yang penting pakai sepatu, lo malah kelihatan lucu hahaha...."

  Milla cemberut dan tapi tidak ingin merengek lagi, saat ia lewat ipa 1 ia sengaja memperlambat kakinya saat melewati pintu dan kursi yang dulu di duduki Aldevaro kosong, apa cowok itu tidak datang?

  "Saat gue ke rumah lo, lo mau nitip apa?"

  "Es krim boleh?"

  •••

  Saat ini seorang alpha dominan muda memasuki parkiran mobil dengan tatapan datar tidak mengucapkan suatu kata pun walau beberapa kolega dibelakangnya menyapanya sebelum pemit pergi dengan mobil mewah mereka.

  Setelah beberapa saat berjalan dia berhenti di depan mobil Lamborghini hitam yang ditunggu supir pribadinya. Setelah masuk mobil lamborghini itu meninggalkan hotel ternama di singapore dan segera pulang ke mansion pribadinya
 
  "Rei, pesan tiket ke itali sore ini," ujar alphadom itu membuka ponselnya mengabaikan sang sekretaris yang kelimpungan.

  "Tapi tuan muda, bukankah jadwal kita terbang ke itali besok siang? Malam ini anda punya jadwal pertemuan dengan ceo Alerick dan paginya anda diundang sarapan dengan ceo Hendry."

  Ia sudah memesan tiket ke itali untuk besok siang dan jika dia mengambil penerbangan sore ini maka waktu persiapan hanya 3 jam dan mereka masih mempunyai jadwal lainnya.

  "Ceo Alerick biarkan pamanku yang datang, untuk ceo Hendry abaikan saja. Selesaikan urusan di Itali dengan cepat agar aku bisa kembali secepatnya."

  Sekretaris yang dipanggil Rei itu hanya bisa mengangguk pasrah, ia dengan segera pamit pergi untuk memesan tiket dan menyiapkan segala keperluan ke Itali. Baru saja pagi tadi mereka sampai ke Singapur untuk menghadiri pertemuan penting antar kolega  mereka harus terbang lagi ke Itali sorenya. Kenapa tuan muda-nya itu tidak bisa menikmati perjalanan ini? Ia rasa  mansion besar ini hanya tempat mampir untuk makan.

  Setelah duduk di ruang tengah sebentar tuan muda itu melangkahkan kakinya ke jendela belakang yang langsung disuguhi kebun buah yang sudah matang dan sedang dipetik oleh para pelayan. Namun sayang ia tidak dapat merasakan manis mereka karena sebentar lagi ia akan terbang ke Itali. Sekali lagi panen kebun ini dia tidak dapat menikmatinya.

  "Tuan Aldevaro, nona Sofia datang bersama nona Viera dan menunggu diruang tengah."

  Aldevaro sedikit terkejut, kenapa adiknya seberani itu datang tanpa mengabarinya?

  "Hanya berdua?"

  "Tadi paman anda Hensel datang tapi setelah itu pergi dengan seketarisnya tuan."

  Aldevaro bersmirk sebelum berbalik untuk naik kelantai dua," biarkan mereka menunggu, dan jangan izinkan  mereka bangkit dari ruang tengah."

  "Siap tuan muda."

Bar-bar OmegaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang