Plak!
"Bangun anak sialan!"
Mama menampar Haechan yang pingsan di dalam gudang, matanya memperhatikan keadaan gudang yang berantakan dan tubuh Haechan yang terlihat cukup parah.
Mama berdecak kesal kemudian menampar lagi pipi Haechan hingga pemuda itu terbangun.
"A-ada apa, Ma?" tanya pemuda itu dengan suara lemah, bahkan membuka mata saja rasanya sangat sulit, tubuhnya sangat sakit seakan-akan tulang-tulangnya remuk.
Mama menarik tubuh lemas Haechan agar berdiri, kemudian tanpa banyak kata Mama menyeretnya sampai ke kamar Haechan.
"Ma, berhenti ... tubuhku sakit semua," ujar Haechan dengan lirih.
Mama memutar bola mata malas, dia kemudian mendudukkan Haechan di ranjang. "Ck, padahal kau baru dikurung sejam tapi papamu sudah datang."
Dalam hati Haechan bersyukur karena kedatangan Papa, dia seperti pahlawan bagi Haechan. Pemuda itu sangat berterima kasih pada Papa karena dirinya tidak harus mendekam di gudang terlalu lama, atau dia bisa mati karena lukanya tidak kunjung diobati.
Pemuda itu kemudian memperhatikan gerak-gerik Mama yang sibuk mencari sesuatu di lemari. Haechan terkejut saat Mama mengeluarkan kotak P3K.
"Minum obat dulu biar nggak sakit kepalanya." Mama menyodorkan obat dan air putih.
Haechan terdiam di tempat, ini benar mamanya? Bukan orang lain kan? Orang yang selama ini yang membuatnya terluka kini mengobati luka yang dia buat?
Mama berdecak kesal, dia kemudian meraih tangan Haechan dan memberikan obat serta menyodorkan air putih dalam gelas.
Haechan akhirnya menelan obat itu tanpa banyak kata, setelah meminum air putih beberapa teguk, Mama menaruh gelas di atas nakas.
Mama mengambil kursi belajar milik Renjun dan duduk di depan Haechan, kemudian dia meraih kaki Haechan dan meletakkannya kaki itu di atas paha Mama.
"Mama mau ngapain?" tanya Haechan pelan, keadaannya sudah mendingan walau dia masih lemas.
"Kau nggak bisa lihat?" Mama bertanya balik tanpa melihat Haechan.
Wanita itu mengambil alkohol dan obat merah di dalam kotak obat dan membersihkan luka yang ada di punggung kaki Haechan. Iya, Haechan tahu jelas kalau saat ini mamanya sedang mengobatinya, tetapi kenapa? Mama tidak pernah sebaik ini sebelumnya.
Tanpa sadar air mata Haechan menetes, mungkin hari ini adalah hari yang baik untuknya sehingga setelah sekian lama Haechan bisa merasakan kasih sayang seorang ibu.
Mama kemudian meraih tangan Haechan yang terluka, ia melirik sekilas mata Haechan yang memerah. "Gitu saja nangis."
"Mama kenapa mengobatiku?" tanya Haechan. "Biasanya juga dibiarin."
"Kalau papamu melihat semua luka ini, aku bisa dibunuh."
Haechan tersenyum, walau Mama mengobati luka Haechan tidak sepenuhnya karena keinginan hatinya, tetapi setidaknya Haechan bisa merasakan kasih sayang seorang ibu. Walau sebentar.
"Ma, aku boleh minta peluk?" tanya Haechan penuh harap.
Tangan Mama yang membereskan kotak obat itu terhenti, dia kemudian berbalik menghadap Haechan. Senyum tipis di bibirnya muncul, kali ini bukan senyum sinis seperti biasanya, tetapi senyum tulus, kedua tangannya terentang seperti menyetujui keinginan Haechan.
Haechan langsung berdiri, sedikit ringisan kecil keluar dari bibirnya saat kakinya menapak lantai, tetapi dia tidak peduli, langsung saja dia menabrakkan tubuhnya pada Mama dan memeluk wanita itu dengan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Dream
Fanfiction"Apa kau menginginkan pernikahan ini, Haechan?" tanya Renjun. "Aku tidak begitu peduli, yang selama ini kuinginkan itu keluar rumah dan hidup sendiri," jawab Haechan, ia lantas menoleh pada Renjun yang dari tadi menatapnya. "Lalu kau sendiri bagaima...