Sejak semalam keluarga Haechan sibuk karena kepindahan Mark ke rumah Papa. Haechan dan Renjun juga sukarela membantu Mark menurunkan barang-barang bawaannya dari mobil untuk dipindahkan ke kamar sebelah mereka---kamar yang awalnya untuk Haechan.
Sebenarnya alasan Renjun dan Haechan membantu Mark itu simpel, karena mereka diperbolehkan begadang jadi mereka mau membantu Mark, walau sebenarnya kedua adik Mark itu lebih banyak debat daripada membantu Mark.
Mama dari tadi sudah sibuk mempersiapkan makan malam sedangkan Papa menikmati secangkir kopi di halaman depan bersama supir yang mengantar Mark tadi, sekalian berbincang-bincang santai dan membiarkan ketiga anaknya yang sibuk membawa barang pindahan.
"Papa beneran nggak bantuin kita?" tanya Renjun dengan nada sedikit kesal.
Dapat Haechan lihat sebuah senyuman terbit di wajah Papa karena Haechan tahu beberapa hari ini Papa dan Renjun bersitegang dan baru kali ini Renjun mau mengajak Papa berbicara.
Papa menatap bergantian wajah anaknya satu per satu, peluh membasahi ketiganya di tambah wajah memberengut Renjun yang tampak lucu sekali.
"Papa kan sudah punya tiga anak laki-laki, pasti kalian bisa lah beres-beres sendiri, biar sekalian cepat akrab," jawab Papa kemudian tertawa.
"Kalo empat orang laki-laki yang ngerjain jadi lebih cepat, Pa," sahut Haechan.
Renjun tertawa karena merasa mendapatkan bala bantuan. "Lagian kami juga sudah akrab. Bilang saja Papa malas membantu."
Papa tertawa dan mengangguk. "Kalian lanjutin saja, Papa mau membantu Mama dulu."
"Padahal mau mesra-mesraan di dalam," bisik Renjun pada Haechan yang dibalas pemuda itu dengan cekikikan.
"Kalo kalian lelah biar aku saja, ini tinggal sedikit kok," ujar Mark sembari mengangkat kardus berisi buku-buku.
"Maunya sih gitu, tapi nanti dikira lemah sama Papa." Renjun mendengus, kemudian dia mengangkut satu kardus yang entah isinya apa. "Lagian kau bawa apa saja sih Mark? Banyak sekali barang-barangmu."
Dengan langkah menghentak-hentak, Renjun lebih dulu masuk rumah sembari membawa kardus ke lantai dua.
"Maaf ya, Hyung, Renjun memang begitu, apapun yang mengganjal di hatinya langsung dia ucapkan, jadi Hyung jangan sakit hari mendengarnya."
Mark mengangguk mendengar ucapan Haechan. Pemuda itu tersenyum saat melihat Mark yang akhirnya bersedia tinggal bersama dengannya, impiannya sejak dulu terpenuhi, dia kini bisa tinggal bersama keluarga lengkapnya.
"Anak-anak, ayo makan dulu!"
"Iya, Ma!" Renjun yang masih berada di lantai dua segera menyahut dan berlari menghampiri Mama yang berada di dapur.
Seakan-akan melihat masa depan, Mama berlari menghampiri Renjun yang sudah berada di ujung anak tangga dan benar saja pemuda itu tersandung. Hampir saja terjatuh jika Mama tidak menangkapnya.
"Hati-hati, Sayang," ujar Mama yang kini memeluk Renjun.
Renjun tersenyum lebar. "Hehe, maaf, Ma. Aku tidak sabar mencoba masakan Mama."
Haechan dan Mark meletakkan kembali kardus yang hendak mereka bawa ke lantai dua, keduanya menghampiri meja makan yang sudah tersaji makanan dengan Papa yang sudah duduk di sana.
"Haechan, Mark! Sini Nak, ayo makan." Papa melambaikan tangannya.
Haechan mengangguk, senyum tipis terpatri di wajahnya. "Iya, Pa."
"Renjun memang ceroboh ya?" bisik Mark.
Haechan tertawa. "Dia hanya begitu kalau sama Mama, Hyung. Renjun jadi manja dan lemah kalau sama Mama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Dream
Фанфик"Apa kau menginginkan pernikahan ini, Haechan?" tanya Renjun. "Aku tidak begitu peduli, yang selama ini kuinginkan itu keluar rumah dan hidup sendiri," jawab Haechan, ia lantas menoleh pada Renjun yang dari tadi menatapnya. "Lalu kau sendiri bagaima...