"Haechan, bangun."
Haechan mengerutkan keningnya saat sebuah suara terdengar masuk menerobos alam bawah sadarnya. Pemuda itu terkejut dan refleks membuka matanya, di hadapannya ada Papa dan Mama yang dari tadi berusaha membangunkannya.
"Ada apa, Ma? Pa?" tanya Haechan bingung, dia refleks duduk hingga membuat kepalanya pusing.
"Jangan langsung duduk, jadi pusing kan." Papa mengomel.
Haechan memperhatikan sekitarnya dan dia baru menyadari kalau Renjun tidak ada di sebelahnya. "Renjun mana?"
"Renjun belum pulang sejak tadi malam," jawab Mama.
"Dia menghilang." Papa menambahi. "Kami sudah lapor polisi pagi tadi."
"Kenapa bisa Renjun menghilang? Aku harus mencarinya." Haechan membuang selimutnya dan hendak berdiri, tetapi dia sudah oleng dan hampir saja jatuh jika Papa tidak menangkap tubuhnya.
"Berdiri saja tidak bisa, bagaimana mau cari Renjun?" Mama mengomel, dia menyentuh dahi Haechan dengan punggung tangannya, terasa panas.
"Kita ke rumah sakit ya?" Papa menatap Haechan khawatir.
Haechan menggeleng kuat. "Mau cari Renjun."
Mama duduk di sebelah Haechan hingga membuat pemuda itu menciut, dia memainkan tangannya gugup. Mama mengelus pelan belakang kepala Haechan. "Haechan jangan keras kepala ya? Ke rumah sakit ya?"
"Tapi, Ma, Renjun bagaimana?" tanya Haechan pelan.
"Biar Papa sama Mama mencarinya, polisi juga ikut membantu." Papa menjawab pertanyaan Haechan.
"Aku juga mau ikut, Pa."
"Haechan harus janji biar sembuh dulu," ujar Mama sembari menatap Haechan.
Haechan mengangguk mantap, ia tersenyum tipis. "Tapi aku nggak mau ke rumah sakit."
Papa menghela napas lelah. "Kalau besok masih belum sembuh, Haechan harus ke rumah sakit, sebelum sembuh tidak boleh ikut mencari Renjun. Sekarang Haechan makan dulu lalu istirahat, biar nanti Mama mengirim surat izin sekolah Haechan."
***
Sore harinya saat Mama sama Papa belum pulang, Haechan nekat keluar rumah walau sudah diwanti-wanti sama Papa untuk istirahat dan tidak boleh berkeliaran di luar rumah. Dia tidak bisa tenang begitu saja karena belum ada kejelasan kabar keberadaan Renjun entah dari orang tuanya ataupun dari pihak kepolisian.
Haechan berdiri di depan sekolah, ia menatap orang-orang yang keluar dari gerbang sekolah untuk mencari Yangyang, kata Jeno dia adalah sahabat Renjun yang paling dia percaya, jadi mungkin tidak salah jika Haechan akan menanyakan beberapa hal tentang Renjun.
"Yangyang!" Haechan berseru sembari melambaikan tangan pada Yangyang.
Pemuda itu tampak bingung mencari sumber suara yang memanggilnya sampai Haechan berteriak lagi agar atensi Yangyang terpusat padanya.
Sesaat setelah Haechan berteriak, dia merasakan pusing yang mendera. Haechan memang belum sepenuhnya sembuh, dia masih merasakan sakit, tetapi sakitnya lebih parah daripada semalam.
Yangyang berlari kecil menghampiri Haechan, ia memandang Haechan sekilas. "Kau tadi nggak sekolah, Haechan? Oh ya Renjun mana? Kok dia nggak masuk tanpa memberi kabar?"
Haechan terdiam, padahal dia hendak menanyakan hal yang sama. "Aku sakit jadi tidak sekolah dulu dan soal Renjun ... aku sebenarnya hendak menanyakan hal sama. Renjun sejak semalam tidak pulang. Apa Renjun main ke rumahmu sebelumnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Dream
Fanfiction"Apa kau menginginkan pernikahan ini, Haechan?" tanya Renjun. "Aku tidak begitu peduli, yang selama ini kuinginkan itu keluar rumah dan hidup sendiri," jawab Haechan, ia lantas menoleh pada Renjun yang dari tadi menatapnya. "Lalu kau sendiri bagaima...