⚠️Trigger Warning!⚠️
Banyak adegan kekerasan.
***
Renjun memacu motornya di jalanan dengan cepat, dalam hati dia terus menyumpahi Mark karena saat melihat alamat yang Mark kirim, membutuhkan waktu setidaknya tiga puluh menit sampai di sana dan dia hanya memberi waktu sepuluh menit.
Mata tajam Renjun melirik jam tangannya, sudah sepuluh menit dan dia masih berada di setengah jalan. Pemuda itu berdecak kesal dan kembali mempercepat laju motornya.
Renjun menghentikan laju motornya saat di depannya banyak sekali segerombolan cowok-cowok yang duduk-duduk di atas motor dengan menggunakan jaket hitam sama sepertinya, kental sekali dengan gaya anak motor.
Renjun melepas helmnya, matanya mengernyit berusaha mencari keberadaan Mark di antara puluhan orang itu. Matanya tidak begitu bagus jika harus melihat dari kejauhan.
Dugh!
Sebuah bogeman di wajah tiba-tiba dilayangkan pada Renjun saat pemuda itu masih kebingungan mencari keberadaan Mark.
Renjun yang saat itu dalam posisi tidak siap menjadi oleng. Dia menoleh cepat pada orang yang seenaknya memukul wajahnya, pemuda yang memukulnya ternyata Mark.
"Kau terlambat lima belas menit!" Mark memakinya, dia mencengkeram kerah jaket Renjun.
Wajah Renjun tampak baik-baik saja walau tadi Mark memukulnya secara tiba-tiba. Renjun menatapnya kesal. "Kalo memberi perintah yang masuk akal! Jarak rumahku ke sini setengah jam!"
Mark meninju wajahnya lagi hingga membuat Renjun oleng, baru malam ini Mark berani memukulnya, Renjun tidak tahu kalau rasanya sesakit ini. Sudah ketiga kali Mark meninju wajah Renjun, pemuda itu hampir tumbang tapi Mark dengan cepat menarik jaket Renjun.
"Aku akan memukulmu lima belas kali karena kau terlambat lima belas menit."
Mark kembali memukuli Renjun dengan brutal dan seakan-akan tidak memberikan Renjun jeda untuk bernapas. Di pukulan ketujuh, wajah Renjun sudah penuh darah dan membengkak, Mark berganti memukul ulu hati Renjun hingga membuat pemuda itu benar-benar tumbang.
Mark tertawa sembari menginjak dada Renjun, pemuda itu sudah batuk-batuk hingga mengeluarkan darah.
"Kau masih sadar ya? Hebat sekali, kau lebih kuat dari Haechan." Mark kembali menekan dada Renjun, seolah-olah mengabaikan kalau darah yang dimutahkan Renjun semakin banyak. "Aku akan bersenang-senang selama seminggu ini. Oh aku malah berharap kalian berdua jadi samsakku."
Renjun meringis kesakitan, dia merasakan tulang rusuknya seperti akan patah dan batuknya tidak bisa berhenti. Renjun berusaha menahan kaki Mark yang ada di dadanya, dia harus bisa duduk agar oksigen bisa masuk ke paru-parunya, bukannya malah darah yang terus keluar.
Mark menyingkirkan kakinya dan menarik baju Renjun hingga dia terduduk. Mark berjongkok di depan Renjun yang masih muntah darah, dia tidak menyangka jika perbuatannya membuat Renjun tidak berhenti memutahkan darah, padahal hal seperti ini tidak pernah terjadi pada Haechan.
Renjun menepuk dadanya keras, dia menangis tanpa suara dan berharap rasa sakit itu akan hilang. Renjun mengambil sesuatu di sakunya, sebuah pisau buah kecil.
"Apa yang akan kaulakukan? Membunuhku? Cih, melihatmu yang sekarat sepertinya kau yang lebih pantas mati." Mark hendak merebut pisau di tangan Renjun.
Renjun dengan cepat menarik tangannya yang memegang pisau hingga pisau itu hampir menusuk perutnya sendiri.
"Kau mau membantuku mengakhiri hidupku, Mark?" Renjun kembali terbatuk, dia yakin organ dalamnya mengalami pendarahan.
"Ini." Renjun menyodorkan pisaunya. "Aku tidak akan bisa berhenti muntah darah kalau aku tidak mati."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Dream
Fanfiction"Apa kau menginginkan pernikahan ini, Haechan?" tanya Renjun. "Aku tidak begitu peduli, yang selama ini kuinginkan itu keluar rumah dan hidup sendiri," jawab Haechan, ia lantas menoleh pada Renjun yang dari tadi menatapnya. "Lalu kau sendiri bagaima...