Part 9 - Adikku

876 96 15
                                    

"Hyung akan datang?" tanya Haechan dengan seseorang di balik telepon, ia menggigiti kukunya.

"Baiklah." Haechan lantas mengakhiri panggilannya.

Renjun yang baru bangun mengucek matanya, sekilas ia mendengar pembicaraan Haechan dengan seseorang di telepon.

"Siapa, Haechan?"

Haechan terkejut karena Renjun tiba-tiba bangun, ia lantas menggeleng. "Bukan siapa-siapa."

Haechan sudah rapi menggunakan kemeja putih dan celana berwarna krem, tetapi dia belum memakai setelan jasnya. "Mandi dulu, Renjun. Aku tadi udah buat sarapan, sebelum pergi kita makan dulu. Aku menunggumu di bawah."

Haechan menyambar jasnya dan keluar kamar Renjun. Pemuda itu menatap jam dinding yang menampilkan jam enam pagi, Haechan terlalu bersemangat. Renjun kembali merebahkan tubuhnya, hendak tidur lima menit lagi.

"Jangan tidur lagi Renjun!" teriak Haechan seakan-akan melihat perilaku Renjun.

"Iya! Siapa yang tidur lagi!" serunya, teriakan Haechan sekilas mengingatkannya pada mendiang Mama, dia juga selalu meneriaki kalimat yang sama setiap pagi.

"Setelah ini kita beli hadiah dulu untuk pernikahan Mama Papa!" seru Haechan dari lantai satu.

***

"Anak-anak Mama yang ganteng sudah datang!"

Mama memeluk Haechan dan Renjun yang datang ke ruang riasnya. Renjun tersenyum lebar dan Haechan di sebelahnya tersenyum malu-malu.

"Ini hadiah dari kami untuk pernikahan Mama." Renjun menyerahkan bingkisannya pada Mama.

Mama menerima hadiah itu dengan wajah berbinar, ia menyimpan hadiah itu lebih dulu karena penata make up segera memanggilnya untuk membenarkan riasan di wajahnya yang belum selesai.

"Kami keluar dulu ya, Ma," ujar Haechan. "Semoga acaranya lancar."

Mama mengangguk dan mengelus pelan kepala Haechan, lalu berganti mengelus Renjun. "Mama siap-siap dulu ya?"

Haechan mengajak Renjun melipir mencari makanan, padahal tadi Haechan sudah makan tetapi karena melihat banyaknya jajanan yang terhidang di sini, perutnya jadi meronta-ronta minta diisi.

"Kau kenapa malu-malu gitu di depan Mama? Biasanya nggak punya malu," cibir Renjun, kini keduanya duduk di kursi dan di depannya ada makanan khas di pernikahan.

"Mama cantik banget tadi." Haechan tersenyum lebar. "Aku malu kalau dipeluk Mama karena aku sudah besar."

Renjun mengangguk. "Aku paham sih, aku juga males kalau dipeluk Papa, tapi kau suka gitu dipeluk, entah dipeluk Papa, Mama atau aku peluk."

Haechan yang memakan puding itu menoleh pada Renjun, ia memutar bola mata. "Aku bilang kan malu dipeluk, bukan berarti tidak suka dipeluk."

"Ya, terserah."

Renjun mengernyitkan kening saat melihat Mark sedang berjalan ke arahnya dan Haechan. "Kenapa si brengsek itu ada di sini?"

"Hm?" Haechan mengikuti arah pandang Renjun. "Ah, mungkin dia diundang Mama."

Mark tanpa permisi duduk di depan Haechan, ia menatap Haechan yang menunduk kemudian menoleh pada Renjun yang memandangnya dengan kesal. "Apa lihat-lihat?"

Mark mengabaikan pertanyaan Renjun, ia kembali menghadap Haechan. "Kau sedang apa, Haechan?"

"Kau nggak liat dia sedang makan, Mark? Nggak usah banyak basa-basi. Ayo pergi, Haechan!" Renjun berdiri, ia menarik tangan Haechan.

Dear My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang