"Habis ini kita makan-makan ya?" tanya Yangyang.
Renjun melirik teman sebangkunya dengan tatapan tajam.
"Oke, diam berarti iya, aku tidak menerima penolakan, Renjun," balas Yangyang, lantas dia fokus kembali ke papan tulis.
"Yak! Selalu kalau ngajak makan mendadak, nggak bilang awal-awal, aku tuh orangnya sibuk, Yangyang," ujar Renjun.
Yangyang mencibirnya. "Halah, bilangnya sibuk tapi saat aku ajak makan atau main kau selalu bisa."
"Itu karena kau akan kesepian jika tidak ada aku, maka dari itu aku menerimanya. Kau harus berterima kasih padaku, Yangyang."
"Idih."
Renjun cukup dekat dengan Yangyang, dia siswa pindahan dari Cina yang kebetulan dulu teman semasa sekolah menengah pertamanya.
Renjun juga sebenarnya anak pindahan, tapi dia pindah ke Korea saat kelas sepuluh, dia kewarganegaraan Cina walau tidak ada darah Cina mengalir di tubuhnya, kedua orangtuanya murni orang Korea, tapi Renjun lahir di Cina.
Dan semenjak Yangyang pindah ke Korea, Renjun serasa menemukan lagi teman yang benar-benar ia anggap teman. Teman yang bisa ia ejek sesuka hati tanpa ada rasa takut dia akan tersinggung.
"Hey! Malah melamun, ayo beres-beres dan makan hotpot." Yangyang menepuk pundak Renjun agak keras, hingga membuat Renjun terkejut.
"Bisa nggak sih sehari saja lembut? Dasar!" Renjun mendengus, tapi tetap saja dia membereskan barang-barangnya.
Tok tok!
Ketukan di pintu kelas yang kini hanya menyisahkan Yangyang dan Renjun itu terdengar, membuat keduanya menoleh. Dua anak kelas sebelah datang dengan napas terengah-engah.
"Permisi, apa kalian melihat ke mana perginya Jaemin?" tanya salah satu dari mereka.
Yangyang menggeleng. "Dia tadi ada di bangkunya, sepertinya Jaemin udah pulang, dari tadi ia tidak enak badan."
Renjun tidak sengaja bersitatap dengan pemuda yang dari tadi hanya diam, pemuda itu melemparkan senyum manis yang hanya dibalas Renjun dengan muka datar.
"Oh iya, terima kasih ya. Kami duluan, Renjun, Yangyang."
Lantas keduanya pergi.
"Eh, mereka tadi siapa? Kok bisa tahu namaku? Padahal kan aku baru seminggu di sini."
Renjun mengangkat bahu tak acuh. "Aku tidak begitu mengenal mereka, tapi tadi yang bertanya namanya Lee Jeno dan yang diam saja namanya Lee Haechan."
"Oh, aku nggak tanya," ujar Yangyang, lantas secepat kilat dia lari sebelum Renjun mengeplak kepalanya.
***
Plak!
"Yass! Kena!" seru Renjun gembira saat ia berhasil mengeplak kepala Yangyang saat anak itu khilaf.
Yangyang mengelus pelan kepalanya dan mendengus. "Bisa nggak sih mukulnya pelan?"
"Nggak bisa, sebagai bentuk balas dendam." Renjun menjulurkan lidahnya, lantas dia tertawa.
"Baiklah, kalau begitu kau yang traktir. Yeah! Terima kasih Renjun!"
Yangyang berjalan di samping Renjun dengan gembira, sampai-sampai dia bersenandung karena saking senangnya.
"Makan di tempat biasa kan?" tanya Renjun.
Yangyang mengangguk. Dia menoleh pada Renjun yang fokus dengan jalanan. "Eh, nanti boleh aku ke rumahmu? Kita ngerjain tugas bareng yuk, aku nggak bisa kalau ada tugas melukis. Ya ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Dream
Fanfiction"Apa kau menginginkan pernikahan ini, Haechan?" tanya Renjun. "Aku tidak begitu peduli, yang selama ini kuinginkan itu keluar rumah dan hidup sendiri," jawab Haechan, ia lantas menoleh pada Renjun yang dari tadi menatapnya. "Lalu kau sendiri bagaima...