⚠️ Trigger Warning⚠️
Cw: blood, kekerasan
***
Pagi-pagi sekali Haechan sudah bangun dari tidurnya dan mandi, memakai seragam yang rapi dan kembali ke kamar.
Pemuda itu berdecak saat mendapati Renjun masih tidur, padahal sebelum mandi tadi Haechan sudah membangunkannya. Kakaknya itu baru pulang dari rumah sakit kemarin, seharusnya dia belum boleh masuk sekolah, tetapi karena Renjun sudah lama mempersiapkan lombanya, ia tidak ingin mengecewakan sekolah.
"Renjun, ayo bangun, kita harus berangkat pagi." Haechan menggoyang pelan badan Renjun.
Renjun bergumam tidak jelas lantas dia merenggangkan tubuhnya. Kemudian mata itu perlahan terbuka dan menatap Haechan.
"Semangat sekali kau," cibir Renjun.
"Sang juara harus semangat, aku yakin nanti aku menang. Aku akan menyihir juri dengan suara indahku," ujar Haechan sembari berpose layaknya superman yang hendak terbang, padahal posenya sama sekali tidak ada kaitannya dengan sang juara.
"Iya deh, sang juara." Renjun kemudian berdiri. "Aku mandi dulu ya?"
Haechan kembali menurunkan tangannya setelah tadi berandai-andai ingin terbang, kemudian dia mengangguk.
Setelah Renjun keluar dari kamar dan menuju kamar mandi, ponsel Haechan berdering, langsung saja Haechan menekan tombol hijau tanpa melihat siapa yang meneleponnya.
"Yo, bro!" sapa Haechan.
"Jadi hari ini kan lombamu?" tanya Jeno dari seberang sana.
"Jadi dong, nanti aku dispen, kau jangan kangen ya, Jeno?"
Decihan terdengar dari mulut Jeno. "Aku cuma mau bilang semangat nanti lombanya, Haechan. Kalo menang nanti jangan lupa traktirannya."
Haechan berdecak kesal. "Belum juga lomba, udah diminta traktiran."
Jeno tergelak dari sana. "Aku tahu kau pasti menang, dalam perlombaan kau tidak pernah kalah."
"Terserah kau." Haechan mematut diri di depan cermin, wajah itu tersenyum lebar.
"Eh, Jeno. Nanti sepulang lomba ayo main sepak bola, ajak sekolah sebelah, sudah lama aku nggak main."
"Oke deh, nanti aku bilangin mereka. Udah dulu ya aku mau mandi."
Kemudian panggilan terputus, bertepatan dengan Renjun masuk ke kamar. Kening Haechan mengerut, Renjun cepat sekali mandinya.
Haechan menghentikan aktivitasnya saat menyadari Renjun hanya memakai handuk yang melilit di tubuh bagian bawahnya sehingga tubuh bagian atas yang penuh luka dan lebam terlihat.
Wajah Haechan terlihat khawatir sedangkan Renjun tampak santai saja melewati Haechan dan berjalan menuju lemarinya.
Renjun memunggunginya Haechan jadi adiknya itu bisa melihat dengan jelas luka bekas cambukan di punggung Renjun. Kenapa tubuh Renjun bernasib sama seperti tubuhnya? Padahal biasanya hanya wajah atau kalau tidak lengan Renjun yang penuh luka.
"Sampai segitunya, Renjun?" tanya Haechan.
Renjun yang sudah memakai kemejanya pun membalik tubuh ke arah Haechan, menatapnya sebentar. "Apanya?"
"Luka dari Papa." Haechan menatap Renjun dengan muka serius. "Izinkan aku untuk membalasnya."
Renjun menggeleng. "Biar menjadi urusanku dan Papa. Dia sangat menyayangimu Haechan, dia akan sangat kecewa kalau anak kesayangannya menyakitinya. Aku tidak mau dia kecewa."
![](https://img.wattpad.com/cover/318884710-288-k953750.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Dream
Fanfiction"Apa kau menginginkan pernikahan ini, Haechan?" tanya Renjun. "Aku tidak begitu peduli, yang selama ini kuinginkan itu keluar rumah dan hidup sendiri," jawab Haechan, ia lantas menoleh pada Renjun yang dari tadi menatapnya. "Lalu kau sendiri bagaima...