Haechan memandang jam dinding di kamar, sudah pukul delapan malam dan Renjun belum juga kembali ke rumah, katanya tadi ia ada urusan dengan Yangyang.
Haechan menghela napas, ia menyadarkan punggung di meja belajar, pandangannya beralih pada buku matematika di depannya. Samar-samar pemuda itu mendengar keributan di luar, tetapi Haechan tidak begitu mempedulikannya.
Haechan kembali sibuk mengerjakan tugas matematikanya, sesekali ia mengambil ponsel untuk membalas chat dari Jeno.
Ceklek!
Haechan refleks menoleh saat pintu kamar terbuka. Renjun masuk sembari menjinjing tas sekolahnya, dia melempar tasnya sembarangan lantas melempar tubuhnya di ranjang dengan posisi tengkurap.
Haechan memandang Renjun dengan sengit, ia baru datang dan langsung tidur tanpa mandi atau beres-beres tasnya. Haechan berdecak kesal, pemuda itu kemudian bangkit dari kursinya dan duduk di pinggir ranjang.
"Renjun?" Panggil Haechan, mencoba sabar.
Suara panggilan dari ponsel Renjun terdengar, Haechan membuka tas Renjun dan menemukan nama Yangyang tertera di panggilan ponsel Renjun.
"Halo, Yangyang," sapa Haechan.
"Eh, Haechan? Renjun mana?" tanya Yangyang di seberang sana.
"Kau tadi mengajak Renjun ke mana saja? Kenapa dia baru pulang sekarang?" tanya Haechan serius.
"What?" Yangyang terdiam selama beberapa detik. "Maksudmu Renjun baru pulang? Asal kau tahu, Haechan, orang tuaku tidak akan pernah mengizinkanku pulang malam, jadi kami sudah pulang sebelum senja."
"Lalu tadi Renjun ke mana?" gumam Haechan.
Yangyang terlihat panik di sana. "Sekarang Renjun di mana? Dia baik-baik saja kan? Coba cek tangannya, ada luka tidak?"
Haechan menelan ludahnya susah payah. "Dia lagi tidur, mungkin?"
"Tadi Renjun muntah-muntah di kelas, tolong jaga Renjun ya, Haechan. Aku tutup dulu."
Setelah panggilan berakhir, Haechan mengembalikan ponsel Renjun di tas, ia memandang Renjun yang tengkurap. Napas Renjun terlihat teratur dan tenang.
"Renjun, mandi dulu baru tidur." Haechan menggoyang-goyangkan badan Renjun, tetapi pemuda itu tidak meresponsnya.
Haechan merangkak mendekati Renjun, dia membalikkan tubuh Renjun pelan-pelan untuk melihat apa yang terjadi pada Renjun.
Haechan menjauhkan tubuhnya dari Renjun, ia menutup mulut dan hidungnya secara bersamaan.
"Renjun." Air mata Haechan menetes saat dia melihat Renjun tertidur dengan pipi merah yang membengkak, sudut bibir berdarah dan bercak darah di seragam juga wajahnya.
"Apa yang terjadi padanya?" tanya Haechan gemetar, air matanya semakin deras menetes di pipi bulatnya.
Tangan yang gemetar itu menyentuh pelan dahi Renjun. "Dia demam."
Mata Haechan tidak sengaja melihat lengan kiri Renjun yang dibalut kasa, pasti Renjun telah melakukan sesuatu pada lengannya.
Haechan menjauh beberapa langkah dari Renjun, ia menangis dan bau darah dari tubuh Renjun membuatnya pusing.
"Renjun, kau kenapa? Kenapa ... kau sampai terluka?" Haechan menangis sesenggukan.
Seharian ini dia mengabaikan kakaknya, Haechan merasa bersalah karena tidak bisa menjaga Renjun sampai-sampai kakaknya itu babak belur.
Renjun terbangun karena suara tangisan Haechan. "Kenapa kau menangis? Seperti anak kecil saja."
Haechan langsung menghentikan tangisnya, ia melotot dan segera menghapus air matanya saat Renjun sudah mengubah posisinya menjadi duduk. Pandangan Haechan turun ke seragam Renjun yang penuh darah hingga membuat Haechan langsung mual dan pusing sampai-sampai matanya berair.
![](https://img.wattpad.com/cover/318884710-288-k953750.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Dream
Fanfic"Apa kau menginginkan pernikahan ini, Haechan?" tanya Renjun. "Aku tidak begitu peduli, yang selama ini kuinginkan itu keluar rumah dan hidup sendiri," jawab Haechan, ia lantas menoleh pada Renjun yang dari tadi menatapnya. "Lalu kau sendiri bagaima...