⚠️Trigger Warning⚠️
*
*
Sudah belasan tempat Renjun kunjungi untuk mencari Haechan, tetapi adiknya itu bahkan sama sekali tidak menunjukkan batang hidungnya.
Awalnya Renjun kembali ke sekolah, berlarian seperti orang gila dan mencari ke setiap penjuru sekolah dan tetap tidak menemukan keberadaan Haechan, keadaan sekolah cukup sepi karena kelas tambahan untuk kelas dua belas sudah berakhir jadi runtuhlah pertahanan Renjun, pemuda itu menangis.
Tangan Renjun mengusap kasar bekas air mata yang ada di pipinya, ia lanjut mencari ke beberapa lapangan di luar sekolah yang biasa Haechan gunakan untuk bermain sembari ia terus mencoba menghubungi Haechan walau kenyatannya ponsel Haechan tak kunjung menyala.
Renjun sampai-sampai frustrasi, ia sudah mencari ke semua tempat yang biasanya Haechan kunjungi dan tidak menemukan keberadaan pemuda itu. Tak habis akal, Renjun bahkan menelepon satu per satu teman-teman Haechan dengan bantuan koneksi dari Jeno.
Renjun duduk di depan ruko yang kosong. Wajah yang lelah itu tampak kusut, ia sudah menangis dari tadi. Rasa takut akan Haechan terluka lebih besar daripada rasa takutnya pada Papa yang pasti akan melukainya.
"Kalo Papa memukuliku paling parah juga aku mati," gumam Renjun dengan enteng. "Tapi kalo Haechan yang terluka aku tidak bisa, dia terlalu berharga untukku."
Tiba-tiba sekelebat nama muncul di benaknya, hanya satu orang yang secara terang-terangan menunjukkan kebenciannya pada Haechan, dia Mark Lee. Bisa jadi Haechan sekarang ada bersama Mark, kenapa Renjun baru terpikirkan sekarang?
Dengan cepat pemuda itu mengotak-atik ponselnya dan menghubungi Jeno. "Tahu alamat rumah Mark Lee?"
Helaan napas terdengar dari seberang sana. "Iya aku tahu. Aku baru mau meneleponmu, Hyunjin tadi melihat Mark Hyung pulang bersama Haechan."
Renjun dengan wajah serius itu mengangguk. "Kirimkan aku alamatnya, aku akan ke sana."
Sebuah pesan dari Jeno datang tidak sampai satu menit.
"Hati-hati, Renjun."
Renjun menjawab dengan gumaman sebelum pemuda itu mengakhiri panggilannya. Jemari Renjun dengan gesit mencari alamat Mark, tempatnya agak jauh dari tempat Renjun sekarang dan Renjun memutuskan untuk memesan taksi agar segera sampai di rumah Mark, ia takut Haechan kenapa-kenapa kalau dia datang terlambat.
Sekitar tiga puluh menit kemudian Renjun sudah sampai di depan sebuah rumah yang sekiranya rumah Mark. Saat di taksi tadi dia ketakutan setengah mati karena setiap menit keselamatan Haechan terancam.
Rumah tingkat dua dengan warna krem yang cukup sederhana, dengan samping rumah terdapat garasi yang kira-kira muat satu mobil dan satu motor lalu di depan rumah ada halaman yang sekarang Renjun pijak.
Pemuda itu berpikir akan mendobrak pintu saat mendengar suara pukulan dari dalam disusul suara tawa Mark, tetapi saat ia memutar kenop pintu, ternyata tidak dikunci.
"Mark! Di mana Haechan?!" Renjun berteriak hingga suara berisik mengalihkan fokusnya.
Kedua mata itu melotot saat melihat Mark menyeret Haechan yang sudah babak belur di hadapannya. Mark melempar tubuh Haechan di depan Renjun sampai-sampai adiknya itu tidak sanggup bangkit karena merasa lemas.
"Sialan!"
Renjun yang terlanjur emosi, tanpa banyak kata berlari ke arah Mark dan meninju wajahnya hingga tiga kali. Sejenak Mark terhuyung tetapi dia kembali berdiri tegak dan tersenyum remeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Dream
Fanfiction"Apa kau menginginkan pernikahan ini, Haechan?" tanya Renjun. "Aku tidak begitu peduli, yang selama ini kuinginkan itu keluar rumah dan hidup sendiri," jawab Haechan, ia lantas menoleh pada Renjun yang dari tadi menatapnya. "Lalu kau sendiri bagaima...