33

87 7 0
                                    


Seharian ini Milla gelisah dan hanya bergemul di kasurnya tidak mau beranjak kemanapun. Hari ini adalah tepat ulang tahun ke 17-nya, tadi pagi dia sengaja membolos sekolah dan seharian mengurung diri di kamar. Ini sudah pukul 1 dan tidak ada tanda-tanda mark muncul membuat Milla menurunkan kegelisahannya dan berganti dengan rasa kecewa, jadi selama ini dia hanya halusinasi?

  Milla menyembunyikan wajahnya ke bantal dan berusaha keras merendam tangisannya. Dia tidak tahu bagaimana esok saat dia berangkat sekolah, karena hampir seisi sekolah tahu kalau dia dan Elden akan menjadi sepasang mate dan beberapa temannya tahu kalau Aldevaro mungkin jadi mate-nya. Jika seperti ini, Milla mungkin tidak berani lagi menunjukkan wajahnya disekolah.

  Saat Milla hendak menangis keras tiba-tiba saja rasa panas menjalar di perpotongan leher bagian kiri, lebih tepatnya di sekitaran tulang selangka. Rasa panas itu semakin menjadi-jadi dan membuatnya melepaskan teriakan membuat Kylson dan Axel yang berjaga diruang tengah datang menghampiri dan mendobrak pintu kamar Milla dengan keras.

  Kylson membalik adiknya yang berteriak kesakitan dikasur dan langsung mendapati adiknya ternyata tengah mendapat mark. Kylson merengkuh tubuh adiknya yang menitikkan airmata, sedangkan Axel mencoba menenangkan Celinne yang menghampiri kamar Milla dengan kacau. Setelah selang 2 menit akhirnya teriakan itu berhenti dan Milla langsung pingsan dipelukan Kylson. Kylson melirik mark baru itu sebentar sebelum membaringkan adiknya kembali.

  "Milla akan baik-baik saja, Axel jaga dia dikamar dan aku akan kembali dengan kakak iparmu."

  Acara berjaga mereka sudah berhenti karena Milla sudah mendapatkan tanda mark-nya, setelah kepergian Kylson dan Celinne dengan langkah pelan Axel berjalan ke kasur Milla dan menyingkap baju tidur atasnya untuk melihat mark yang di dapat Milla. Melihat mark itu, Axel terkejut dan tanpa sadar mundur beberapa langkah. "Ternyata bukan dia."

  ●○●

   Pagi harinya Milla memaksakan diri untuk berangkat walau tubuhnya tengah demam, efek samping setelah mendapatkan mark. Ia harus memastikan sesuatu yang penting mengenai mark-nya pada Sofia secepatnya.

  "Gue ikut lo, ke mipa 1 kan?"

  Milla mengangguk dan membiarkan Axel mengikutinya, hari ini dia sedikit terlambat dan bel masuk sudah berdering. Dengan langkah cepat dan tergesa-gesa ia memasuki kelas Mipa 1 dan langsung menampar Sofia di tempat duduknya. Tentu saja hal ini mengejutkan seisi kelas, namun sebelum ada yang bereaksi Milla meraih kerah Sofia dengan keras membuat beberapa kancing copot. Untung saja Sofia sama seperti teman kelas lainnya yang memakai kaos dalaman.

  "Apa yang lo lakuin bajingan?" Seru Sofia bangkit ingin menampar balik Milla namun Axel langsung menepisnya," jangan tampar adik gue."

  "Lo yang bajingan, lo itu bukan mate-nya Aldevaro!"

  "Lo nggak lihat tanda mark ini? Lo itu buta atau apa?"

  Dengan bangganya Sofia menyingkap seragamnya dan mark yang sama dengan Aldevaro terpampang dengan jelas. Milla juga tahu ini, karena Sofia sudah menyombongkan tanda mark-nya 3 hari lalu.

  "Lihat ini."

  Milla mencempol rambutnya asal lalu membuka satu kancing atasnya ingin memperlihatkan mark yang kemarin baru muncul dan sekitarnya masih berwarna kemerahan. Sofia terkejut, tanpa sadar dia mundur dua langkah hingga menabrak meja dibelakangnya.

  "Kaget kan lo, setelah ini gue minta lo hapus tato itu sebelum gue yang hapusnya sendiri."

  "Punya lo yang tato! Nggak punya malu ya lo ngaku-ngaku mate-nya Varo di depan gue mate-nya sendiri? Serendah itu lo ngarepin mate-nya orang?"

  "Jaga ya mulut lo, lo itu yang manipulasi mark dan ngaku-ngaku!"

  "Lo punya bukti apa hah? Gue sama Aldevaro akan tunangan setelah dia pulang nanti, dan gue nggak akan pernah lepasin lo."

  "Masih punya muka lo bilang gitu? Sini lo lawan gue."

  "Ada apa ini?"

  Suara bariton itu menghentikan Sofia dan Milla yang ingin saling mencakar, di pintu kelas berdiri Aldevaro dan juga teman-teman kelas tetangga yang mengintip. Aldevaro memang lima hari ini tidak datang ke sekolah karena perjalanan bisnis ke luar daerah, karena itu Sofia dengan berani memamerkan mark-nya seantero sekolah.

  "Kesini lo. Kalau lo gentle, lo datang kesini," ujar Axel membuat Aldevaro dengan kernyitan halus melangkah maju. Namun baru saja dia berjarak 4 langkah dari Milla tiba-tiba saja mark di pepotongan lehernya bersamaan dengan Milik Milla terasa panas membuat keduanya reflek berseru. Sofia sudah gugup di tempatnya berdiri dan berusaha menutup kembali tato mark-nya.

  "Mate," celetuk Aldevaro ketika rasa sakit itu hilang bergantian mark miliknya dan Milla berwarna emas membuat semua orang yang menonton membulatkan mulut mereka terkejut.

  "Kalian tahu siapa yang benar," ujar Milla lirih berusaha berdiri dengan benar karena energinya semakin terkuras dan membuat tubuhnya lemas.

  "Lo nggakpapa?" Tanya Aldevaro merengkuh pinggang Milla sebelum cewek  itu ambruk.

  "Untuk apa lo peduli? Gue cuma mau mastiin kalau Sofia itu pembohong, dan sekarang sudah. Setelah ini lo nggak ada urusannya sama gue," ucap Milla datar lalu berusaha melepas dari Aldevaro. Tanpa melihat tatapan yang lain ia meraih lengan Axel untuk membantunya keluar.

  Aldevaro ingin menyusul Milla namun tanpa sengaja matanya menangkap tato yang berusaha Sofia tutupi. Dengan geraman marah ia meraih lengan Sofia dan membawanya keluar entah kemana.

Di kelas, Milla tidak berani mengangkat kepalanya karena merasa malu dengan Elden. Melihat cowok itu Milla ingin sekali menghilang apalagi teman-teman kelasnya ada yang berbisik-bisik cukup keras tentangnya. Dulu mereka kira Milla dan Elden itu king dan Queen werewolf, tapi ternyata kenyataan yang membungkam semuanya.

  "Jangan dengerin mereka, minum dulu."

  Milla mendongakkan kepalanya dan senyum Elden yang pertama kali ia lihat. Elden menyodorkan kembali botolnya saat melihat Milla hanya melamun menatapnya.

  "Terimakasih."

  Elden mengangguk dan kembali duduk di bangkunya ketika siluet Aldevaro muncul di jendela. Ia sebenarnya ingin menenangkan Milla, tapi tidak mungkin ketika ada mate-nya.

  "Mill, jika lo masih sakit lo pulang aja nggakpapa," ujar Alya yang baru kembali dari uks setelah mengambil minyak kayu putih.

  "Nanti juga mendingan, biarin aja."

  Milla tentunya berbohong, setelah perubahan warna mark itu seluruh tubuhnya seakan remuk dan tubuhnya semakin memanas. Kepalanya mulai pusing dan dia seakan bisa pingsan kapan saja.

  Alya menyentuh kening Milla dan berseru panas membuat Aldevaro mendobrak pintu mipa 2 dengan paksa. Ia melangkahkan kakinya lebar ke Milla dan menggendongnya bridal style menghiraukan rengekan Milla yang semakin melemah. Kepergian Milla dan Aldevaro membuat seisi kelas kini tertuju ke Elden yang hanya diam dengan kepala tertunduk.

  "Ternyata tugas gue sudah selesai," ujar Fero menatap kepergian keduanya dan tertawa sendiri.

Bar-bar OmegaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang