Renjun keluar rumah sakit setelah beberapa hari opname di sana sedangkan Haechan hanya menginap satu malam karena tidak ada luka yang cukup serius.
Renjun kini menghela napas saat perjalanannya menuju sekolah, ia bersama Haechan diantar Papa menggunakan mobil karena katanya Renjun masih di bawah pengawasannya dan tidak boleh lagi naik motor, entah sampai kapan.
Pagi ini Haechan mengabaikan Renjun karena kemarin Renjun menolak Haechan saat ia ingin mengajaknya bermain sepak bola.
Renjun melirik Haechan yang duduk di sebelahnya, adiknya itu sama sekali tidak mau melirik pada Renjun ataupun mengajak bicara Renjun. Haechan hanya akan melihat pemandangan dari jendela mobil dan sesekali mengajak bicara Papa.
Renjun memejamkan matanya karena merasa pusing, dia tadi tidak sempat makan karena terlambat bangun jadi dia buru-buru berangkat sekolah karena takut terlambat.
Ponsel yang ada di pangkuan Renjun berbunyi karena ada yang meneleponnya, Renjun mengabaikan panggilan itu dan matanya tetap terpejam.
Haechan melirik ponsel Renjun, ia mengernyitkan mata saat melihat nama 'Mark Sialan' yang dari tadi memanggil Renjun.
Suara getaran ponsel sekali lagi berbunyi dan membuat Renjun terkejut setengah mati, dia tadi tertidur.
"Siapa sih?" Renjun mengangkat panggilan ponselnya saat melihat nama Mark.
"Ada apa, Mark?" tanya Renjun sembari menempelkan ponsel di telinga, Haechan diam-diam khawatir jika Renjun masih berurusan dengan Mark, ia takut Renjun akan terluka karena berurusan dengan Mark.
"Iya, nanti aku datang di tempat biasanya," balas Renjun setelah diam beberapa saat mendengar perkataan Mark di seberang sana.
Renjun mengakhiri panggilannya dan matanya kembali terpejam.
"Renjun kalau sakit tidak usah masuk sekolah dulu," ujar Papa yang duduk di jok depan, ia dari tadi memperhatikan Renjun yang sepertinya kurang sehat.
"Hm," gumam Renjun.
"Papa antar ke rumah sakit?" tanya Papa sekali lagi.
"Hm," jawab Renjun.
"Jawab yang benar, Renjun!"
Renjun membuka matanya dan berdecak kesal. "Berhenti mengkhawatirkanku, Pa, cukup bersikap seperti biasanya. Aku hanya ingin tidur, Papa banyak sekali bicara."
Papa menggeram kesal. "Anak ini."
Baru beberapa detik Renjun menutup mata, suara ponselnya terdengar lagi. Ia membuka matanya dan mengomel saat melihat nama Yangyang di ponselnya.
"Kenapa kau meneleponku? Membuat kesal saja," ujar Renjun tanpa sadar menggunakan bahasa Cina.
"Kau kenapa?" balas Yangyang santai di seberang sana.
"Aku lagi tidak enak badan, belum sarapan, nanti aku mau bolos jam pertama, beliin aku makan ya," jawab Renjun dengan bahasa Cina agar Papa dan Haechan tidak paham maksudnya.
"Cih, kau menyusahkan." Yangyang berdecak. "Tapi setelah pulang sekolah kau harus ikut denganku ke mal ya?"
Renjun mengangguk. "Iya, sekalian mau beli cat."
"Ya ya ya, maniak cat." Yangyang mengulirkan bola mata.
"Aku mau tidur dulu, aku masih di jalan. Rasanya aku mau pingsan." Renjun langsung mematikan ponselnya dan tidur.
Haechan menatap Renjun yang memejamkan mata di sebelahnya, ia paham apa yang dikatakan Renjun dari tadi, tiba-tiba ia merasa bersalah karena mendiamkan Renjun. Mungkin dari kemarin Renjun masih tidak enak badan dan dengan bodohnya Haechan tidak tahu kondisi kakaknya sendiri, dia malah mengajak Renjun bermain sepak bola.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Dream
Hayran Kurgu"Apa kau menginginkan pernikahan ini, Haechan?" tanya Renjun. "Aku tidak begitu peduli, yang selama ini kuinginkan itu keluar rumah dan hidup sendiri," jawab Haechan, ia lantas menoleh pada Renjun yang dari tadi menatapnya. "Lalu kau sendiri bagaima...