Part 35 - Marahan

285 60 14
                                    

Bugh!

Bugh!

Haechan menonjok wajah Renjun karena dia membalas tendangan Renjun yang beberapa detik lalu mengenai perutnya.

"Oh, kau baru serius sekarang?" Renjun menantang, dia menyeka darah yang ada di sudut bibirnya.

"Aku tidak pernah seserius ini," jawab Haechan.

Terhitung beberapa vas di ruang tamu pecah karena pertengkaran Haechan dan Renjun yang dimulai setengah jam yang lalu, entah apa yang terjadi saat mereka di luar, tetapi tiba-tiba saja keduanya pulang dengan amarah besar dan berakhir tonjok-tonjokkan.

Renjun tumbang begitu Haechan memukul perut Renjun, tetapi pemuda itu dengan cepat bangkit dan balas memukul wajah Haechan.

"Padahal kau bisa melawanku, tetapi kenapa saat dipukuli Mama kau diam saja, bodoh?!" Renjun semakin emosi.

Haechan mencengkram tangan Renjun yang hendak mencekiknya. "Aku tidak melawan orang tua."

"Dengan membuat dirimu perlahan mati?" Renjun meludahkan darah dari mulutnya. "Ada hukum yang memperbolehkan kita untuk membela diri."

Bugh!

Satu bogeman mentah membuat Haechan tumbang, mereka kini terengah-engah. "Dan kau diam saja saat disiksa Mama? Kenapa kau tidak cerita! Apa kau tidak menganggapku kakak lagi?!"

Teriakan Renjun membuat Mark yang berada di kamar lantai dua turun, dia bingung dengan keributan yang terjadi di lantai satu, kedua adiknya diselimuti emosi dengan tubuh penuh luka dan darah, lalu kondisi ruang tamu yang begitu berantakan seakan-akan ada maling yang baru saja membobol rumah.

"Ada apa ini?" tanya Mark, tetapi keduanya tidak menjawab.

"Kau juga tidak cerita apa-apa soal kelakuan Papa! Kita impas!" seru Haechan, dia kemudian berdiri dan mendorong Renjun hingga terpojok di dinding.

Renjun tersenyum. "Setidaknya aku melawan pria tua itu, aku tidak diam saja seperti pengecut."

"Kau bilang aku pengecut?!"

"Iya! Lee Haechan pengecut." Renjun tersenyum setelah itu.

Haechan menarik baju Renjun kemudian dia menonjok wajah Renjun sampai napasnya terengah-engah, Renjun melihat itu hanya tersenyum.

"Luapkan saja semua amarah yang selama ini kau pendam padaku," ujar Renjun.

"Aku nggak mau menjadikanmu pelampiasan, lawan aku!" Haechan mendorong tubuh Renjun lagi sampai mentok tembok kemudian dia mencekik Renjun.

"Hei! Kalian apa-apaan! Berhenti! Jangan saling bunuh!" Mark berteriak kalang kabut.

Mark tidak pernah melihat Haechan sebrutal ini, dia mengira Haechan tidak bisa melakukan perlawanan karena biasanya Haechan hanya diam saat Mark memukulinya, tetapi dia baru tahu wajah asli Haechan seperti ini.

Renjun yang merasakan napasnya mulai sesak dan sulit pun mulai menendang perut Haechan, kemudian pemuda itu menerjang Haechan sampai-sampai cekikan di lehernya terlepas. Pertarungan sengit terjadi beberapa menit ke depan sampai-sampai beberapa tetes darah mengotori lantai.

Mark yang dari tadi melihatnya merasa pusing sendiri, dia kemudian mendekati Haechan dan Renjun, kedua tangannya menarik Renjun agar jauh dari Haechan.

"Diam! Jangan membuatku pusing! Renjun kembali ke kamarmu! Dan Haechan---"

Belum sempat Mark menyelesaikan ucapannya, Haechan sudah lebih dulu menepis tangan Mark yang hendak menyentuhnya dan pergi ke samping rumah.

"Aku muak!" Haechan berteriak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dear My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang