Perut Haechan berbunyi setibanya dia di rumah setelah tadi menemui Renjun di rumah sakit. Pemuda itu menguap sembari berjalan menuju dapur.
Di rumah lagi sepi, Renjun ada di rumah sakit, Papa di kantor dan entah ke mana perginya Mama, pagi tadi dia pamit katanya mau menemui dokter, tetapi saat Haechan meninggalkan Renjun pun ia tetap tidak menemukan Mama.
Tanpa sempat ke kamar atau ke tempat lain, Haechan sudah sibuk mencari-cari makanan yang ada di dapur. Helaan napas lelah dan raut kecewa tergambar jelas di wajahnya.
Di dapur tidak ada sesuatu yang bisa dia makan langsung. Hari sudah hampir malam dan Haechan belum makan sama sekali sejak pagi.
Pagi tadi Haechan terlalu bersemangat untuk pergi ke rumah sakit sehingga tidak sempat sarapan---lagi pula di rumah tidak ada makanan karena Mama ada di rumah sakit dan Papa sibuk, saat Haechan mengunjungi kamar Renjun, ia sama sekali tidak memikirkan makan karena dia ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersama kakaknya itu.
Haechan kemudian membuka laci atas dapur dan menemukan banyak ramyeon, senyum di wajahnya mengembang. Dengan langkah ringan Haechan berjalan ke sana kemari untuk memasak ramyeonnya.
Pemuda itu meletakkan piring di samping kompor induksi, kemudian tangannya membawa mi instan mentah yang siap-siap dia masukkan ke air yang sudah mulai mendidih.
"Ini kalau Papa Baekhyun tahu aku makan ramyeon malam-malam, dia pasti memarahiku," gumam Haechan, mengingat mendiang papanya yang selalu menjaga pola makan Haechan karena dia dulu adalah dokter.
Haechan melempar mi instan mentahnya di dalam air, sedikit percikan air panas membuatnya terkejut, tetapi kemudian dia menatap air yang bergerak dengan pikiran ke mana-mana.
Haechan merindukan masa lalunya, dia merindukan keluarganya yang lengkap dulu, walau dia tidak menyesali hidup di keluarga baru ini.
"Apa yang kau lakukan?"
Sebuah suara membuat Haechan tersadar dari lamunannya, dia memutar tubuh dan mendapati Mama berdiri tak jauh di darinya dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada.
"Ma-masak ramyeon, Ma," jawab Haechan, dia melangkah mundur saat Mama mendekatinya.
Mama mematikan kompor induksi yang sedang merebus ramyeon Haechan, dia lantas menatap Haechan. "Siapa yang mengizinkanmu makan?"
Haechan menggeleng, dia menundukkan kepala. "Aku ... lapar, Ma."
"Kemarikan tanganmu."
Dengan pandangan yang masih tertunduk, Haechan menjulurkan kedua tangannya di depan Mama.
Byur!
Tanpa perasaan Mama mengambil panci panas yang berisikan ramyeon itu dan menyiramkannya ke tangan Haechan, sontak saja Haechan menjerit kesakitan dengan mie dan air panas jatuh ke lantai.
"Akkhh! Panas, Ma!"
Tangan Haechan memerah dan melepuh, pemuda itu hanya bisa meringis kesakitan dan menarik kembali tangannya. Rasa perihnya tidak hilang bahkan saat dia mencoba mengibaskan tangannya.
Mama melempar panci itu mengenai kepala Haechan hingga pemuda itu sedikit oleng, tangannya mengepal dan matanya memerah.
"Apa aku boleh pergi, Ma?" tanya Haechan pelan.
Tidak ada jawaban, Mama malah mengambil piring yang berada di sebelah kompor, kemudian dengan penuh dendam dia melempar piring itu ke kaki telanjang Haechan.
Prang!
Haechan mendesis kesakitan saat piring itu pecah dan serpihannya mengenai kakinya hingga berdarah karena beberapa kaca menancap di punggung kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Dream
Fanfiction"Apa kau menginginkan pernikahan ini, Haechan?" tanya Renjun. "Aku tidak begitu peduli, yang selama ini kuinginkan itu keluar rumah dan hidup sendiri," jawab Haechan, ia lantas menoleh pada Renjun yang dari tadi menatapnya. "Lalu kau sendiri bagaima...