Part 6 - Hematophobia

946 120 25
                                    

Kata Papa, dua hari lagi ia akan segera menikah, Renjun yang saat itu baru saja sampai dari rumah setelah mengunjungi makam Mama kandungnya hanya bisa mengangguk saat Papa memberi tahu berita itu. Renjun tidak terkejut karena ia sudah tahu pasti tanggal pernikahan Papa dari calon mamanya.

"Kalo Papa sering pulang malam atau bahkan nggak pulang mohon dimaklumi ya, Renjun, Papa sibuk mengatur pernikahan," ujar Papa saat keduanya duduk santai di sofa ruang keluarga.

Renjun hanya mengangguk, dia sibuk meminum cokelat hangat buatan Papa yang entah sejak kapan dia tiba-tiba peduli pada Renjun. Pemuda itu sejak dari tadi mulai mengalami tanda-tanda flu.

"Cokelatnya dihabisin, jangan sampai sakit biar bisa datang ke pernikahan Papa," kata Papa.

Eh, ada maunya, batin Renjun.

Drrtt drrt ....

Ponsel Renjun berdering, ia melirik ponselnya dan dengan cepat mengambil benda itu saat melihat nama Haechan tertera di sana, senyum Renjun mengembang yang mana membuat Papa diam-diam curiga kalau Renjun mempunyai kekasih.

"Ada apa, Haechan?" sapa Renjun begitu panggilan tersambung, ia meletakkan gelasnya di atas meja.

Beberapa detik belum ada jawaban, yang terdengar hanya napas Haechan yang ngos-ngosan. "Apa boleh aku menginap di rumahmu malam ini?"

Senyum Renjun semakin lebar. "Mau menginap di sini? Aku senang sekali, tidak apa-apa."

"Haechan mau menginap di sini?" Papa sepertinya diam-diam mendengarkan pembicaraan Renjun.

Renjun mengangguk, dia menekan loud speaker di panggilan agar Papa bisa mendengar percakapannya dengan Haechan.

"Haechan boleh kok menginap di sini, toh nantinya Haechan juga tinggal di sini, sekalian mindahin barang-barang Haechan juga nggak apa-apa," ujar Papa.

"Itu suara Papa ya? Iya Pa, tapi pindahan barangnya besok-besok saja, lagi malas hehe. Ngomong-ngomong aku sudah di depan pintu."

Renjun terkejut. "Kenapa nggak langsung ketuk pintu, dasar Haechan."

Renjun mematikan panggilannya dengan Haechan, ia lantas melempar ponselnya di sofa dan berlari kecil untuk membukakkan pintu, ia tidak mau membuat Haechan menunggu lama.

Ceklek!

"Hai, Renjun." Haechan melambaikan tangan di depan Renjun sembari tersenyum lebar.

Renjun mengernyitkan kening melihat penampilan Haechan, ia yakin di luar sedang dingin, tetapi kenapa Haechan begitu berkeringat seakan-akan habis tercebur di sungai, napasnya juga masih ngos-ngosan. Pakaian yang Haechan kenakan juga tipis untuk seukuran baju musim dingin.

"Kenapa kau berkeringat gitu?" tanya Renjun ketus.

Haechan terkekeh, tangannya menggaruk belakang kepala yang tidak gatal. "Aku habis main futsal sama anak tetangga dan langsung ke sini, kenapa? Bau ya?"

"Iya, bau keringat." Renjun menutup hidungnya walau Haechan sebenarnya tidak bau keringat, ia hanya ingin menggoda Haechan saja.

"Haechan, masuk dulu yuk, jangan dengerin Renjun." Papa tiba-tiba datang dan menghancurkan rencananya.

"Papa nggak seru." Renjun mengajak Haechan masuk dan meninggalkan Papa yang mengomel karena Renjun lupa menutup pintu.

"Haechan nanti tidurnya sama Renjun dulu ya? Kamar buat Haechan belum jadi." Papa kembali duduk di sofa, diikuti Renjun dan Haechan yang duduk di sofa depannya.

Dear My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang